Jus, Jurnalis Tangguh yang Berhenti Menulis


PEMBAWA acara (anchor) Televisi Cable News Network (CNN), Jim Acosta, mengumumkan pengunduran diri dalam acara TV yang dipandunya akhir Januari 2025. Acosta dikenal sebagai jurnalis yang sering menjengkelkan Presiden Donald Trump.
Hubungan buruk Presiden Trump dengan Acosta (mantan koresponden Gedung Putih) memuncak tahun 2018, sewaktu Trump dalam masa jabatan pertamanya sebagai presiden. Acosta tetap menanyainya meski Presiden Trump mengatakan: "Itu sudah cukup!"
Ajudan presiden mencoba merebut mikrofon yang ada di tangan Acosta. Akibat peristiwa itu, kartu pers Acosta buat meliput Gedung Putih dibekukan. Sejak itu Acosta selalu berseberangan dengan Trump.
Tak lama setelah Trump menjadi presiden lagi di AS, Acosta dipindahkan menjadi penyiar di malam hari. Acosta yang telah bekerja di CNN selama 18 tahun menolak penugasan CNN dan mengumumkan pengunduran dirinya dalam siaran terakhirnya.
Acosta mengatakan kepada pemirsa agar tidak tunduk kepada seorang tiran. Katanya dia selalu percaya tugas pers adalah meminta pertanggungjawaban kekuasaan. "Jangan menyerah pada kebohongan. Jangan menyerah pada rasa takut. Berpeganglah pada kebenaran," kata Acosta pada saat mengundurkan diri.
Di Indonesia
Drama Acosta di layar televisi Amerika Serikat itu sejatinya pernah terjadi di Indonesia. Jus Soema di Pradja, seorang wartawan Harian Kompas, tanggal 13 Februari 1978 menulis surat pengunduran diri kepada Pemimpin Redaksi Jakob Oetama.
Waktu itu Kompas baru saja dibolehkan terbit kembali setelah dibredel penguasa Orde Baru. Jus merasa kecewa dengan sikap Jakob Oetama. “…diizinkan terbit kembali setelah saudara-saudara pemimpin redaksi, termasuk Saudara Jakob Oetama, menandatangani dua pernyataan yang hakikatnya telah membuat harian-harian tersebut kehilangan landasan yang sebenarnya untuk dapat berfungsi sebagai pers yang bebas dan bertanggungjawab,” begitu isi surat pengunduran diri Jus Soema di Pradja dari Harian Kompas.
Sebelumnya Jus pernah jadi wartawan di Harian Indonesia Raya pimpinan Mochtr Lubis dan Enggak Bahauddin. Mengundurkan diri dari sebuah koran besar seperti Kompas membutuhkan nyali. Apalagi menyatakan berhenti menulis dan tidak punya penghasilan tetap seperti kondisi Jus pada awal tahun 1978 tersebut.
Surat pengunduran diri Jus dimuat secara lengkap dalam buku “Jus Soema di Pradja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat”. Buku yang ditulis oleh Aendra Medita itu diluncurkan di Jakarta Selatan Jumat 14 Februari 2025, bertepatan dengan peringatan ulangtahun Jus yang ke 78.
Sejak mengundurkan diri dari Kompas awal tahun 1978, Jus berhenti menulis sebagai seorang jurnalis.
Jurnalis Tangguh
Keteguhan Jus mempertahankan sikapnya sebagai seorang jurnalis, merupakan inti dari isi buku setebal 127 halaman tersebut. Dan kisah pengunduran diri dari Harian Kompas, lengkap dengan isi surat pengunduran diri Jus, merupakan puncak dari seluruh kisah yang ada dalam buku itu.
Buku yang tergolong biografi singkat itu sejatinya bisa berkisah lebih banyak dan lebih menarik tentang tokoh yang sangat berwarna. Jus banyak bersentuhan dengan para aktifis yang menentang kekuasaan otoriter di zaman Orde Baru.
Jus berhubungan sangat dekat dengan dengan Hariman Siregar, tokoh utama demo mahasiswa Lima Belas Jaruari (Malari) 1974. Jus juga ikut menyembunyikan Jopi Lasut, wartawan yang dikejar-kejar karena mengecam penguasa Orde Baru.
Jus juga dekat dengan sejumlah jenderal, yang termasuk dalam jajaran rezim Orde Baru, tapi dia juga salah seorang pendiri Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) yang diketuai Sri Bintang Pamungkas (salah seorang demonstran sewaktu Presiden Suharto berkunjung ke Jerman).
Jus juga menjadi anggota Majelis Pertimbangan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), organisasi wartawan yang mendobrak dominasi Persatuan Wartawan Indonesia. Jus juga seorang oposisi abadi, yang selalu mengecam ketidakberesan dalam bidang pers, politik maupun kekuasaan.
Dia memusuhi semua rezim pemerintahan, mulai dari Presiden Suharto, sampai Presiden Jokowi. Hanya Presiden Gus Dur dan Megawati yang tidak dikritiknya habis-habisan.
Tipis-tipis
Daya ingat Jus masih sangat baik. Dia bisa bercerita tentang bagaimana seorang aktifis kawakan ingkar janji. Kata Jus, sobatnya yang aktifis itu berikrar akan mengencingi makam seorang jenderal yang pernah membuatnya masuk penjara. Ketika Jus mengajak sobatnya ke makam jenderal buat melaksanakan ikrar tersebut, sang aktifis ingkar.
Jurnalis itu bisa menuturkan bagaimana seorang pemimpin redaksi sebuah harian ternama diperas oleh aktifis miliaran rupiah. Jus juga bisa bercerita bagaimana adik penyanyi terkenal Broery Pesolima mati mendadak. Serta banyak lagi kisah di balik layar, yang isinya melengkapi berita-berita yang selama ini tersaji di media massa.
Semua itu bisa dikisahkan oleh Jus secara rinci, mulai pelaku sampai tempat dan tanggal kejadiannya. Jus Soema di Pradja berhenti menulis bukan karena sudah tua. Dia berhent4i menulis karena kecewa!
Sangat disayangkan kisah-kisah menarik dalam kehidupan Jus tidak terungkap secara jelas dalam buku “Jus Soema di Praja, Sang Jurnalis Pembakar Semangat”.
Semua hanya disinggung tipis-tipis, dikisahkan dalam narasi yang tidak tersunting secara teliti. Ada banyak kesalahan penulisan di sana-sini.
Penulisnya, Aendra Medita, adalah seorang jurnalis yang merangkap sebagai fotografer dan pemilik sejumlah media onlen.
Sebelumnya Medita pernah menulis sejumlah buku, di antaranya “Buku Putih Seniman Bandung 1999”, dan “Biografi Goenarni Gunawan, Perjalanan Teladan Perempuan Indonesia”.
[Albert Kuhon]
Topik:
Jus Jurnalis Tangguh yang Berhenti Menulis