Kasus MBG vs Gagal Ginjal Akut


Jakarta, MI - Anak-anak Indonesia menjadi korban kasus keracunan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kasus gagal ginjal akut. Dua kasus ini memang terjadi di rezim pemerintahan yang berbeda. Namun publik perlu tahu korbannya adalah anak-anak yang sebagai generasi penerus bangsa, menuju Indonesia Emas 2045.
Merespons kasus keracunan MBG, pemerintah bilang evaluasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan standar higienis jadi prioritas. Bahkan, Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan, bilang SPPG bermasalah ditutup sementara untuk dilakukan evaluasi dan investigasi.
Salah satu evaluasi yang utama adalah soal kedisiplinan dan kualitas makanan di seluruh SPPG, serta sterilisasi seluruh alat makan dan perbaikan proses sanitasi—khususnya kualitas air dan alur limbah. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) yang selama ini jadi syarat, kata Zulkifli, kini "wajib hukumnya" agar kasus keracunan tak terulang lagi.
"SLHS, sertifikat laik higienis dan sanitasi, wajib untuk SPPG," kata Zulkifli Hasan dalam konferensi pers, Minggu (28/9/2025).
Selain itu, pemerintah telah meminta Menteri Kesehatan untuk menginstruksikan puskesmas dan unit kesehatan sekolah (UKS) ikut secara akitf memantau SPPG secara rutin, berkala.
"Semua langkah ini diambil secara terbuka agar masyarakat yakin makanan yang disajikan aman, bergizi bagi seluruh anak Indonesia," tegas Zulkifli.
Ada perbedaan data yang dikumpulkan Badan Gizi Nasional (BGN) dan lembaga kajian Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) terkait jumlah kasus keracunan MBG.
BGN melaporkan terjadi lebih 4.600 kasus keracunan MBG sejak Januari hingga September 2025, dengan kasus terbanyak terjadi di Pulau Jawa.
Sementara, menurut CISDI, tercatat 7.119 kasus keracunan MBG di sejumlah wilayah per 25 September 2025.

Sebelumnya, muncul dua opsi untuk tetap menghentikan sementara dengan evaluasi menyeluruh atau menghentikan dengan mengalihkan anggarannya untuk pendidikan.
Opsi ini mengemuka dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan para warga yang mulai was-was karena anak-anaknya selama ini menerima MBG di sekolahnya.
Akhir Juni lalu, kasus keracunan MBG tercatat 1.376 anak. Hanya dalam tiga bulan, siswa sekolah hingga guru yang mengalami keracunan menggelembung empat kali lipat.
Bahkan pekan kemarin, peristiwa keracunan terjadi di dua lokasi berbeda. Pada Rabu (17/9/2025), lebih dari 300 anak keracunan MBG di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tenggah. Sehari setelahnya, sebanyak 569 anak mengalami hal serupa di Garut, Jawa Barat.
Founder dan CEO lembaga kajian Central for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Saminarsih berkata, kasus keracunan akibat MBG ibarat fenomena puncak gunung es.
Menurutnya, angka jumlah kasus sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak, karena dia menilai, pemerintah sejauh ini belum menyediakan dasbor pelaporan yang bisa diketahui publik. Presiden Prabowo Subianto dalam pidato dan video capaian kerjanya hanya fokus pada jumlah penerima yang telah mencapai 21 juta anak.
Para orangtua murid mulai khawatir dan berpikir lebih baik dana MBG dialihkan pada perbaikan pendidikan.
Apalagi dari sekolah juga muncul surat persetujuan terkait MBG yang seolah menekan orangtua dalam bentuk pertanggungjawaban, baik jika mengalami keracunan hingga kehilangan tray makan.
Di media sosial, beredar juga surat tersebut. Bahkan di dalamnya bertuliskan tidak boleh memberikan informasi keluar apabila ada kasus keracunan.
Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan tidak pernah mengeluarkan surat-surat tersebut. Ia pun mengaku tengah melakukan evaluasi terhadap kejadian luar biasa ini. Sejumlah langkah dilakukan, kata Dadan, dan salah satunya adalah pembentukan Satgas KLB.
Apa perlu dihentikan sementara?
Lembaga kajian Central for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), juga mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara program MBG secara menyeluruh.
"Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025," kata Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih, Minggu (21/9/2025).
"Demi mencapai target yang sangat masif itu, program MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik," tambah DIah.
