APH Sukar Jerat Menhub Budi Karya Sumadi?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Juli 2024 3 jam yang lalu
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (Foto: Dok MI)
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Dua lembaga penegak hukum kebut-kebutan mengusut kasus dugaan korupsi yang terjadi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

Di Kejaksaan Agung (Kejagung) dugaan korupsi pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode 2017-2019 menyeret Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Sumatra Bagian Utara kini tengah diusut.

Tiga orang mantan pejabat Kemenhub didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp1,15 triliun. Adalah mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Akhmad Afif Setiawan, mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Halim Hartono, serta mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Rieki Meidi Yuwana.

Begitu banyak saksi yang diperiksa dalam kasus ini, tak terkecuali Menhub Budi Karya belum pernah diperiksa Kejagung. Mengapa?

Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum) Kejagung, selalu mengklaim bahwa pemeriksaan saksi untuk memperkuat bukti dan melengkapi berkas perkara. 

Saksi-saksi yang diperiksa tentunya tergantung kebutuhan Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.

Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) menegaskan bahwa, Menteri adalah seoarang pejabat yang bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan pada. Kementerian/Lembaga yang bersangkutan. Maka tak ada alasan bagi Kejagung untuk tidak turut memeriksa Menhub Budi Karya dalam kasus korupsi jalur KA Besitang-Langsa tersebut.

"Toh kita tahu bersama dia (Menhub Budi Karya) sebagai kuasa anggaran, tentunya sangat diperlukan untuk diperiksa juga, jangan hanya mantan dan anak buahnya saja yang diulik terus. Kejagung berani nggak itu," tegas Manajer Investigasi INDECH, Hikmat Siregar kepada Monitorindonesia.com, Jum'at (19/7/2024).

Hikmat sapaannya mendesak Kejagung agar tak pandang bulu memeriksa saksi-saksi, sekalipun dia pembantu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berbeda dengan di KPK. Justru KPK berani memeriksa Menhub Budi Karya soal kasus dugaan korupsi yang juga terjadi di DJKA. Yakni kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait pembangunan jalur kereta api di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa- Sumatera tahun anggaran 2018-2022.

Menhub Budi Karya diperiksa pada Rabu (26/7/2023) lalu. Saat itu dia periksa bersamaan dengan Direktur Jenderal Perkeretaapian Novie Riyanto. Keduanya diperiksa soal pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan proyek tersebut.

Hal ini merupakan dukungan kami terhadap upaya upaya mendukung dan komitmen atas turut memberantas korupsi. Terima kasih kepada KPK yang dengan konsisten dan dengan upaya ini insyaallah KPK dan kami turut serta menghilangkan korupsi di Indonesia,” kata Budi di Gedung ACLC KPK, Rabu sore kala itu.

Belakangan, KPK bahkan tak segan-segan akan memeriksa Menhub Budi Karya lagi. Soalnya berdasarkan fakta persidangan, Direktur Prasarana Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Harno Trimadi yang menyebut banyak kontraktor titipan Menhub dalam proyek pembangunan maupun peningkatan jalur kereta api.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kala itu mengatakan, lembaga antirasuah bakal memeriksa siapapun pihak yang dinilai memiliki andil dalam suatu kasus korupsi.

“Bahkan menteri pun kita akan periksa kalau memang betul-betul di dalam peristiwa tersebut ada kontribusinya terhadap peristiwa tindak pidana korupsi,” kata Asep dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (8/11/2023). 

Asep mengatakan, pejabat yang diduga terkait korupsi bisa diulik mengenai dugaan tindakan atau perbuatan mereka, aliran dana, maupun perintah.  Ketika seorang pejabat memberikan perintah dalam suatu kasus korupsi biasanya diikuti atau terdapat aliran dana mencurigakan. 

"Apakah menerima atau hanya memerintahkan. Karena tentunya untuk memperjelas konstruksi perkara, siapapun akan kita minta keterangan,” tandasnya.

Praktisi hukum pidana Deolipa Yumara menegaskan bahwa pemeriksaan Menhub Budi Karya penting untuk menelusuri soal dugaan adanya kontraktor titipan tersebut. 

"Lagian fakta dalam persidangan itu jadi pintu masuk aparat penegak hukum mendalami keterangan pihak-pihak terkait. Apakah benar atau tidak, tinggal dibuktikan saja, atau bisa dihadirkan di meja hijau itu. Jika saksi itu berbohong ya bisa dijerat pidana juga," kata Deolipa Yumara kepada Monitorindonesia.com, dikutip Jum'at (19/7/2024).

Dijelaskannya, bahwa dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP mengancam hukuman tujuh tahun penjara bagi siapapun dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tertulis, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang ditunjuk untuk itu.

"Siapapun yang disebut dan mempunyai peran dalam rangkaian perbuatan yang duangkapkan di pengadilan, maka harus dihadirkan menjadi saksi tetutama dalam kaitannya dengan pembuktian dakwaan tehadap terdakwa. Lagian KPK juga menyatakan tidak akan ragu memeriksa lagi Menhub Budi Karya itu," tegas mantan pencacara Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu itu. 

Dalam hal ada saksi yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

 "Jadi, meskipun ada saksi yang tidak diperiksa di tingkat penyidikan, namun kemudian diajukan pada saat sidang berlangsung atau sebelum putusan, hal tersebut diperbolehkan," tegasnya.

