Pengamat Duga Putusan Tunda Pemilu 2024 Bagian dari Desain Perpanjang Kekuasaan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 5 Maret 2023 18:46 WIB
Jakarta, MI- Direktur Gerakan Perubahan Muslim Arbi menduga bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan pemilu 2024, memang kehendak rezim dalam memperpanjang kekuasaan. Kendati, Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu, telah memutuskan menolak permohonan perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua periode. "Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memutus tunda pemilu dengan dalih gugatan Partai Prima, adalah desain tunda pemilu yang di kehendaki rezim untuk perpanjang kekuasaan," kata Muslim Arbi, dalam keterangannya, Minggu (5/3/23). Menurutnya, bisa saja dengan gonjang ganjing putusan PN Jakarta Pusat ini dijadikan pintu masuk oleh rezim pencinta Kekuasaan Panjang untuk mengeluarkan Perppu tunda Pemilu. "Pucuk di cinta ulam tiba. Pertanyaannya apakah tunda Pemilu versi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdiri sendiri? Atau telah menjadi bagian dari skenario rezim?" tanya Muslim. Satu pertanyaan terakhir, ongkos ketukan palu Hakim PN Pusat itu sudah termasuk biaya perpanjangan masa jabatan Presiden. Kira-kira piro ya? Dibandrol berapa?" tanya Muslim lagi. Diketahui, PN Jakpus memerintahkan KPU RI untuk menunda tahapan Pemilu 2024. Perintah itu tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat KPU. "Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis (2/3/23). Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Maret 2023. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Dalam putusannya, hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu. Atas keputusan itu, Prima mengajukan gugatan secara perdata ke PN Jakpus pada Desember 2022. Dan hasilnya, Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan tersebut dengan memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024. Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) juga mengeluarkan keputusan menolak gugatan masa jabatan presiden terkait UU 7/2017 tentang Pemilu terhadap UUD 1945. Permohonan UU Pemilu yang diajukan oleh diajukan oleh Herifuddin Daulay yang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023. "Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Anwar Usman saat membacakan amar putusan di MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/23) lalu . MK menilai, permohonan ini tidak jauh berbeda dengan Putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022. MK menyatakan tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya. "Oleh karena itu, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 mutatis mutandis berlaku menjadi pertimbangan hukum dalam putusan a quo," ujar hakim Anwar. "Artinya, norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 adalah konstitusional," lanjutnya.

Topik:

tunda pemilu
Berita Terkait