Jokowi Beri Izin Ormas Kelola Tambang, Peluang jadi 'Alat' Perusahaan!

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 1 Juni 2024 20:18 WIB
Presiden Jokowi resmi mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola lahan tambang (Foto: Istimewa)
Presiden Jokowi resmi mengizinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan untuk mengelola lahan tambang (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Ketimbang menambah ruwet situasi, mending pemerintah fokus membenahi konflik-konflik agraria yang dipicu oleh kehadiran tambang. Menurut catatan Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA), terdapat 32 konflik agraria akibat tambang sepanjang 2023. Itu berdampak pada lebih dari 48.000 keluarga di 57 desa.

Ihwal itu merespons langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menandatangani aturan yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang.

Munculnya ide bagi-bagi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada sejumlah ormas keagamaan datang dari Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. 

Adapun ormas yang akan diberikan IUP yakni NU, Muhammadiyah dan organisasi keagamaan lainnya mulai dari Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.

Bahlil memastikan pembagian IUP ini akan dilakukan dengan baik tanpa adanya conflict of interest. Bahkan ia akan mencarikan partner profesional bagi ormas keagamaan dalam pengelolaan tambang.

"Yang penting kita lakukan dengan baik supaya mereka bisa mengelola dan yang mengelola umat, gak boleh ada conflict of interest, dikelola secara profesional, dicarikan partner yang baik," kata Bahlil.

Menurut Bahlil, para tokoh keagamaan sudah selayaknya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Terlebih, mereka mempunyai peran yang cukup penting dalam masa-masa perjuangan Indonesia melawan penjajah.

Kendati, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN menilai substansi itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasalnya, di dalam UU tersebut, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diprioritaskan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Jika BUMN dan BUMD tidak berminat, barulah penawaran dapat diberikan kepada swasta melalui proses lelang. Mengacu pada UU Minerba, ormas keagamaan tidak termasuk sebagai pihak yang dapat menerima penawaran prioritas.

“Jokowi semacam membuat regulasi sembari mengabaikan regulasi yang sudah ada. Ini adalah bentuk otak-atik regulasi supaya langkah yang diambil pemerintah itu sesuai dengan regulasi, padahal tidak sesuai dengan undang-undang,” ujar Koordinator JATAM, Melky Nahar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (1/6/2024).

Sementara Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM AMAN, Muhammad Arman khawatir bahwa kebijakan ini dapat memicu konflik horizontal antara ormas keagamaan dengan masyarakat adat.

Menurut Anam, banyak kelompok masyarakat adat telah berkonflik dengan tambang dan proyek investasi. Mereka berhadapan dengan perusahaan dan aparat untuk mempertahankan tanah yang telah lama mereka diami yang tumpang tindih dengan izin konsesi tambang. 

Sementara selama ini, belum ada pengakuan negara atas tanah-tanah adat yang mereka diami. Ketika ormas keagamaan masuk ke dalam pusaran itu, Arman khawatir akan timbul konflik horizontal.

“Ini bisa menjadi konflik SARA malah. Misalnya ketika satu kelompok adat terdiri dari kelompok agama tertentu, kemudian dimasuki oleh ormas keagamaan dari kelompok agama lainnya, itu isunya berpotensi dipelintir ke mana-mana,” jelas Arman.

Ormas keagamaan juga dinilai JATAM tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertambangan. Peraturan Pemerintah (PP) yang sama mewajibkan badan usaha negara dan swasta yang mengelola tambang wajib memenuhi syarat-syarat administratif, teknis dan pengelolaan lingkungan, serta finansial. 

Namun tidak ada rincian soal syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh badan usaha milik ormas. Menurut Melky, ormas keagamaan tidak mungkin memenuhi kriteria-kriteria yang wajib dimiliki untuk pertambangan. 

Oleh sebab itu, skema yang mungkin diterapkan dalam hal ini adalah ormas menjadi pemegang konsesi yang bekerja sama dengan perusahaan lain sebagai operator.

Melky khawatir bahwa skema ini pada akhirnya justru memudahkan perusahaan-perusahaan untuk masuk ke wilayah pertambangan khusus melalui ormas-ormas keagamaan tanpa melalui proses lelang lebih dulu.

“Perusahaan-perusahaan akan senang karena akan mendapat wilayah konsesi baru. Ini semacam kado tambahan bagi perusahaan, tapi diberikan kepada ormas,” beber Melky.

JATAM khawatir hal ini akan kian mempercepat perluasan areal tambang sehingga berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan. Adapun sejauh ini, Jokowi menjadi presiden yang paling murah hati memberi izin tambang dibandingkan presiden-presiden sebelumnya. 

Sejak menjabat hingga 2022, Jokowi telah memberi izin tambang di wilayah seluas 5,37 juta hektare. Berangkat dari hal itu, Melky juga tidak yakin tata kelola pertambangan akan lebih baik dan berkelanjutan ketika ormas keagamaan terlibat dalam pengelolaannya.

“Justru ada potensi mereka menjadi alat perusahaan-perusahaan untuk dapat izin tambang baru. Ketika pemegang konsesinya ormas keagamaan pun, tidak akan menghapus kejahatan di industri ekstratif,” kata Melky.

Respons Muhammadiyah
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, dikeluarkannya aturan itu merupakan wewenang pemerintah. 

Menurutanya, selama ini belum ada pembicaraan dan penawaran kepada Muhammadiyah terkait pengelolaan lahan tambang itu. "Itu wewenang pemerintah. Sampai sekarang tidak ada pembicaraan dan penawaran untuk Muhammadiyah," kata Mu'ti saat dihubungi, Sabtu (1/6/2024).

Sebelumnya, pemerintah memberikan ruang bagi ormas keagamaan untuk bisa mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) di Indonesia.

Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Beleid ini ditetapkan di Jakarta dan ditandatangani oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Mei 2024. Pemerintah menyisipkan pasal 83A yang mengatur tentang penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK.

"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," bunyi Pasal 83A ayat 1, dikutip Monitorindonesia, Sabtu (1/6/2024).

WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Dalam ayat 3 disebutkan bahwa IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.

Ayat 4 menyebutkan, kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali.

Sementara Ayat 5: Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan I atau afiliasinya. 

Adapun pada ayat 6 disebutkan bahwa penawaran WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada Badan Usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden," isi ayat 7.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebelumnya telah mengidentifikasi jenis Ormas yang berpotensi memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Yuliot mengungkapkan ormas yang dimaksud yakni ormas keagamaan yang aktif dalam bidang ekonomi. 

"Ormas keagamaan yang menjalankan fungsi di bidang ekonomi," ujar Yuliot.

Meski demikian, pemberian IUP kepada ormas keagamaan tersebut masih menunggu revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

"Terkait dengan pengalokasian lahan bagi ormas saat ini masih dalam proses perubahan regulasi PP 96/2021. Mekanisme mengikuti ketentuan pada perubahan PP," tandasnya.