Meski dirancang untuk meningkatkan status gizi anak, MBG sejak awal tidak dipersiapkan secara matang dari aspek regulasi, keamanan pangan dan kecukupan nutrisi hingga monitoring dan evaluasi.
Selain kasus keracunan akibat makanan tidak layak atau tidak higienis, menu MBG di banyak sekolah diwarnai produk pangan ultra-proses (ultra-processed food) dan susu berperisa tinggi gula.
Diah menambahkan, maraknya kasus keracunan serta masifnya produk pangan ultra-proses dalam menu MBG juga merupakan bentuk pelanggaran hak penerima manfaat program ini, khususnya anak usia sekolah.
Untuk itu, Diah menyampaikan butuh evaluasi menyeluruh dengan memberhentikan sementara program ini.
"Klaim pemerintah bahwa program ini dapat disempurnakan sembari berjalan terbukti gagal karena kasus keracunan terus berulang dan bertambah. Apabila pemerintah bersikukuh menjalankan MBG tanpa evaluasi total, dikhawatirkan kasus keracunan MBG akan terus terjadi dan mengancam kesehatan anak-anak," beber Diah.
"Sementara, upaya pemerintah untuk memulihkan hak anak yang menjadi korban keracunan masih belum jelas," tambahnya.
Paralel dengan moratorium MBG, CISDI juga mendorong pemerintah segera mengatasi persoalan transparansi dan akuntabilitas yang selama ini menghambat publik untuk terlibat mengawasi pelaksanaan program ini.
"Sembari menjalankan moratorium, pemerintah perlu segera membuka kanal pelaporan dan memproses segera aduan publik sebagai langkah awal dari upaya pemulihan hak korban atas kerugian yang ditimbulkan dari kasus keracunan dan makanan yang tidak layak," kata Diah.
Menurut Diah, akuntabilitas program MBG saat ini patut dipertanyakan. Dengan klaim telah berlangsung di 38 provinsi dengan jumlah penerima manfaat MBG diklaim mencapai 22 juta.
Akan tetapi, angka tersebut tidak dapat diverifikasi karena minimnya informasi yang dapat diakses publik, tambahnya. Serapan anggaran MBG per September 2025 pun hanya sebesar Rp13,2 triliun. Angka ini setara 18,6% dari alokasi APBN untuk MBG sebesar Rp71 triliun.
MBG Investasi masa depan anak bangsa
MBG menjadi salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subiatno sebagai investasi signifikan bagi masa depan generasi muda Indonesia.
"MBG adalah program prioritas dan unggulan Presiden Prabowo, dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045. Program besar dengan tujuan investasi dan kecerdasan masa depan anak bangsa tentunya memang tidak mudah untuk dilaksanakan dengan baik dan sempurna," kata Direktur Aspirasi Murni Masyarakat (AMM) Pran Shaleh Gultom kepada Monitorindonesia.com, Rabu (24/9/2025).
Pastinya, tambah Pran, di awal akan menemukan banyak masalah. Maka untuk itu ini saat yang tepat untuk Badan Gizi Nasional (BGN) mengevaluasi program MBG ini. "Sangat diperlukan ketelitian dan kehati-hatian apalagi ini menyangkut makanan untuk kesehatan anak," tegasnya.Kelontong
Namun, ungkapnya, bukan berarti karena beberapa kasus keracunan anak sekolah program ini di hentikan atau dialihkan. "BGN yang diamanahi tugas untuk menyukseskan progam MBG ini saatnya untuk benar-benar melakukan pengawasan ekstra ketat terlebih pada dapur-dapur yang telah ditunjuk sebagai penyedia," katanya.
Bila perlu, ujarnya, BGN melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap dapur-dapur produksi makanan. Dan yang terpenting standar dan penunjukan dapur pelaksana harus jelas aturannya. Profesionalisme dalam program ini harus benar-benar ditunjukkan.
"Pemilik dapur jangan hanya memikirkan keuntungan semata, sudah saatnya ikut bahu-membahu dan ikut berkontribusi demi kemajuan anak bangsa," sebutnya.
Jika dirinci, sebenarnya banyak dapur penyedia yang bagus dan telah teruji kualitasnya. "Namun, cukup disayangkan juga karena beberapa kasus keracunan belakangan ini membuat para orang tua cemas takut jika anaknya keracunan di sekolah bahkan sampai menimbulkan trauma," tandasnya.
