Mengungkap Modus Korupsi Iklan Bank BJB

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 15 Februari 2025 03:20 WIB
Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 Tanggal: 06 Maret 2024 (Foto: Dok MI/BPK)
Laporan Hasil Pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 Tanggal: 06 Maret 2024 (Foto: Dok MI/BPK)

Jakarta, MI - Seperti kasus-kasus korupsi lain, keuntungan tindak pidana korupsi biasanya tidak hanya dinikmati segelintir oknum, tapi juga mengalir kepada aktor-aktor lebih penting yang menutup mata atau bahkan memfasilitasi terjadinya korupsi. 

Salah satu korupsi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah korupsi dana iklan Rp200 miliar yang melibatkan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau BJB periode 2021-2023. KPK yang sebelumnya memberikan kisi-kisi bahwa kasus ini tengah diusut rupanya lamban juga digarap.

Status hukum kasus itu pun belum jelas, sudah ke tahap penyidikan atau masih penyelidikan. Memang banyak kasus yang diusut KPK, namun apakah kasus yang terungkap di publik sejak September 2024 lalu itu lupa dari ingatan para penyidik KPK?

Selain melibatkan pejabat internal BJB, kasus ini bisa saja menyeret agensi iklan, pejabat daerah, bahkan auditor negara atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

KPK menduga, Bank BJB telah melakukan markup dana penempatan iklan pada 2021-2023. Totalnya, kurang lebih Rp200 miliar. Penggelembungannya mencapai 100 persen. 

Misal, setiap pemasangan iklan di satu media, seharga Rp200 juta dalam satu kali placement, akan digelembungkan hingga Rp400 juta.

Total uang markup kurang lebih Rp200 miliar dalam kurun waktu 2021-2023 tersebut, mengalir sebagai setoran ke sejumlah pejabat. KPK menduga juga mengalir ke Ahmadi Noor Supit agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghapus soal temuan tersebut.

Sempat dikabarkan, bahwa KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya dari pihak internal BJB, termasuk jajaran petinggi berinisial YR, yang diduga adalah Dirut BJB Yuddy Renaldi. Sementara tiga orang lainnya merupakan pihak swasta. 

Sayangnya, Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK belum menjelaskan lebih jauh. "Pada waktunya nanti akan diumumkan."

Akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, Yoserwan sebelumnya menegaskan bahwa KPK harus bersikap terbuka, dengan segera mengumumkan saja para tersangka dugaan korupsi Bank BJB itu. 

Bisa sudah memenuhi dua alat bukti yang diperoleh secara sah, tak ada alasan untuk menutupi identitas para tersangka.

Mengenai dugaan adanya aliran dana markup yang mengalir ke anggota BPK Ahmadai Noor Supit, KPK tetap bisa mengusut hal ini. KPK juga harus mengusutnya dengan menelusuri aliran dananya, bisa dengan melibatkan PPATK. 

Adapun dugaan mark up dana iklan Bank BJB tersebut terungkap lewat temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Maret 2024 lalu.

Dalam laporan hasil pemeriksaan Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 Tanggal 06 Maret 2024, auditor BPK menemukan sejumlah kejanggalan dalam kegiatan operasional Bank BJB tahun 2021-2023.

Dalam laporan BPK dijelaskan, sepanjang tahun 2021, 2022 hingga semester I 2023, Bank BJB telah merealisasikan beban Promosi sesuai Laporan Keuangan Bank BJB seluruhnya sebesar Rp1.159.546.184.272,00.

Realisasi tersebut antara lain berupa Beban Promosi Umum dan Produk bak sebesar Rp820.615.975.948,00.

"Dari realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, diantaranya sebesar Rp801.534.054.232,00 dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec)," demikian kutipan laporan BPK yang diterbitkan pada 6 Maret 2024 lalu dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (15/2/2025).

Temuan BPK juga menjelaskan bahwa promosi umum dan produk bank tersebut dilakukan bekerja sama dengan enam agensi seluruhnya sebesar Rp341.889.544.020,00.

Kerja sama dengan para agensi inilah yang diduga kuat adanya indikasi kerugian negara dan pelanggaran terhadap aturan pengadaan.

Dalam laporan tersebut, BPK mengungkapkan bahwa auditor telah berulang kali meminta dokumen bukti bayar penayangan iklan dari agensi iklan ke manajemen bank BJB. Tapi tak kunjung dipenuhi.

Temuan BPK inilah yang menjadi pintu masuk KPK dalam mengusut adanya dugaan korupsi di Bank BJB.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat itu sempat menerangkan KPK masih mendalami dugaan mark up tersebut. "Iya, uangnya mengalir ke mana sedang didalami penyelidik/penyidik," katanya.

