Ini Alasan MA Lepaskan Eks Walkot Medan dalam Kasus Korupsi Alih Fungsi Lahan PT KAI

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Juni 2022 15:58 WIB
Jakarta, MI - Mahkamah Agung (MA) melepaskan mantan Wali Kota Medan, Rahudman Harahap, di kasus korupsi alih fungsi lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 185 miliar karena menilai kasus itu ranah perdata, bukan pidana. Ketua majelis PK, hakim agung Sunarto menolak melepaskan Rahudman dan menilai Rahudman layak dihukum. "Menyatakan bahwa terpidana Rahudman Harahap terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya namun perbuatan tersebut bukan tindak pidana. Melepaskan terpidana dari segala tuntutan hukum," demikian bunyi putusan PK yang dilansir website MA, Senin (13/6). Rahudman lepas dari pidana penjara di tingkat kasasi yang harus dijalaninya selama 10 tahun. Putusan itu diketok oleh ketua majelis Sunarto dengan anggota Prof Abdul Latief dan Eddy Army. Berikut alasan Abdul Latief dan Eddy Army melepaskan Rahudman: Pemohon Peninjauan Kembali sebelumnya adalah PJ Walikota Medan periode 14 Juli 2009 sampai dengan 11 Februari 2010 dan sebagai Walikota Medan defenitif periode Juli 2010 sampai dengan tahun 2013; Berdasarkan fakta hukum yang relevan berikutnya, yaitu berdasarkan keterangan saksi Effahri Budiman S.H. M.Hum., saksi Muhammad Thoriq, S.H., S.Sos., Sp.N, M.Kn., M.Si. masing-masing selaku mantan Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dan saksi Hafizunsyah, S.H. masing-masing memberikan keterangan di bawah sumpah di muka persidangan, ternyata dan terbukti bahwa Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 masing-masing tangal 12 Februari 2010 tentang Persetujuan Perpanjangan Sertifikat HGB Nomor 1147 dan Sertifikat HGB Nomor 1151 yang dimohonkan PT. ACK, telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 44 Ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatasan Hak Atas Tanah Negara Hak Pengelolaan juncto Pasal 26 Ayat (1) juncto Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1966 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai, yaitu lahan yang dimohonkan perpanjangan HGB tersebut sebelumnya telah ada ijin perpanjangan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan, lahan tersebut tidak sedang dalam pemblokiran, lahan dimaksud tidak ada sengketa di Pengadilan, tidak dalam penyitaan Pengadilan, tidak sedang dipasang Hak Tanggungan dan yang penting diajukan 2 (dua) tahun menjelang berakhirnya HGB. Tidak ada masalah sekiranya perpanjangan HGB diajukan 3 (tiga) tahun atau 4 (empat) tahun atau bahkan 10 (sepuluh) tahun sebelum berakhirnya HGB; Bahwa tentang penandatanganan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 dilakukan masing-masing tanggal 12 Februari 2010. Berdasarkan fakta hukum yang relevan berikutnya, terutama berdasarkan keterangan saksi Sulaiman Hasibuan dan saksi Suherman, masing-masing memberikan keterangan di bawah sumpah di muka persidangan masing-masing menerangkan bahwa kedua surat tersebut diajukan kepada dan ditanda tangani oleh Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana pada saat Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana masih memangku jabatan sebagai PJ Walikota Medan, yaitu 2 (dua) minggu sebelum Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana mengundurkan diri sebagai PJ Walikota, yakni sekitar pada tanggal 26 atau 27 Januari 2010; Bahwa hanya saja pada saat penanda tanganan kedua Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2193/30/2010 dan Surat Walikota Medan Nomor 593.5/2194/30/2010 tersebut, surat dimaksud belum diberi nomor, belum ditulis tanggal surat dan belum diberi cap atau stempel, karena untuk pemberian nomor surat, penulisan tanggal surat dan cap atau tempel, harus menunggu PT. ACK menyerahkan bukti pelunasan kekurangan setoran pembayaran retribusi perpanjangan HGB yang baru diterima dari Bendaharawan Penerima pada tanggal 12 Februari 2010, karena masih ada kekurangan pembayaran