Gara-gara Film Dirty Vote, Timnas AMIN Serukan Masyarakat Menghukum Penguasa

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 12 Februari 2024 12:01 WIB
Flayer Film Dirty Vote (Foto: MI-Aswan/Repro)
Flayer Film Dirty Vote (Foto: MI-Aswan/Repro)

Jakarta, MI - Juru Bicara Timnas AMIN, Iwan Tarigan, menilai film dokumenter Dirty Vote  telah memberikan edukasi dan lileterasi kepada masyarakat tentang bagaimana berpolitik dengan cara yang kotor. Sehingga film tersebut menjadi sumber pengetahuan untuk masyarakat soal politik di Tanah Air.

“Film Dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka,” kata Iwan kepada wartawan, Senin (12/2).

Kata Iwan, mereka telah secara terang-terangan mengungkap kecurangan selama proses Pemilu 2024 berlangsung. Sehingga kekuasaan sangat berperan penting dalam setiap kecurangan yang telah dilakukan.

“Tetapi terencana dengan baik dan butuh waktu yang tidak sebentar dan dana yang sangat besar. Yakni, pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran,” ungkap Iwan.

Kendati demikian, Timnas Amin menyerukan agar masyarakat dapat menghukum orang-orang yang bertanggung jawab atas kecurangan yang masif tersebut. 

“Kami meminta agar masyarakat menghukum penguasa atas perilaku mereka dan kita harus menyelamatkan demokrasi dan Indonesia dari tangan tangan politisi kotor, jahat, dan culas,” tukas Iwan.

Seperti diketahui, Film dokumenter “Dirty Vote” pada Minggu siang dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. 

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu.

Dalam beberapa bagian, ketiga pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu. Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

Sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,“ kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. 

Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI. (DI)