Menkes bicara
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti berulangnya kasus keracunan pangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat.
Sejak September lalu, sedikitnya 1.315 anak dilaporkan sakit dengan gejala mual, pusing, muntah, hingga sesak. Mayoritas telah sembuh, namun lima anak masih dirawat.
Budi menjelaskan, penyebab keracunan massal paling banyak bersumber dari kontaminasi bakteri, diikuti virus, serta senyawa kimia berbahaya yang mungkin merusak makanan.
Ia menyebut pemerintah kini memperkuat kapasitas laboratorium di tingkat kabupaten dan kota dengan menyiapkan reagen khusus untuk uji mikrobiologi dan toksikologi.
“Jika kita mengetahui jenis bakteri atau virusnya, kita bisa menentukan pengobatan yang tepat sekaligus menganalisis sumbernya,” kata Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (1/10/2025).
Selain bakteri, kontaminasi bahan kimia juga berisiko, misalnya nitrit pada sayur, histamin pada ikan tidak segar, atau makanan fermentasi dengan kadar histamin tinggi. Zat tersebut bisa menimbulkan ruam, gatal, hingga rasa terbakar di mulut.
Menurut Budi, penguatan laboratorium daerah penting untuk mencegah kasus serupa terulang. “Setiap kabupaten dan kota harus siap melakukan penelitian mikrobiologis dan toksikologi. Hasil awal sudah kami lihat, dan reagen akan terus disiapkan untuk mempercepat deteksi,” ujarnya.
Sejumlah bakteri yang sering muncul dalam kasus keracunan Makan Bergizi Gratis antara lain:
- Salmonella—umumnya dari daging, telur, atau susu mentah.
- Escherichia coli—sering ditemukan pada daging dan produk hewani kurang matang dengan gejala berat seperti kram perut dan kencing berdarah.
- Bacillus cereus—biasa tumbuh pada nasi, pasta, atau kentang yang tidak disimpan dengan benar; serta staphylococcus—bisa menular melalui daging atau susu yang tidak dipasteurisasi.
Potensi dugaan pelanggaran HAM
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah mengatakan pihaknya telah menerjunkan tim investigasi untuk mengumpulkan fakta dan informasi terkait dugaan pelanggaran HAM.
"Terkait dengan MBG, ini Komnas HAM sudah mengumpulkan fakta dan informasi soal keracunan di berbagai wilayah," kata Anis usai rapat bersama Komisi XIII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
Anis mengatakan pihaknya akan segera menyampaikan soal sikap Komnas HAM. Dia memastikan dalam waktu 1-2 hari hasil temuan Komnas HAM akan diungkap ke publik.
"Nanti akan kami sampaikan kasus-kasusnya itu dan dugaan potensi pelanggaran HAM-nya di mana, lalu rekomendasi kita kepada pemerintah seperti apa. Tetapi kami menaruh atensi terkait dengan kasus MBG ini," ungkapnya.
Saat ini tim investigasi masih melakukan identifikasi kasus. Anis mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan pihak terkait lainnya mengenai hasil temuan nanti.
"Saat ini sedang melakukan identifikasi awal kasus-kasus di berbagai wilayah untuk kemudian pemeriksaan kami buat sikap dan nantinya akan turun ke lapangan, untuk menyusun satu rekomendasi yang tentu diharapkan ini bisa memperbaiki tata kelola agar tidak terjadi kasus-kasus di kemudian hari," tuturnya.
BGN bisa apa?
Kepala BGN Dadan Hindayana mengaku segera melakukan evaluasi menyeluruh dengan membentuk Satgas KLB. Namun untuk sejumlah lokasi yang terdampak, yang terbaru di Banggai dan Garut, Dadan sudah memeriksa persoalannya dan menghentikan sementara operasi SPPG yang mengeluarkan makanan tersebut.
Penghentian sementara ini durasinya tergantung pada tingkat permasalahannya. Kejadian di Bogor, kata Dadan, butuh waktu yang lama karena harus merenovasi bangunan SPPG yang digunakan.
Namun, ada juga yang dalam sepekan atau dua pekan sudah beroperasi kembali.
