Skenario Kotor dan Desain Kecurangan Pemilu: Mental Culas dan Tahan Malu!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Februari 2024 13:30 WIB
Kota Suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 (Foto: MI/Repro Antara)
Kota Suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 (Foto: MI/Repro Antara)

Jakarta, MI - Film dokumenter berjudul Dirty Vote dirilis di akun Youtube PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan) Indonesia pada Minggu (11/2) bikin heboh di masa tenang pemilihan umum (Pemilu). Cukup membuat heboh, karena isinya yang mengungkap sistem kecurangan yang berpotensi terjadi di Pemilu 2024.

Disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, film ini diisi tiga pakar hukum tata negara yang. Adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Ketiganya mengungkap secara bergantian soal berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya pun diurai dengan analisa hukum tata negara.

Dalam durasi 1 jam 57 menit, 3 pakar hukum tata negara itu menyampaikan dengan gamblang berbagai hal terkain desain kecurangan yang ditemukan di Pemilu 2024. 

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/ae63dad6-874f-4db4-b646-f4fc048718e1.jpg
Film Dirty Vote Bongkar Dugaan Kecurangan Pilpres 2024

Mulai dari ucapan Presiden Jokowi yang berbeda-beda terkait dengan masuknya anak-anaknya ke dunia politik, ketidaknetralan para pejabat publik, wewenang dan potensi kecurangan kepala desa, anggaran dan penyaluran bansos, penggunaan fasilitas publik, hingga bagaimana pelanggaran etik di lembaga-lembaga negara.

"Semua rencana ini tidak di desain dalam semalam, juga tidak didesain sendirian. Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali Pemilu itu sebenarnya disusun bersama. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama," kata Feri Amsari dikutip pada Senin (12/2).

Sementara Zainal menyatakan bahwa, persaingan politik dan perebutan kekuasaan desain kecurangan yang sudah disusun bareng-bareng ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak. "Yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan, dimana dia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," tutur Zainal Arifin Mochtar.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/5835634d-1e74-4875-9688-770dcca484b5.jpg
Pakar hukum tata negara (HTN) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar (Foto: MI/Repro)

Akan tetapi, kata Bivitri Susanti, sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat. Skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah. 

"Karena itu untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuma 2, mental culas dan tahan malu," ungkap Bivitri Susanti.

Wacana Satu Putaran

Caption dalam akun Dirty Vote menyatakan bahwa "Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara".

Zainal pun menyoroti wacana pemilu satu putaran yang terus digaungkan oleh pasangan calon nomor dua. Bila pemilu 2024 berlangsung dua putaran akan tidak menguntungkan bagi kubu Prabowo-Gibran karena berpotensi kalah. Meski dalam berbagai lembaga survei selalu memimpin.

Seperti yang terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, pasangan Ahok-Djarot yang kita ketahui didukung Presiden Jokowi senantiasa secara konstan memenangkan posisi paling atas dari semua survei. 

"Hasil itu terbukti sehingga pada putaran pertama, mereka menang paling atas dan diikuti Anies Baswedan-Sandiaga Uno,” kata Zainal.

Tetapi yang terjadi adalah putaran kedua keadaan tersebut berbalik. "Mengapa berbalik? karena bersatunya kekuatan pengkritik atau bersatunya kekuatan yang melawan orang yang paling teratas itu Anies dan AHY, seakan-akan memiliki angka penjumlahan antara jumlah suara Anies dan AHY pada saat itu,” beber Zainal.

Terlebih lagi, saat ini, mulai muncul gerakan yang namanya “gerakan empat jari”. “Gerakan 4 jari itu seakan-akan menjadi tawaran, simbol bahwa ke depan dalam pilpres kali ini adalah penggabungan kekuatan 01 dan 03 melalui gerakan empat jari atau gerakan 04,” ungkap Zainal.

Kolaborasi Jokowi dan Prabowo

Wacana satu putaran pada pilpres 2024 ini pun semakin dibongkar oleh Feri Amsari yang membeberkan kalau kemungkinan itu bisa terwujud dengan bersatunya Jokowi dan Prabowo.

