Kejagung Tetapkan Crazy Rich Helena Lim Tersangka Korupsi Komoditas Timah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Maret 2024 20:25 WIB
Kejagung Tetapkan Crazy Rich Helena Lim Tersangka Korupsi Timah
Kejagung Tetapkan Crazy Rich Helena Lim Tersangka Korupsi Timah

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan crazy rich Helena Lim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Helena langsung dilakukan penahanan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. 

Dalam kasus ini, Helena dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor Juncto Pasal 56 KUHP.

https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1634025439/01hsxde4ed66dz12mz7a6g7xfq.jpg

Dengan ditetapkan Helena sebagai tersangka, maka total tersangka dalam kasus ini sebanyak 15 orang. 14 orangnya adalah sebagai berikut:

1. SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
2. MBG selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
3. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN)
4. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021.
5. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018.
6. BY selaku Mantan Komisaris CV VIP
7. RI selaku Direktur Utama PT SBS
8. TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN
9. AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP
10. TT, Tersangka kasus perintangan penyidikan perkara
11. RL, General Manager PT TIN
12. SP selaku Direktur Utama PT RBT
13. RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT
14. ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 s/d 2020 PT Timah Tbk.

Dalam kasus ini, Kejagung menduga, ada kerja sama pengelolaan lahan PT Timah dengan pihak swasta secara ilegal.

Diduga pihak swasta tersebut kemudian membentuk beberapa perusahaan boneka untuk mengumpulkan bijih timah tersebut berdasarkan IUP PT Timah.
Diduga, untuk melegalkan kegiatan perusahaan boneka itu, PT Timah menerbitkan Surat Perintah Kerja seolah-olah terdapat kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil mineral timah.

Ada oknum Direksi PT Timah yang diduga menyetujui untuk membuat perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter.

Hasil pengelolaan dari perusahaan boneka itu pun diduga kemudian dijual kembali kepada PT Timah. Sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Diduga, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun sebagaimana perhitungan ahli dari IPB, berdasarkan kerugian akibat kerusakan lingkungan. Kejagung pun masih akan menghitung kerugian keuangan negara.

Berita Terkait