"Jadi, di Banggai ini sebetulnya kan SPPG-nya sudah lama berjalan, bukan SPPG baru. Selama ini juga kegiatan sudah rutin, berjalan dengan baik, tidak pernah ada kejadian. Menu yang disajikan kemarin yang menyebabkan anak banyak ke alergi itu menu yang sudah biasa dilakukan," ucap Dadan.
"Tapi ternyata kemudian di sana terjadi pergantian supplier ikan cakalangnya. Nah, ini betul-betul memberikan inspirasi baru ya bahwa pergantian supplier pun tampaknya harus dilakukan dengan seksama. Tidak boleh sekaligus berpindah, jadi harus dilakukan bertahap," kata Dadan.
Ia mengklaim pemantauan dan pengawasan berjalan terhadap SPPG.
"Misalnya, mereka wajib berkoordinasi dengan perangkat daerah terkait dengan kualitas bahan baku, kemudian juga kualitas pelayanan masak. Kemudian, kami juga melakukan training berulang dan tiap sore itu, ada valuasi terhadap apa yang dilakukan pada hari itu."
"Jadi, di Garut ini terus terang ya saya juga baru tahu. Sebetulnya dia masakannya bagus karena sekolah juga banyak, tapi untuk satu sekolah yang akan dikirim terakhir itu ketika mau dikirim nasinya habis," kata Dadan.
"Nah, itu kan hal yang terjadi sangat mendadak kemudian akhirnya agar makanan itu bisa dikirim kan nasinya harus dimasak dulu, sehingga ada waktu jeda masakan itu kemudian tertunda dan akhirnya mungkin basi dan itu menimbulkan gangguan pencernaan," kata Dadan.
Hal-hal semacam ini masuk dalam catatan evaluasi terus-menerus. Sebab, semakin banyaknya SPPG, maka variasi kesulitan di masing-masing daerah memiliki kekhasannya masing-masing.
Satgas KLB dirancang agar kualitas layanan ini betul-betul bisa terjaga dalam sejumlah hal: rantai pasoknya harus bagus, bahan bakunya harus yang berkualitas, dan proses dan pengirimannya harus tepat waktu.
Per September 2025 ini, jumlah SPPG mencapai 8.750. Dari seluruh SPPG yang beroperasi tersebut, semuanya merupakan mitra yang mendaftar di mitra.bgn.go.id.
"Sampai sekarang belum pernah membangun SPPG berbasis APBN," kata Dadan.
Dalam proses pendaftaran tersebut, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seperti kelengkapan legalitas, kesiapan sarana prasarana, dan titik lokasi yang berbasis geospatial.
BGN kemudian melakukan verifikasi. Setelah lolos, mitra diberi waktu 30-45 hari untuk proses persiapan yang mencakup: pembangunan bagi mereka yang membangun dari awal dari tanah kosong atau renovasi bagi mereka yang mengkonversi bangunan sebelumnya.
Setelah siap, petugas lapangan akan memeriksa seluruh persyaratan yang ada mulai dari alur proses, kelengkapan peralatan, termasuk pengolahan limbahnya.
"Kalau sudah oke maka kemudian kami akan keluarkan berita acara verifikasi validasi dan kami akan tempatkan kepala satuan pelayanan gizinya. Uang operasional untuk bahan baku juga akan cair dalam 10 hari ke depan," ujar Dadan.
Pasca maraknya kejadian keracunan seiring bertumbuhnya SPPG baru, Dadan meminta agar SPPG baru tidak langsung melayani banyak sekolah.
"Kami sarankan untuk tahap awal melayani misalnya 2 atau 3 sekolah sampai mereka terbiasa untuk memasak dengan baik dan juga mengirim tepat waktu."
Terkait masa libur sekolah lalu yang bisa dimanfaatkan sebagai waktu evaluasi, Dadan menyebut program ini sebenarnya masih pada tahapan pertumbuhan.
"Tahun depan sebetulnya baru kita akan masuk di sertifikasi dan akreditasi. Tapi dengan kejadian-kejadian seperti ini mungkin kita akan lakukan akreditasi-sertifikasinya bisa lebih awal untuk SPPG yang sudah terbentuk."
Mengenai makanan ultra proses, Dadan menegaskan itu hanya terjadi saat bulan puasa. Minuman susu berperisa gula tinggi juga sudah disampaikan untuk tidak lagi diberikan.
Bagaimana dengan kasus gagal ginjal akut?