Hal tersebut terlihat dari peta sebaran yang menjadi syarat bila ingin pelaksanaan pilpres hanya satu putaran. "Dalam Pasal 6A ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tertuang, pasangan capres-cawapres bisa dilantik bila mendapatkan suara lebih dari 50 persen jumlah suara, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia," ungkap Feri.

Feri merincikan, Pulau Jawa yang merupakan populasi penduduk terbanyak dengan jumlah suara mencapai 115 juta, belum tentu menjamin. Sebab, sebarannya hanya enam provinsi saja.

Berbeda dengan Pulau Sumatra yang menurunnya sangat menentukan, karena memiliki 10 provinsi. Ditambah lagi pada waktu pemilu 2014 dan 2019, Jokowi dan Prabowo saling berebut suara.

“Logika jika kedua pihak itu bergabung, maka dengan sendirinya pasangan Prabowo-Gibran akan sangat mendominasi di Pulau Sumatera,” kata Feri.

Tak hanya Pulau Sumatera yang dianggap menjadi penentu. Feri menyebut, Pulau Papua yang sekarang telah memiliki enam provinsi akan sangat dipertimbangkan. Padahal dari enam, ada empat provinsi yang merupakan hasil pemekaran dan bisa langsung ikut pemilu 2024.

“Sementara Provinsi Kalimantan Utara yang diresmikan pada tahun 2013, harus menunggu enam tahun hingga 2019 baru bisa ikut pemilu,” tuturnya.

Menurut Feri, Pulau Papua merupakan lumbung suara bagi Presiden Jokowi pada pemilu 2014 dan 2019. "Sehingga ketika Prabowo-Gibran didukung Jokowi, maka besar kemungkinan suara itu akan beralih. Serta, pada saat Jokowi menang di Papua tahun 2014, yang menjadi Kapolda kala itu adalah Tito Karnavian yang sekarang sebagai Menteri Dalam Negeri," cetus Feri.

Penunjukan Penjabat (Pj)

Momen kecurangan lainnya, kata Feri adalah penunjukan 20 Penjabat (Pj) Gubernur dan 182 Pj Bupati/Walikota yang langsung dipilih oleh Presiden Jokowi.

Penunjukan itu dianggap sangat rawan, terutama pada daerah yang memiliki jumlah penduduk besar. Karena memungkinkan adanya pengerahan besar-besaran untuk mendukung calon tertentu yang didukung Jokowi.

Hal tersebut pun terbukti dengan adanya pakta integritas Pj Bupati Sorong yang diperlihatkan Feri Amsari dalam film Dirty Vote. Dalam pakta integritas itu, Pj Bupati Sorong menyetujui untuk memenangkan Ganjar Pranowo sebagai Presiden dengan jumlah suara 60 persen lebih.

Zainal menambahkan, penjukkan Pj kepala daerah itu sangat rawan karena dapat menimbulkan potensi kecurangan dalam pelaksanaan pemilu. Mulai dari memobilisasi birokrasi, izin lokasi kampanye, dan memberikan sanksi atau membiarkan kepala desa yang tidak netral.

"Bukti nyatanya, yaitu pelaksanaan deklarasi desa bersatu mendukung Prabowo-Gibran yang diikuti delapan organisasi desa. Jumlah organisasi tersebut, setara dengan 81 juta suara atau sepertiga daftar pemilih tetap di Indonesia," kata Zainal.

Namun, dari Bawaslu DKI Jakarta hanya memberikan sanksi teguran saja atas pelaksanaan kegiatan deklarasi itu.

Pengerahan desa untuk memenangkan salah satu pasangan ini tambah masif. Di Jawa Tengah, sejumlah kepala desa mendapat intimidasi dari oknum anggota kepolisian.

Mereka dikaitkan dengan kasus penyelewengan dana desa. Jika ingin tidak dipermasalahkan, maka harus dikonversi dengan mendukung salah satu pasangan.