Sebagai catatan, bahwa keterangan saksi merupakan alat bukti sah yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).

Yang dimaksud dengan saksi, menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Apakah bersih dari dugaan korupsi?
Tentunya ini menjadi tanya. Namun dalam kasus dugaan korupsi perizinan dan banyak proyek pengadaan di lingkungan Kemenhub tahun 2016-2017, nama Menhub Budi Karya ikut terseret.

Meski setiap kali pemeriksaan di KPK, Dirjen Perhubungan Laut Antonius Tonny Budiono selalu menyatakan bahwa Menhub Budi Karya Sumadi sebagai orang baik. Namun, penyidik KPK tidak percaya begitu saja, termasuk pula Ketua KPK Agus Rahardjo (sebelum Firli Bahuri).

Dugaan keterlibatan Menhub Budi Karya ternyata sedari awal telah didalami penyidik, saat pemeriksaan perdana Antonius Tonny Budiono sebagai tersangka kala itu.

Dari pemeriksaan awal itu, Antonius Tonny Budiono mengaku kepada penyidik, bahwa uang-uang yang ditimbun di rumahnya hingga Rp 20 miliar itu hanya untuk dirinya sendiri, bukan untuk pihak lain, termasuk Menhub Budi Karya dan pejabat di Kemenhub.

"Dia (Antonius Tonny budiono saat pemeriksaan) menyampaikan sama sekali tidak ada (aliran uang suap Menhub Budi Karya). Bahkan dia memuji menterinya terus, bilang kalau orang baik," ungkap Agus Rahardjo,  di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2017).

Namun, Agus Rahardjo menegaskan, KPK tidak begitu saja mempercayai pengakuan Antonius Tonny Budiono. Dia bahkan memastikan pihaknya bakal mendalami sejumlah pihak lain yang diduga kecipratan uang dari Antonius Tonny Budiono. ‪"

"Ya itu pernyataan dia (Antonius Tonny Budiono). KPK kan selalu melakukan penelitian lebih lanjut," katanya.

Agus menambahkan, dugaan keterlibatan Menhub Budi Karya ‎bukan tanpa sebab. Sebab, KPK telah mengantongi bukti awal bahwa dugaan suap kepada Antonius Tonny Budiono, terkait perizinan dan banyak proyek pengadaan di lingkungan Kementerian Perhubungan tahun 2016-2017. "Proyek di sana (Kemenhub) kan banyak sekali, tapi saya tidak hafal," beber Agus.

Agus Rahardjo meyakini, selain berasal dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan, diduga uang suap sebesar Rp 18,9 miliar yang disimpan dalam 33 tas ransel berasal dari berbagai pengusaha yang berkepentingan dengan proyek di Kemenhub.

Sewa Helikopter Menhub Budi Karya diduga pakai uang korupsi jalur KA
Salah satu fakta persidangan mantan pejabat Ditjen Perkretaapian Kementerian Perhubungan Harno Trimadi menjelaskan adanya pembiayaan sewa helikonter yang menggunakan uang korupsi tersebut.

KPK memastikan kabar itu akan ditindaklanjuti. Semua informasi baru dalam persidangan kini tengah dianalisis oleh Direktorat Penindakan dan Eksekusi Lembaga antirasuah.

“Semua informasi akan dianalisa dan didalami oleh penyidik terutama yang berkaitan dengan perkara utama yang sedang ditangani,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Jum'at (21/6/2024).

KPK juga membuka peluang untuk memanggil Budi Karya kembali untuk mendalami kasus tersebut. Namun, kebutuhan itu menunggu arahan dari penyidik nantinya. 

“Semua tindakan dalam kerangka penyidikan termasuk panggilan saksi bergantung kepada kebutuhan penyidik untuk memenuhi atau memperkuat unsur perkara yang sedang ditangani,” beber Tessa.

Dalam persidangan, dana untuk penyewaan helikopter itu disebut berasal dari sejumlah pengusaha yang telah terseret kasus suap jalur kereta ini. Harno sendiri sudah dinyatakan bersalah dan divonis lima tahun penjara.

Pada Juli 2023, Budi Karya sempat diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus korups proyek rel kereta api. Usai diperiksa, Budi Karya Sumadi menyatakan dirinya mendukung sepenuhnya KPK untuk menindak kasus dugaan suap di DJKA Kemenhub.

KPK baru saja mengumumkan pengembangan kasus ini dan menahan satu tersangka yakni mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Semarang Yofi Oktarizsa.

“Tersangka YO (Yofi Oktarisza) dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 13 Juni sampai dengan 2 Juli 2024,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/6/2024). 

Asep menjelaskan kasus ini merupakan pengembangan dari persidangan penerimaan suap yang dilakukan Dion Renata Sugiarto. Dalam kasus ini, Yofi merupakan PPK untuk 18 paket pengerjaan lanjutan dan 14 paket pengerjaan baru di lingkungan BTP wilayah Jawa bagian tengah.

Setidaknya, ada empat proyek yang tidak dikerjakan Dion saat Yofi menjabat sebagai PPK. Salah satunya yakni pembangunan jembatan antara Notog-Kebasen paket PK 16.07 dengan nilai Rp128,5 miliar.

Sebagian paket pengerjaan yang didapat Dion dibantu oleh PPK salah satunya Yofi. KPK juga mengendus adanya kongkalikong untuk memenangkan proyek. 

"Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah? Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor". (fn)