Perkembang kasus gagal ginjal akut pada anak yang diakibatkan keracunan obat tidak lagi nyaring terdengar di Mabes Polri. Padahal, serangkaian penyelidikan terbaru menemukan sejumlah bukti yang mengarah pada keterlibatan badan pengawas.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengatakan pihaknya telah menaikkan status kasus itu ke tahap penyidikan.
Walaupun demikian, jajarannya tak ingin terburu-buru melakukan penetapan tersangka dan masih menunggu keterangan dari beberapa saksi ahli.
Nunung tak menampik penyidikan ini salah satunya akan berfokus pada pengungkapan keterlibatan pihak regulator dan pengawas izin edar obat-obatan. “Ya, kita mungkin bisa ke situ, mungkin bisa ke situ,” kata Nunung soal dugaan keterlibatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam kasus tersebut, Rabu, 27 Desember 2023 silam.
Terkait detail pelanggaran dan dugaan unsur pidana, Nunung mengatakan masih menunggu keterangan dari saksi ahli. Namun ia memastikan telah mengantongi dua alat bukti kuat. "Ke sana. Yang jelas, dua alat bukti sudah cukup, sehingga kita berani menaikkan ke penyidikan," tegas.
Kasus ini sebelumnya memang sudah bergulir di meja hijau.
Bahkan, sebelumnua Bareskrim telah menetapkan lima perusahaan farmasi sebagai tersangka dan delapan tersangka perorangan. Untuk tersangka perusahaan farmasi terdiri dari PT Afi Farma, CV Chemical Samudera, PT Tirta Buana Kemindo, CV Anugrah Perdana Gemilang, dan PT Fari Jaya Pratama.
Sementara tersangka perorangan, yaitu Direktur Utama CV Samudera Chemical Endis (E) alias Pidit, Direktur CV Samudera Chemical Andri Rukmana (AR). Lalu, Alvio Ignasio Gustan (AIG) selaku Direktur Utama CV Anugrah Perdana Gemilang (APG) dan Aris Sanjaya (AS) selaku Direktur CV APG.
Namun dmeikian, menurut Komnas HAM, pasal-pasal yang dikenakan belum maksimal.
Deputi Penindakan BPOM telah menyidik lima industri farmasi, dan sebagian di antaranya telah dilimpahkan penanganannya ke Bareskrim Polri. Namun proses penyidikan atas kasus ini masih berlangsung dan berkas perkara dari dua perusahaan belum kunjung dinyatakan lengkap.
Komnas HAM juga menyebut “terdapat upaya-upaya menghambat Polri dalam penyelidikan dan penyidikan”.
“Di antaranya terdapat tersangka yang berupaya melarikan diri atas dasar informasi dari pihak-pihak di luar Polri, sampel barang bukti obat sirop yang diterima Polri untuk dilakukan pengujian tidak menunjukkan informasi apa pun terkait jenis dan merek obat,” tulis Komnas HAM.
Selain itu, penyidik juga disebut kesulitan mencari atau mendapatkan keterangan ahli. “Terdapat upaya-upaya yang dilakukan para pihak untuk melobi penegak hukum lainnya di luar Polri,” bunyi dokumen tersebut.
Pada Desember 2023, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin menyatakan ada dugaan keterlibatan BPOM selaku regulator dalam peredaran obat yang mengadung racun ini.
Namun hingga saat ini, belum ada kelanjutan atas pernyataan tersebut. Sebelumnya pada 1 November 2023, Pengadilan Negeri Kediri menjatuhkan vonis penjara selama dua tahun dan denda Rp1 miliar kepada empat petinggi PT Afi Farma. Vonis ini jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu hukuman penjara selama tujuh hingga sembilan tahun penjara.
Gugatan class action
Gugatan yang diajukan pada 15 Desember 2022 ini adalah gugatan pertama yang diajukan keluarga korban terhadap pemerintah dan delapan perusahaan farmasi setelah lebih dari 200 anak Indonesia meninggal dunia karena gagal ginjal akut.
Mereka menuntut kompensasi sebesar Rp3 miliar untuk setiap anak yang meninggal dan sekitar Rp2 miliar untuk setiap anak yang sakit.