Dugaan Penyelewangan Bansos

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti ikut turut membeberkan kecurangan pemilu 2024 yang terjadi. Ia mengungkap, salah satu kecurangan itu adanya penyelewengan bantuan sosial (bansos).

Pertama, bansos yang sejatinya tanggung jawab negara untuk diberikan kepada masyarakat, malah dipolitisasi oleh pejabat negara, yakni Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.

Keduanya mengatakan, kalau bansos merupakan pemberian dari Presiden Jokowi. Sehingga masyarakat diminta berterima kasih kepada Jokowi dan ketika pencoblosan memilih yang memberikan bansos.

Bivitri juga mengatakan, kalau dana bansos menjelang pemilu selalu lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Bahkan, anggaran bansos pada tahun 2024 lebih besar dibandingkan saat pandemi Covid-19. Data pembagiannya pun tidak menggunakan data kesejahteraan terpadu Kementerian Sosial,” ungkapnya.

Kecurangan yang dilakukan juga terlihat dari pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh masing-masing pasangan. Dari tiga pasang ini, Bivitri mempertanyakan izin cuti kampanye para menteri yang terlibat.

Misalnya, Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan dan Calon Presiden Nomor 2 dan Mahfud MD sebagai Menkopolhukam dan Calon Wakil Presiden Nomor 3. “Kita sering melihat mereka berkampanye, tetapi sampai saat ini tidak pernah terlihat surat izin cutinya. Termasuk, para menteri yang masuk sebagai tim sukses dan yang terselubung melakukan kampanye ketika berkegiatan di daerah,” jelas Bivitri.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/01263e3f-f488-4d4b-ae82-55a2bd026d50.jpg
Bivitri Susanti saat menjelaskan sebaran bansos oleh Joko Widodo (Foto: MI-Aswan/Repro)

Salah satu yang menjadi perhatian publik juga, katanya, yaitu aturan berkampanye bagi seorang Presiden. Dalam Undang-Undang pemilu, benar kalau Presiden diperbolehkan kampanye. 

"Hanya saja ada syaratnya. Harus mengajukan cuti, tidak pakai fasilitas negara kecuali pengamanan, memperhatikan tugas negara dan pemerintah, serta dilarang melakukan tindakan da merugikan salah satu paslon."

“Kerap kali Presiden dalam berbagai kesempatan dan tidak cuti, melakukan pertemuan dengan para menteri yang berkoalisi dengan salah satu paslon. Pertanyaannya, mengapa menteri lain tidak diperlakukan seperti itu juga,” tegas Bivitri.

KPU Terlibat?

Kecurangan yang dilakukan dalam pemilu 2024 ini tak hanya berasal dari eksekutif. Sebagai penyelenggara pemilu pun, KPU ikut terlibat. Contohnya, saat tahapan verifikasi partai Gelora yang datanya dimanipulasi.

Kemudian, ada upaya kesengajaan membuat salah satu partai politik diterima agar memiliki lawan yang sepadan. Partai Ummat dengan PAN, PKN dengan Demokrat, dan Partai Gelora dengan PKS.

KPU juga telah sering kali dijatuhi pelanggaran etik dalam pelaksanaan pemilu 2024. Tercatat, Ketua KPU, Hasyim Asyari telah dijatuhi tiga sanksi etik, dua di antaranya merupakan sanksi teguran keras terakhir.

Setelah masing-masing memaparkan kecurangan yang terjadi, tiga ahli hukum tata negara ini melanjutkan dengan membongkar kecurangan dalam praktik di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kecurangan yang terjadi di MK ini, dianggap oleh ketiganya merupakan peta jalan matinya demokrasi Indonesia. Pasalnya, gugatan dari seorang mahasiswa bernama Almas yang memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka, anak Jokowi sebagai calon Wakil Presiden itu sangat tidak masuk akal.

“Awalnya gugatan itu selayaknya gugatan biasa, didaftarkan seperti biasa yang menginginkan syarat menjadi calon presiden maupun calon wakil presiden diubah menjadi pernah berpengalaman sebagai kepala daerah,” kata Zainal.