PT. ACK sebesar Rp677.846.400,00 (enam ratus tujuh puluh tujuh juta delapan ratus empat puluh enam ribu empat ratus rupiah) dari keseluruhan kewajibannya sebesar Rp3.130.512.000,00 (tiga miliar seratus tiga puluh juta lima ratus dua belas ribu rupiah). Karena bukti pelunasan kekurangan setoran pembayaran retribusi baru diterima dari Bendaharawan Penerima pada tanggal 12 Februari 2010, maka kedua surat tersebut baru diberi nomor, tanggal dan cap atau stempel pada tanggal 12 Februari 2010 tersebut; Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan dan fakta hukum yang relevan secara yuridis tersebut di atas, Pemohon Peninjauan Kembali/ Terpidana sama sekali tidak terbukti terlalu cepat memberikan persetujuan perpanjangan Sertifikat HGB Nomor 1147 dan Sertifikat HGB Nomor 1151 yang dimohonkan PT. ACK. Sedangkan tentang permasalahan pemberian nomor surat, penulisan tanggal surat dan pemberian cap atau tempel pada tanggal 12 Februari 2010, pada hakikatnya adalah merupakan persoalan tekhnis administrasi saja; Bahwa alasan dan pertimbangan hukum judex juris pada Ad 2. b.tersebut juga memperlihatkan dengan jelas suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata dalam memutus perkara a quo, karena putusan judex juris dibuat berdasarkan kesimpulan dan pertimbangan hukum yang salah, tidak sesuai dan tidak berdasarkan pada fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap di muka sidang dengan tepat dan benar, serta tidak menerapkan peraturan hukum pembuktian sebagaimana mestinya. Karena ternyata PJKA/ PT. KAI terbukti berbalik dan mengingkari sendiri hasil negosiasi harga kompensasi tanah yang dibuat dan ditetapkannya sendiri serta telah pula disetujui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia, dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa berawal dari PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd mengajukan surat Nomor 069/I.C/1I/1981 tanggal 26 Februari 1981 kepada PJKA/PT. KAI Sumatera Utara, supaya PJKA/PT. KAI bersedia melepaskan sebagian tanah hak miliknya seluas 34.776 M2 kepada PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd, terletak di Desa Gang Buntu Kecamatan Medan Timur - Kota Medan, dikenal dengan "Tanah Blok B", dengan dengan imbalan akan membangun 288 unit rumah baru, memindahkan 277 Kepala Keluarga Pensiunan PJKA dengan memberikan perumahan yang layak atau memberikan ganti rugi yang pantas; Bahwa Menteri Keuangan Republik Indonesia melalui suratnya Nomor S.1378/MK.011/1981 tanggal 30 November 1981 kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia hanya menyetujui pelepasan hak tanah PJKA dengan pembayaran ganti rugi, dengan syarat tidak merugikan PJKA, penentuan batas minimum ganti rugi harus melalui pembentukan Tim Penilai, penentuan harga minimum harus mendapat persetujuan Menteri Perhubungan dan hasil ganti rugi diperuntukkan pembangunan rumah karyawan, renovasi perbaikan dan pengosongan rumah karyawan; Bahwa setelah melalui beberapa kali tahapan pembahasan di Departemen Perhubungan, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri, maka Menteri Perhubungan dengan suratnya Nomor A.106/PL.101/MPHB tanggal 6 Februari 1981 memberitahukan kepada PJKA Sumatera Utara bahwa Menteri Keuangan menyetujui pelepasan tanah PJKA seluas 34.776 M2 secara ganti rugi, Menteri Perhubungan setuju menerima ganti rugi dari PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd, pelaksanaan ganti rugi dilakukan oleh Walikota Medan dan pelaksanaan penyerahan hak atas tanah PJKA diserahkan kepada Menteri Dalan Negeri C.q. Pemda Kota Medan; Bahwa berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria Nomor 5936/2151/Agr. tanggal 19 Mei 1982 kepada PJKA Sumatera Utara, Ir. Johannes Tagor Situmorang selaku Kepala PJKA Sumatera Utara berdasarkan Surat Kuasa di bawah tangan Nomor 9883/82 tanggal 22 Februari 1982 mewakili Menteri Perhubungan menanggalkan hak dan menyerahkan kepada Pemda Kota Medan atas tanah Negara seluas 34.777 M2, sesuai Akta