Tak Miliki Empati ke Warganya, Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor Sebaiknya Mundur

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 9 Juli 2021 06:00 WIB
Monitorindonesia.com - Direktur Riset Indonesian Presidential Studies (IPS) Arman Salam menilai Kasus Ibu melahirkan yang pulang jalan kaki sambil menandu sejauh 3,5 kilometer di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) Sumatera Utara sangat ironis dan memalukan. Apalagi, seorang Bupati lantas mencela kejadian tersebut dengan melontarkan pernyataan yang menyinggung perasaan publik. Pernyataan sang Bupati sebagai bukti bahwa dia tak memiliki empati kepada warganya ditengah kesusahan.  Kasus Ibu pasca melahirkan yang dibawa tandu oleh suaminya supaya nyaman diperjalanan adalah fenomena ketidak becusan Bupati Dosmar Banjarnahor memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya. "Pembangunan infrastruktur yang kurang serta ketersedian transportasi umum yang nyaman adalah tanggungjawab seorang pemimpin," ujar Arman Salam menanggapi kelakuan Bupati Dosmar Banjarnahor terhadap warganya, Kamis (8/7/2021) malam. Arman mengatakan, jika sang Bupati tidak mampu memberikan pelayanan yang prima lebih baik pejabat model itu mundur dari jabatannya. "Dan bukan malah mencela dan mengelak tanpa verifikasi berusaha menutupi ketidakbecusannya dalam memimpin," ucap Arman prihatin. Menurutnya, gaya kepemimpinan yang feodal seperti itu sudah tidak berlaku di zaman modern. Semua kepala daerah di Indonesia berlomba memberikan pelayanan yang baik buat masyarakatnya bukan malah mengelak dan menganggap sepele kasus tersebut. Diberitakan sebelumnya, peristiwa seorang ibu yang baru melahirkan ditandu oleh warga di Humbahas terekam video dan kini viral di media sosial. Dalam video, ibu bernama Fransiska Waruhu (36) yang baru melahirkan, harus ditandu oleh suaminya, Naik Harianja (40), bersama sejumlah warga dari Puskesmas Parlilitan, Kabupaten Humbahas, menuju tempat tinggalnya yang berjarak lebih dari 3,5 kilometer. #Bupati Humbahas Dalam video terlihat kondisi jalan yang rusak parah. Jalan bertabur batu berukuran kecil hingga berukuran besar di sepanjang jalan menuju kediaman keluarga tersebut di Dusun Nambadia, Desa Sihostaga, Parlilitan, Humbahas. Kondisi tersebut menjadi alasan suami dan warga memutuskan untuk menandu Fransiska Waruhu yang baru saja usai menjalani persalinan. Bupati Humbahas, Dosmar Banjarnahor membantah kenyataan yang termuat dalam video tersebut. “Sebenarnya kita tidak tahu yang di tandu itu orang atau tidak. Tidak ada orang kita lihat dalam tanduan itu,” ungkap Dosmar kepada wartawan di Mapolres Humbang Hasundutan, di sela-sela HUT Bhayangkara ke-75 pada Kamis (1/7/2021) lalu. Arman melanjutkan, pejabat negara atau kepala daerah hakekatnya adalah pelayan publik,  karena gaji dan semua keperluan dalam penyelenggaraan pemerintahan baik pusat maupun daerah berasal dari pajak yang diberikan masyarakat kepada negara. Sebagai pelayan maka, Bupati Dosmar secara etik harus melayani masyarakat. Sehingga sangat tidak benar jika pejabat atau kepala daerah merasa sebagai orang yang paling berkuasa bahkan bisa berbuat seenaknya. Di negara maju dimana pejabatnya memiliki kesadaran sebagai pelayannya tinggi sangat mengedepankan kepentingan masyarakatnya dibanding kepentingannya sendiri. "Paradigma yang terjadi dibanyak wilayah di Indonesia banyak pejabat yang merasa sebagai raja bahkan semua bawahan dan masyarakat harus tunduk dan hormat kepadanya.  Itu adalah pemahaman yang salah dalam konteks pelayanan prima justru pejabatlah yang harus tunduk kepada kepentingan masyarakat sebagai bentuk dari bagian pelayanan," tandas Arman Salam.[Saut Maruli Tua Silaban] #Bupati Humbahas

Topik:

Bupati Humbahas Dosmar Banjarnahor Tak Miliki Empati