Menurut kuasa hukum yang mewakili 42 korban, Siti Habiba, gugatan ini bukan cuma soal menuntut uang kompensasi, namun juga demi perbaikan sistem agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Para tergugatnya yakni Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), PT Mega Setia Agung Kimia, CV Budiarta, PT Logicom Solution, CV Mega Integra, PT Tirta Buana Kemindo, CV Samudera Chemical, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma Pharmaceutical Industry. Selain itu, Kementerian Keuangan turut menjadi tergugat.
Majelis hakim PN Jakarta Pusat akhirnya memutuskan menerima gugatan ini pada 21 Maret 2023, yang disambut oleh rasa lega dan haru oleh para keluarga korban.
Kemudian pada 2 Oktober 2023, hakim menolak seluruh keberatan yang diajukan oleh para tergugat. Keluarga korban telah mendapat santunan dari pemerintah sebesar Rp60 juta pada awal Januari silam.
Bagiamana penyidikan terbaru di Bareskrim Polri?
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com pada Rabu (1/10/2025) belum merespons soal perkembangan terbaru kasus ini.
Padahal, berdasarkan perkembangan sebelumnya, pihak kepolisian tengah membidik aktor utama kasus gagal ginjal akut.
Selain produsen atau perusahaan farmasi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) patut dianggap lalai mengawasi bahan baku obat sirop hingga diterbitkannya nomor izin edar.
Pasalnya, Bareskrim telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik). Ini artinya bahwa, tersangka baru segera terungkap. Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Nunung Syaifuddin mengungkapkan, pihaknya saat ini masih terus mengusut keterlibatan BPOM.
"Sudah proses sidik (penyidikan) kalau itu," kata Nunung di Menara Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2024) silam.
Soal apa dugaan pidana yang ditemukan polisi, Nunung enggan membeberkannya. Dia juga tidak menyebut secara pasti berapa jumlah saksi yang sudah diperiksa sejauh ini dalam proses penyidikan BPOM. "Sudah ada beberapa saksi yang kita periksa. Kita tunggu saja (tanggal) main," tukasnya.
Diketahui, kasus gagal ginjal akut pada anak mengalami lonjakan pada Agustus hingga Oktober 2022. Kasus ini diduga berkaitan dengan tingginya cemaran dari pelarut obat sirup yang menyebabkan pembentukan kristal tajam di dalam ginjal.
Dalam perkembangannya, setidaknya per 5 Februari 2023, sudah terdapat 326 kasus gagal ginjal anak dan satu suspek yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Dari kasus tersebut, saat itu dilaporkan total 204 anak meninggal dunia. Sisanya sembuh, tetapi dilaporkan masih terdapat sejumlah pasien yang masih menjalani perawatan di RSCM Jakarta pada awal 2023.
Di lain sisi, Pengadilan Negeri Kediri pada 2 November 2023 lalu telah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan penjara kepada empat terdakwa kasus keracunan obat.
Keempatnya adalah Direktur PT Afifarma Arief Prasetya Harahap, Manajer Quality Control PT Afifarma Nony Satua Anugrah, Manajer Quality Assurance PT Afifarma Aynarwati Suwito, dan Manajer Produksi PT Afifarma Istikhomah. Vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 7-9 tahun kurungan penjara.
Sementara itu, menurut amar putusan Pengadilan Negeri Kediri (Nomor 99/Pid.Sus/2023/PN Kdr) produk parasetamol sirop PT Afifarma terbukti mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman. Cemaran EG dan DEG dianggap sangat membahayakan bila lebih dari 0,1 persen.
Bahan baku yang seharusnya aman digunakan sebagai pelarut adalah propylene glycol (PG). Adapun EG dan DEG sejatinya tidak digunakan untuk industri farmasi.
Keduanya merupakan zat antibeku yang digunakan untuk radiator dan pelarut plastik sehingga, apabila masuk ke dalam tubuh, ginjal tidak akan mampu untuk menetralkannya.
PT Afifarma memperoleh bahan baku PG (yang ternyata palsu dan berisi cemaran EG serta DEG) dari PT Tirta Buana Kemindo. Tirta Buana Kemindo terbukti tidak pernah melakukan uji kandungan bahan yang dijualbelikan. Adapun laboratorium uji di perusahaan tersebut sudah lama tidak berfungsi atau digunakan.
Kemindo menjalin hubungan kerja sama dengan 98 perusahaan, yakni 49 perusahaan sebagai pelanggan, salah satunya Afifarma, dan 49 perusahaan sebagai pemasok/supplier.
