Tegas, Burhanuddin Ingatkan Jaksa Jangan Sekali-kali Gadaikan Hati Nurani

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 2 September 2021 10:28 WIB
Monitorindonesia.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki dan untuk lebih memanusiakan manusia di hadapan hukum, maka penerapan hukum berdasarkan hati nurani adalah sebuah kebutuhan dalam sistem peradilan pidana Indonesia "Hati nurani harus menjadi dasar pertimbangan setiap pegawai kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan serta dalam pengambilan keputusan," kata Burhanuddin saat membuka Rapat Kerja Teknis Bidang Tindak Pidana Umum Tahun 2021 di Jakarta, Kamis (2/9/2021). Ia pun berharap kejaksaan dikenal publik sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan keadilan restoratif (restorative justice), sehingga kejaksaan di kenal melekat di mata masyarakat sebagai institusi yang mengedepankan hati nurani dan penegak keadilan restoratif. "Kejaksaan harus mampu menegakan hukum yang memiliki nilai kemanfaatan bagi masyarakat," harapnya seraya menegaskan bahwa jaksa adalah pengendali perkara yang menentukan dapat atau tidaknya suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan. Sebab menurut Burhanuddin, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan suatu bentuk diskresi penuntutan oleh penuntut umum. Karena itu, dirinya membutuh jaksa yang pintar dan berintegritas, bukan jaksa melakukan penuntutan secara asal tanpa melihat keadilan di masyarakat. "Sumber dari hukum adalah moral. Dimana dalam moral ada hati nurani. Jadi jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani, karena itu adalah anugerah termurni yang dimiliki manusia dan itu adalah cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang," tegas dia. Melanjutkan pernyataanya, Burhanuddin mengingatkan bahwa pegawai kejaksaan adalah "man of law" yang artinya merupakan pejabat yang paham dan mengerti bagaimana hukum itu diterapkan. "Dengan menggunakan hati nurani sebagai dasar pertimbangan dalam tiap proses penuntutan, kejaksaan akan melahirkan keadilan hukum yang membawa manfaat dan kepastian hukum untuk semua pihak," ujarnya. Kesempatan itu, Jaksa Agung Burhanuddim juga memaparkan hasil kerja lembaga yang dipimpinnya beradasarkan laporan 22 Juli 2020 sampai 1 Juni 2021. Dia menyebut ada 268 perkara yang berhasil dihentikan berdasarkan keadilan restoratif. "Adapun, tindak pidana yang paling banyak diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah tindak pidana penganiayaan, pencurian, dan lalu lintas," bebernya. (Ery)

Topik:

jangan gadikan hati nurani