Ormas Keagamaan Mulai Berebut Jatah Kelola Tambang, DPR Minta Pemerintah Cabut PP Nomor 25 Tahun 2024

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 30 Juli 2024 2 jam yang lalu
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Ist)
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengaku sangat prihatin dengan sikap sejumlah ormas keagamaan yang mulai ikut-ikutan tertarik ingin mengelola tambang.

Mulyanto pun mengkhawatirkan fenomena tersebut bisa merusak tata kelola minerba sekaligus menjatuhkan wibawa ormas di mata umat. 

"Fenomena ini seperti kisah Perang Uhud, dimana kaum Muslimin beramai-ramai turun dari bukit Uhud untuk berebut ghonimah (harta pampasan perang), dan meninggalkan tugas pokok pos penjagaan. Ujung-ujungnya umat tidak terurus," kata Mulyanto kepada wartawan, Selasa (30/7/2024). 

Apalagi kata dia, setelah NU dan Muhammadiyah mendapatkan izin mengelola tambang, kini ormas Persatuan Islam (Persis) juga menyatakan ingin mengelola tambang. Bahkan MUI tengah mengkaji untuk ikut memanfaatkan peluang ini.

Sebab itu, Mulyanto pun menyesalkan atas kebijakan pemerintah, karena kondisi ini sangat rawan dan dapat menimbulkan kecemburuan di antara-ormas, bahkan lebih buruknya, bisa jadi yang berikutnya ormas pemuda dan ormas lain yang akan ikut minta konsesi tambang.

"Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menguap. Karena kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor private, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil. Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan," terang Mulyanto. 

"Itulah kenapa dalam UU Minerba, amanat pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi. Karena ini masalah pengusahaan, yang harus dilakukan oleh ahlinya, mereka yang memiliki spesialisasi dan kompetensi," imbuhnya. 

Mulyanto menilai, Pemerintah telah melanggar UU Minerba karena memberikan prioritas khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang. Padahal amanatnya, prioritas hanya diberikan kepada BUMN/BUMD.

Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba ini bertentangan dengan UU No. 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba.  

Khususnya terkait dengan pasal yang mengatur tentang pemberian prioritas penawaran WIUPK (wilayah izin usaha pertambangan khusus) yang merupakan wilayah eks PKP2B kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.

Dalam UU Minerba prioritas diberikan kepada BUMD/BUMD. Pasal 75 ayat (3) dan (4) UU Minerba secara jelas dan tegas mengatur, bahwa prioritas pemberian WIUPK adalah kepada BUMN/BUMD. Sedang untuk badan usaha swasta pemberian WIUPK dilakukan melalui proses lelang yang fair.

Untuk itu, kata Mulyanto, sebaiknya Pemerintah membatalkan aturan pemberian konsesi tambang ini, karena mengingat umur Pemerintahan yang tinggal beberapa bulan lagi. 

"Di detik-detik akhir kekuasaan, Pemerintah jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kekacauan," tukasnya. 

Seharusnya pemerintah menjelang purna tugas, lanjut dia, bersiap-siap pamit mundur dan memberi jalan kepada Presiden Terpilih dengan membuat kebijkan yang tidak membuat kekisruhan. 

"Bukan malah ngegas kejar tayang saat injuri time. Umur Indonesia masih panjang, estafet pengabdian terus mengalir seperti panta rhei. Jadi tidak perlu grasa-grusu," tegas Mulyanto.