PT Afifarma juga terbukti tidak melakukan pengujian bahan baku terkait cemaran EG dan DEG. Padahal pengujian terhadap cemaran EG dan DEG wajib dilakukan sebagai syarat memperoleh izin edar.
Apabila suatu industri farmasi tidak melakukan pengujian cemaran EG dan DEG, industri farmasi tersebut tidak memenuhi standar Farmakope Indonesia.
Sementara, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/626/2020 telah ditetapkan bahwa Farmakope Indonesia Edisi VI (berlaku sejak 1 September 2020) adalah sebagai standar yang harus dipenuhi dalam produksi obat dan bahan baku obat.
Sejak Farmakope Indonesia Edisi VI mulai berlaku, mulai Oktober 2020 sampai Juli 2022 PT Afifarma tidak pernah melakukan pengujian terhadap cemaran EG dan DEG pada propylene glycol (PG). Meskipun tidak pernah melakukan pengujian propilen glikol, PT Afifarma menyatakan produknya terbebas dari EG dan DEG berdasarkan CoA (certificate of analysis) yang dikeluarkan oleh manufaktur (yang sejatinya juga tidak pernah melakukan pengujian).
BPOM juga terbukti memberikan izin edar kepada produk Afifarma walaupun tanpa melalui proses uji kandungan. BPOM tidak mengeluarkan surat yang menyatakan analisis yang dilakukan oleh PT Afifarma yang hanya mendasarkan pada CoA (certificate of analysis) tidak memenuhi syarat atau tidak cakap lagi.
Pada CoA tersebut tercantum nilai cemaran EG dan DEG adalah sebesar 0,1 persen sehingga dianggap masih memenuhi ambang batas Farmakope VI Indonesia.
PT Afifarma berdalih masih memenuhi standar Farmakope Indonesia edisi sebelumnya, yaitu Edisi V, yang sudah tidak berlaku. Dengan itu, untuk memperoleh izin edar, mereka hanya melampirkan CoA yang menyatakan kandungan PG aman dari cemaran EG dan DEG.
Sialnya, BPOM justru memberikan surat persetujuan terhadap pengajuan yang dilakukan oleh PT Afifarma dengan hanya mengunggah protap yang mengacu pada Farmakope Indonesia Edisi V dan mengunggah CoA manufaktur. Adapun di aturan Farmakope Indonesia Edisi VI, produsen industri farmasi seperti PT Afifarma diwajibkan melakukan uji kandungan bahan baku secara langsung.
Sebagai catatan, bahwa BPOM sebagai lembaga yang diberikan mandat UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Presiden (Perpres) No.80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan harus menjelaskan ke publik soal pertimbangan menerbitkan izin edar sirop paracetamol serta obat sirop lainnya yang mengandung etilen glikol berdasarkan hasil temuan Kemenkes.
Investigasi BPKN
Tim Pencari Fakta (TPF) Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN telah menyelesaikan investigasi kasus gagal ginjal akut dan menghasilkan 8 temuan serta 4 rekomendasi.
Hasil rekomendasi akan disampaikan kepada Presiden untuk ditindaklanjuti.
Temuan:
1. Ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan farmasi dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA
2. Ada kelalaian otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat. BPKN menyimpulkan ada kelalaian instansi dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk obat
3. Penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi tidak transparan. BPKN menilai ada ketidakadilan karena ada korporasi yang sudah jadi tersangka dan belum
4. Tidak ada protokoler khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA
5. Belum ada kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah
6. Belum ada pemberian ganti rugi kepada korban GGAPA dari pihak industri farmasi. BPKN menyebut pihak industri farmasi belum ada tanda-tanda memberikan ganti rugi terhadap korban GGAPA
7. Bahan kimia EG dan DEG merupakan termasuk kategori berbahaya bagi kesehatan
8. Belum dilibatkan instansi lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan karena korbannya konsumen
Klaim BPOM
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) saat itu adalah Penny K. Lukito.
Penny mengklaim, bahwa pihaknya sudah bekerja sebaik-baiknya dalam kasus gagal ginjal akut (acute kidney injury atau AKI).
Padahal, zat murni tersebut mutlak tidak boleh digunakan sebagai bahan baku obat. "BPOM sudah melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang berlaku," kata Penny dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Senin (26/12).
Penny mengungkapkan, BPOM sudah menyampaikan celah-celah pengawasan mana saja yang perlu diperbaiki dengan adanya kasus keracunan obat sirup tersebut.