Gugatan itu masuk di waktu yang berbeda dengan tiga gugatan sebelumnya dengan materi sama. Gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menginginkan batas usia diubah dari 40 ke 35 tahun. 

Gugatan lainnya, yani dari Partai Gelora dan lima kepala daerah yang ingin mengubah syarat tersebut dengan berpengalaman sebagai penyelenggara negara.

“Pada 5 September 2023 gugatan Almas dilakukan pemeriksaan. Setelahnya, pada 12 September, Almas memperbaiki permohonannya menjadi berpengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Bivitri.

Zainal melanjutkan, pada tanggal 19 September 2023 hakim MK pun melaksanakan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada tiga gugatan sebelum Almas. Ketiga gugatan ditolak dan pada rapat itu Ketua MK, Anwar Usman tidak hadir.

“Anwar mengaku dia tidak bisa ikut karena ada konflik kepentingan. Kabar lainnya, dia tidak ikut karena sakit,” katanya.

Sementara pada RPH tanggal 21 September 2023 yang membahas permohonan Almas, Anwar ikut saat itu.

“Menariknya, delapan hari setelah RPH, tanggal 29 September 2023, Almas mencabut gugatannya. Namun, keesokannya harinya, Sabtu, 30 September 2023 yang merupakan hari libur, Almas kembali memasukkan gugatannya. Pada hari itu, Ketua MK berkantor dan meminta panitera masuk kerja,” kata Feri.

https://mili.id/content/uploads/feri_amsari_pakar_hukum_tata_negara.jpg
Pakar hukum tata negara, Feri Amsari (Foto: MI/Repro)

Uniknya perkara ini, lanjut Feri, seharusnya ketika ada pencabutan gugatan, MK melakukan sidang penetapan untuk mencabut. Sidang tersebut sama sekali tidak diadakan, malah mengadakan sidang konfirmasi permohonan Almas tetap diproses tanggal 3 Oktober 2023. “Sidang konfirmasi permohonan itu tidak ada dalam hukum acara MK,” tegas Feri.

MK pun tetap melanjutkan proses permohonan Almas dan hakim kembali menggelar RPH kedua untuk permohonan tersebut tanggal 5 Oktober 2023. Berselang empat hari, hakim MK kembali menggelar RPH untuk permohonan yang sama.

“Ini menarik, biasanya RPH berulang kali itu menandakan permohonannya jelimet. Atau ada pertarungan perkara yang penting. Atau barangkali pemohon menghadirkan logika yang canggih dan pembuktian yang luar biasa,” jelas Zainal.

Tetapi kalau dilihat dari permohonan yang diajukan Almas, dirinya tidak cukup yakin alasan RPH digelar berulang kali. Sebab, permohonan yang diajukan, alat buktinya ada tiga, yaitu KTP, fotokopi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, dan dokumen Undang-Undang Dasar.

“Jadi tidak ada sebenarnya logika argumentasi yang memadai untuk diperdebatkan secara hukum. Namun, harus ada tiga RPH untuk membahas permohonan Almas,” tambah Zainal.

Bivitri juga menyadari, bahwa dalam perkara ini tidak ada sama sekali sidang saksi dan ahli untuk membahas permohonan Almas.

Alhasil, pada tanggal 16 Oktober 2023, hakim MK pun memutuskan keempat perkara tersebut. Perkara yang menjadi gugatan PSI, Partai Garuda, dan lima kepala daerah ditolak semua. Sementara gugatan yang digugat oleh Almas, dikabulkan oleh MK.

https://static.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/0x0/webp/photo/p2/238/2024/02/11/DIRTY-VOTE-46756651.jpg

“Amar putusan yang dikeluarkan MK pun sangat berbeda dengan permohonan Almas. Almas memohon agar yang berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Sedangkan putusan MK, pernah/sedang menduduki jabatan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” beber Bivitri.

Sekedar tahu, bahwa film ini melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI. (wan)