Ahok Enggan Komentari Wacana Duet dengan Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Mei 2024 20:01 WIB
Ahok (Foto: Ist)
Ahok (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok enggan berkomentar soal wacana duet dengan Anies Baswedan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 DKI Jakarta yang tinggal beberapa bulan lagi.

"Tidak ada (komentar atau tanggapan soal wacana itu)," singkat Ahok kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (11/5/2024) malam.

Ahok tak membeberkan alasan enggan mengomentari hal itu. Hanya saja dalam video yang beredar di media sosial dia sempat mengungkit luka lama yang disebabkan oleh pernyataan Anies.

Bahkan dia menyebut Anies bukan negarawan.

Sebagaimana diketahui, pidato Anies saat terpilih sebagai Gubernur DKI pada 2017 lalu sangat kotroversial. 

Hal tersebut lantaran Anies membawa-bawa kata pribumi dalam pidato pertamanya itu.

“Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telur, ayam singerimi. Itik yang bertelur, ayam yang mengerami,” bunyi pidato Anies Baswedan kala itu.

Kala itu Anies terpilih sebagai Gubernur DKI dengan irisan isu agama yang menyangkut nama Ahok.

Setelah enam tahun berlalu, Ahok ternyata tidak lupa dengan apa yang disampaikan Anies kala itu. Inilah yang membuatnya dengan lantang berani menyebut Anies bukan negarawan.

Sebab menurut Ahok, negarawan yang baik bukanlah mereka yang memecah belah rakyat. 

“Bagi saya Anies sangat tidak negarawan. Dia menang saya beri ucapan selamat, soalnya kamu menang atas seizin tuhan kok,” kata Ahok.

“Tapi yang tidak bisa saya terima, ketika Anda menang, Anda pidato memecah belah bangsa. Bahkan Jakarta sudah kembali ke pangkuan pribumi yang dijajah selama ini, itu teksnya di mana-mana. Itu sangat memecah belah bangsa,” ia menambahkan.

Ahok kemudian bertanya kepada pembawa acara, apa yang membuat orang lain bisa mengatakan seseorang sebagai “bukan pribumi.”

Padahal secara Undang-Undang, Ahok sendiri adalah pribumi yang juga tumbuh besar di Indonesia. “Saya ini asli Indonesia sesuai Undang-Undang lho. Apa karena saya namanya Ahok? itu yang tidak betul yang Anies lakukan, bagi saya Anies sangat tidak negarawan,” ungkap Ahok.

Diketahui, pembahasan menduetkan Anies-Ahok ini diketahui telah dibahas di internal PDI Perjuangan. 

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tak menampik bahwa dua nama itu diusulkan oleh Dewan Pimpinan Cabang maupun Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan.

Hasto mengatakan partainya saat ini masih menjaring calon gubernur dan wakil gubernur yang akan diusung di tingkat provinsi. 

"Nama-nama akan tersaring sesuai dengan usulan dari daerah-daerah yang mohon maaf belum kami sebut karena masih melakukan proses pencermatan," kata Hasto, Kamis, (9/5/2024).

Sementara Anies sendiri mengatakan belum memikirkan rencana untuk maju dalam Pilkada setelah kalah dalam Pilpres 2024. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini mengaku butuh istirahat. Begitupun ketika ditanya soal wacana menduetkan dirinya dengan Ahok.

Anies kembali bicara bahwa dirinya bahkan belum memutuskan untuk kembali maju dalam kontestasi politik. Dia mengucapkan terima kasih karena PDI Perjuangan sudah melirik dirinya.

"Saya sangat apresiasi dan buat kami, keterbukaan lintas kelompok, lintas partai itu menandakan kita sama-sama peduli tentang masa depan Jakarta, sama-sama peduli tentang masa depan Indonesia," ujar Anies.

Bagaimana aturan KPU?

KPU menyatakan bahwa Anies-Ahok tak bisa dipasangkan dalam Pemilihan Gubernur Jakarta.

Soalnya, berdasarkan aturan yang ada di dalam Undang-undang Pilkada No 8 Tahun 2015 pasal 7 huruf O, mantan gubernur tidak diperbolehkan maju sebagai calon wakil gubernur di daerah yang pernah dipimpinnya.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU Provinsi DKI Jakarta Dody Wijaya, Jum'at (10/5/2024).

“Saya koreksi dulu ya, aturan itu bukan aturan melarang mantan gubernur untuk maju lagi. Jadi di Undang-Undang tentang Pilkada dalam Pasal 7 ayat 2 huruf O itu, adalah yang dilarang gubernur untuk mencalonkan diri menjadi wakil gubernur di daerah yang sama,” ujar Dody.

"Jadi bukan berarti yang pernah jadi gubernur enggak boleh maju lagi sebagai gubernur, boleh. Tapi kalau menjadi wakil gubernur itu tidak diperbolehkan oleh undang-undang," imbuhnya.