Sementara itu, Bank BJB dalam keterangan resminya mengatakan selalu menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam setiap kegiatan operasionalnya. "Perseroan senantiasa menghormati semua proses hukum yang berjalan dan bekerja sama sepenuhnya dengan aparat penegak hukum guna memastikan bahwa seluruh proses hukum dilaksanakan secara objektif dan transparan," katanya dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Manajemen Bank BJB mengaku akan menghormati proses hukum yang berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada Rabu (12/2/2024) lalu, Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi soal kasus ini kepada pihak Bank BJB, namun tak merespons sama sekali.

6 Agensi
KPK mencatat enam perusahaan agensi yang menurut dugaan menjadi perantara dalam penggelembungan dana tersebut, yakni PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), PT BSC Advertising (BSCA), dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).

Perusahaan-perusahaan ini menurut dugaan, berperan menyalurkan dana yang tidak transparan kepada pihak-pihak tertentu.

Catatan Monitorindonesia.com, bahwa pada Tahun 2021, 2022 dan Semester I 2023 Bank BJB telah merealisasikan Beban Promosi sesuai Laporan Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten seluruhnya sebesar Rp1.159.546.184.272,00. 

Realisasi tersebut antara lain berupa Beban Promosi Umum dan Produk bank sebesar Rp820.615.975.948,00. Dari realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, di antaranya sebesar Rp801.534.054.232,00 dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec). 

Menurut sumber Monitorindonesia.com yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa “Pengadaan Barang dan Jasa (hususnya iklan) yang membidanginya adalah Divisi Corporate Sekretary (Approver) bank bjb Kantor Pusat, Widi Hartoto sebagai Pemimpin Divisi Corporate Sekretary. Dan dia disebut-sebut salah satu pegawai kepercayaan Yuddy Renaldi Direktur Utama Bank BJB".

Dalam laporan bernomor 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024, diungkap potensi aliran dana dengan nilai mencapai Rp260 miliar yang tidak jelas. Hasil itu didapat auditor negara melalui serangkaian investigasi dan uji petik.

Pihak BJB dan enam agensi iklan diduga tertutup kepada auditor tentang besaran uang yang dibayar ke media massa. Keenam agensi itu adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), PT BSC Advertising (BSCA) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).

Pihak BJB menyiapkan anggaran promosi hingga Rp1,15 triliun. Sebagian besarnnya, yakni Rp820,61 miliar dialokasikan untuk promosi produk bank dan umum di media massa. Laporan BPK menyebutkan sebanyak Rp 341,88 miliar telah digelontorkan kepada enam agensi itu. Para agensi mendapat bayaran berdasar bukti penayangan iklan atau logproof.

Namun, dalam perjanjian kerja sama, agensi tidak diwajibkan oleh BJB untuk melampirkan bukti pembayaran kepada media. Padahal, bukti bayar ini menjadi dasar klaim agensi kepada bank. Hal ini yang menjadi celah terjadinya penggelembungan harga. Saat BPK mengonfirmasi kepada sejumlah media, indikasi mark-up pun terlihat kentara dari total realisasi penayangan iklan di TV, media cetak dan online.

Semisal iklan di TV saja, terdapat 17 media arus utama yang dipasang iklan BJB. Seperti Global TV yang mengonfirmasi ke BPK bahwa bayaran iklan dari agensi sebesar Rp350 juta. Sedangkan, pihak agensi mengklaim bayaran ke BJB mencapai Rp2,66 miliar atau selisih sekitar Rp2,31 miliar. Masih dalam selisih miliaran rupiah, pihak Trans 7 mengonfirmasi biaya iklan yang dibayarkan agensi Rp1,13 miliar. Padahal, klaim yang diajukan agensi tembus berkali lipat hingga Rp8,58 miliar.

Adapun total selisih untuk di media TV saja sebesar Rp28,14 miliar. Jumlah selisih didapat dari klaim BJB untuk belasan TV sebesar Rp37,93 dikurang jumlah hasil konfimasi media yang hanya Rp9,79 miliar. 

Namun, BPK dalam laporannya tidak menyebut itu sebagai kerugian keuangan negara, tetapi hanya ‘pemahalan’. Jumlah selisih yang sarat penggelembungan harga ini berpotensi lebih besar lagi. Sebab, BPK tidak memperoleh akses transaksi dari agensi yang membayar jasa iklan ke media. Para agensi menolak mengeluarkan dokumen transaksi dengan alasan kerahasiaan perusahaan.

“Dokumen tersebut diperlukan untuk menguji kebenaran pelaksanaan penayangan iklan dan biaya penayangan,” petik laporan BPK.

Pimpinan PT CKSB yang mendapat dana proyek sekitar Rp78,46 miliar, beralasan selisih bayar itu sebagai margin atau nilai keuntungan. Dalam keterangannya ke auditor, direktur perusahaanjuga bilang nilai selisih berasal dari fee sebesar 1% yang diatur dalam kontrak dengan BJB. 

