PDIP Curiga KPU Hentikan Rekapitulasi Suara Sementara

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 19 Februari 2024 11:29 WIB
Politikus PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus (Foto: Ist)
Politikus PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus, mempertanyakan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak melakukan konsultasi kepada Komisi II DPR RI terkait dihentikannya proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan untuk sementara.

"Ada informasi di daerah bahwa KPU Pusat memerintahkan penghentian rekapitulasi suara di tingkat kecamatan yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR," kata Deddy kepada wartawan, Minggu (18/2).

Deddy mengatakan penghentian rekapitulasi tidak bisa dilakukan atas alasan sistem Sirekap mengalami kendala.

"Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual," ujarnya.

Karena itu, PDIP menduga ada motif tertentu dibalik penghentian tersebut. Pertama, menyangkut persaingan ketat PDIP dengan Partai Golkar sebagai peraih kursi terbanyak di Pemilu. Peraih kursi terbanyak nantinya akan mendapat jatah Ketua DPR.

"Kebetulan jumlah suara kedua partai itu berhimpitan. Memang dari jumlah suara, PDIP teratas. Tapi terkait jumlah kursi, itu kaitannya dengan sebaran suara yang menghadirkan kursi. Ada peluang kecil Golkar bisa didorong mendapat jumlah kursi terbanyak. Itu dugaan pertama yang banyak dibahas di bawah," jelas Deddy.

Selain itu, lanjutnya, muncul dugaan salah satu parpol yang dekat dengan penguasa di Istana yang sebenarnya tidak lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold, namun hendak diloloskan ke parlemen. 

"Ada kuat kecurigaan upaya tersistematis untuk memenangkan salah satu konstestan pemilu. Saya dengar kabar bahwa ada operasi agar suara partai kecil akan diambil untuk dialihkan, terutama Partai Perindo, Gelora dan Partai Ummat," katanya.

Dia pun berharap KPU bisa mengklarifikasi kabar penghentian rekapitulasi suara agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan dugaan. 

"Kalau dibiarkan, akan banyak yang teriak bahwa kuat kecenderungan KPU sedang melakukan kejahatan kepemiluan kalau dasarnya Sirekap, bukan force majeure yang sebenarnya," imbuhnya.