BPOM kata dia, sudah menindak perusahaan yang terlibat dalam lingkaran kasus tersebut. Salah satu penindakannya adalah mencabut izin edar dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Sejauh ini, sudah ada enam perusahaan farmasi yang dicabut izin edar dan sertifikat CPOB-nya. BPOM juga telah mencabut sertifikat CDOB terhadap dia distributor kimia yang menyalurkan zat kimia tidak sesuai standar farmasi tersebut ke perusahaan farmasi.
"Kami sudah menyampaikan secara transparan apa saja gap-gap yang ada yang sudah berproses dan kita sudah lakukan perbaikan," tutur Penny.
Penny lantas menyatakan bahwa BPKN tidak melibatkan penjelasan institusinya sebelum mengeluarkan temuan dan rekomendasi. Padahal menurut Penny, BPOM sudah menjelaskan secara gamblang hingga sore hari pada satu pertemuan.
Menurut Penny, cara kerja pemeriksaan BPKN perlu mencontoh lembaga pemeriksa lain, baik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Ombudsman. Dua lembaga itu meminta respons terlebih dahulu sebelum membuat kesimpulan. Ia pun meminta BPKN menegakkan pemeriksaan yang berlaku adil untuk pihak terperiksa.
"Ada tanya jawab terhadap hasil pemeriksaan. Jadi tahapannya itu saya kira para entitas pemeriksa itu punya tata cara yang berlaku fair. Bukan hanya mencari kesalahan, tapi adalah untuk mencari solusi bersama," tutur Penny.
Lebih lanjut Penny merasa bahwa penjelasan BPOM tidak ada dalam rekomendasi yang dikeluarkan BKPN dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Bahkan Penny mengaku BPOM tidak mendapatkan salinan dari hasil rekomendasi tersebut.
Padahal lanjut Penny, BPOM sudah mengidentifikasi masalah dan melakukan koreksi dengan lintas sektor terkait kasus gagal ginjal akut. "Saya tidak tahu apakah (solusi) ada atau tidak di dalam (rekomendasi). Tapi saya kira tidak ada dalam rekomendasi tersebut. Jadi tanyakan legalitas tim pencari faktanya, apakah memang itu menjadi tugas pokok dan fungsi BPKN untuk melakukan pemeriksaan," demikian Penny.
Adapun Penny K Lukito saat ini menjabat sebagai Perencana Ahli Utama Badan POM. Pelantikan Penny K. Lukito sebagai Pejabat Fungsional Ahli Utama didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia. Penggantinya adalah seorang Plt, yakni Rizka Andalucia, yang saat ini juga menjabat Dirjen Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Penny K Lukito yang menahkodai BPOM tahun 2016 sampai dengan tahun 2023 tercatat belum pernah diperiksa. Memang saat itu Penny K Lukito dikabarkan akan diperiksa Bareskrim Polri.
Akan tetapi Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto mengklarifikasinya. Bahwa pihaknya tidak pernah memanggil untuk memeriksa Penny K. Lukito sebagai saksi kasus itu. Tetapi yang diperiksa adalah pejabat-pejabat BPOM.
"Itu kok kepala Badan POM ya. Tidak ada, tidak ada pemanggilan Kepala BPOM. Kalau pejabat-pejabat terkait dengan masalah pengawasan mutu ya pasti di situ (dipanggil)," kata Pipit saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (23/11/2022) lalu.
Monitorindonesia.com, telah meminta tanggapan dari Penny K Lukito terkait penyidikan kasus ini, namun hingga berita ini diterbitkan belum ada jawaban. Sementara pihak keluarga korban kasus gagal ginjal akut mendesak aparat penegak hukum (APH) agar menyeret aktor utama dalam kasus ini.
Topik:
Gagal Ginjal Akut BGN Makan Bergizi GratisBerita Sebelumnya
Penyidikan Baru Kasus Gagal Ginjal Akut bak Ditelan Bumi, BPOM Lolos?
Berita Terkait

Menkes Budi Ungkap Sejumlah Faktor Penyebab Keracunan MBG: Bakteri Hingga Bahan Kimia
10 jam yang lalu

Penyidikan Baru Kasus Gagal Ginjal Akut bak Ditelan Bumi, BPOM Lolos?
12 jam yang lalu