Pimpinan Divisi Corporate Secretary yang berstatus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan promosi iklan ini, pun mengatakan, perbedaan nilai margin dan fee tersebut masih dianggap wajar demi keterkenalan produk bank di publik.

Lain itu, jumlah selisih yang didapat agensi ditaksir bisa lebih banyak lantaran tidak terdapat bukti tertulis pemesanan iklan antara pihak agensi dan media. Pun tidak ada di atas hitam-putih ihwal kontrak kerja sama. Sehingga ditemukan beberapa alokasi iklan yang tidak sesuai dengan proyeksi lini masa agensi. Bahkan, ada beberapa iklan muncul dalam sela program TV tertentu, yang sebenarnya tidak tercantum dalam proposal agensi ke BJB.

“Hubungan kerja sama yang selama ini diterapkan dengan media berlandaskan rasa saling percaya,” petik laporan BPK yang merangkum alasan para agensi.

Masih dalam pengkondisian iklan di TV, pihak BJB ternyata tidak mewajibkan penawaran harga pasang iklan yang dipatok media. Sehingga bank mengeluarkan estimasi anggaran semaksimal mungkin, alih-alih menekan anggaran demi efisiensi keuangan di sektor bisnis lain.

Promosi di media online pun tak kalah gelap transparansinya. Pihak PT BSCA disebut BPK mengalihkan kerja promosi iklan ke PT WSBE tanpa pemberitahuan ke BJB. Padahal, kedua perusahaan sudah mendapat dana promosi iklan sebesar Rp50 miliar lebih. Akibat pengalihan kerja tanpa izin ini, BPK melaporkan bahwa anggaran menjadi sia-sia lantaran panjanganya rantai jasa iklan dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Sementara itu, BJB sudah membayar jasa agensi ke PT BSCA sebesar Rp29,86 miliar.

“Potensi pemborosan atas pekerjaan penayangan iklan media online yang dialihkan PT BSCA ke PT WSBE,” petik laporan BPK.

Dalam lingkup iklan yang melibatkan institusi berpusat di Bandung, Jawa Barat, sejumlah PT di atas kerap menang proyek promosi. Semisal PT AM yang mendapat proyek iklan media online dari Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung pada 2023. Proyek iklan medium serupa didapat juga PT CKM. Perusahaan yang terdaftar di Bandung ini menang proyek senilai Rp200 juta. 

Juga, PT WSBE yang mendapat proyek iklan media online dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan nilai pagu Rp505 juta. Semua proyek yang dimenangkan itu melalui mekanisme pengadaan langsung atau tanpa tender.

Untuk dua perusahaan terakhir yang disebut tidak asing dalam industri media massa di Bandung dan Jawa Barat. Media bernama Jabar Ekspres (dulu Bandung Ekspres) di bawah naungan PT WSBE. Sedangkan PT CKM dimiliki oleh Ikin Asikin Dulmatin, yang merupakan pimpinan PT Ayo Media Network. 

Anak Ikin juga pemilik saham PT AM yang dalam proyek iklan dari BJB ini mendapat anggara Rp88,75 miliar. Afiliasi perusahaan juga terlihat antara PT CKMB dan PT CKSB. Saham dua perusahaan yang berlokasi di Jakarta ini dipegang oleh satu orang.

Selain tidak terbuka soal dokumen kontrak dan penayangan iklan di media, penentuan pengadaan proyek juga dipertanyakan. Dalam laporan BPK, keenam agensi menang proyek melalui mekanisme pengadaan, pemilihan dan penunjukan langsung. Mekanisme pengadaan dinilai tidak benar lantaran penentuan yang seharusnya merujuk nilai total transaksi, tapi justru berdasar nilai fee 1-2 persen.

Jika HPS atau harga perkiraan sendiri berdasar nilai fee sekian persen tersebut, maka harga yang terefleksi paling besar hanya Rp1 miliar. Walhasil, nilai itu tidak menghitung dari biaya penanganan iklan. Sedangkan, muatan nilai transaksi yang juga mencakup biaya iklan ke media bisa berjumlah puluhan miliar. Seperti PT CSKB yang mencatatkan nilai transaksi Rp42 miliar pada 2022 untuk promosi iklan di TV dan media online. “Maka metode pengadaan yang akan dipilih seharusnya adalah tender,” petik laporan BPK.

Mekanisme pengadaan secara langsung ini, juga bertabrakan dengan SK Direksi Nomor 0387/SK/DIR-UMU/2020 tentang Standar Operasional Prosedur Pengadaan Barang/Jasa. 

Pengadaan yang bernilai Rp1 miliar ke atas wajib menggunakan skema tender. Manajemen BJB berdalih tidak membuka lelang proyek ini karena khawatir gagal lelang. Namun, klaim ini dalam laporan BPK dimentahkan lantaran tidak ada bukti. (wan)

Topik:

KPK Iklan Bank BJB Bank BJB Korupsi Bank BJB BJB