Notaris Agoes Salim Nomor 47 tanggal 25 Agustus 1982. Agus Salim Rangkuty sebagai Walikota Medan pada saat itu menyetujui dan menerima penyerahan tanah Negara tersebut; Bahwa selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.84/HPUDA/82 tanggal 22 September 1982 menetapkan bahwa tanah PJKA/PT. KAI seluas 34.776 M2 (Tanah Blok B) tersebut, berubah statusnya menjadi tanah dikuasai langsung oleh Negara dengan memberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Pemda Kotamadya Medan; Bahwa kemudian Walikota Medan dan PJKA Sumatera Utara yang diwakili oleh Soekirlan bersepakat membuat Perjanjian Lanjutan dari Pernyataan Penanggalan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sesuai Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36 tanggal 17 November 1982 mengenai kewajiban Pemda Kota Medan menyediakan pemukiman baru berupa 288 unit berbagai tipe rumah dinas pegawai PJKA Sumatera Utara dan satu unit Sekolah Taman Kanak-Kanak; Bahwa selanjutnya pada hari itu juga Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36 tanggal 17 November 1982 tersebut ditindaklanjuti lagi oleh Pemda Kota Medan dan PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd dengan Akta Notaris Agoes Salim Nomor 37 tanggal 17 November 1982, diantaranya mewajibkan PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd. membiayai pengosongan lahan dan pembangunan seluruh perumahan baru pegawai PJKA, yang semula merupakan kewajiban Pemda Kota Medan; Bahwa berdasarkan Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36, Nomor 37 dan Nomor 47 PJKA Sumatera Utara membentuk Tim Penilai Panitia Penaksir yang hasilnya kemudian dilaporkan kepada Menteri Perhubungan, Menteri Perhubungan dengan suratnya Nomor A.1039/KH.102/MPHB tanggal 24 Desember 1983 diantaranya menyetujui imbalan pelepasan hak dan biaya pengosongan yang diberikan oleh PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd sebesar Rp3.677.179.889,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus delapan puluh sembilan rupiah); Bahwa PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd merasa keberatan atas biaya sebesar itu dan mohon dapat diberikan keringanan, namun permohonan keringanan PT. Inanta Timber & Trading Co Ltd tersebut ditolak. Akhirnya PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd tidak sanggup membiayai imbalan pelepasan hak dan biaya pengosongan lahan kepada PJKA yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan, sehingga PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd terpaksa mengundurkan diri dengan persetujuan Walikota Medan dan persetujuan PJKA Pusat dengan suratnya Nomor KA/UM/43731/89 tanggal 2 November 1989, serta disetujui Menteri Perhubungan sesuai suratnya Nomor A325/PL.402/MPHB tanggal 26 Maret 1990, dengan segala hak dan kewajiban PT. Inanta Timber & Trading Coy Ltd disetujui untuk dialihkan kepada PT. Bonauli Real Estate sesuai Akta Notaris Mohd. Said Tajuddin Nomor 238 dan Nomor 239 tanggal 19 Desember 1982, dengan tetap dalam kerangka Akta Notaris Agoes Salim Nomor 36, Nomor 37 dan Nomor 47; Bahwa dalam proses selanjutnya, maka pada tanggal 3 Januari 1990 disepakati bersama antara Pemda Kota Medan, PJKA dan PT. Bonauli Real Estate, bahwa pemberian ganti rugi kepada PJKA terhadap tanah seluas 34.779 M2 yang lebih dikenal dengan "Tanah Blok B", semula dalam bentuk bangunan disetujui dirubah menjadi dalam bentuk uang tunai; Bahwa pada tanggal 8 Februari 1990 PJKA membentuk Tim Penelitian dan Pengkajian Kembali Pembangunan Proyek Imbalan Atas Pelepasan Tanah dan Bangunan PJKA. Tim Penelitian dan Pengkajian dengan suratnya Nomor 01/TIM/1990 tanggal 24 Februari 1990 melaporkan kepada PJKA Pusat bahwa nilai harga proyek imbalan pada tanggal 23 Juli 1983 semula sebesar Rp3.677.179.889.00,00 (tiga miliar enam ratus tujuh puluh tujuh juta seratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus delapan puluh sembilan rupiah) berubah pada tahun 1990 menjadi sebesar Rp6.359.453.050,00 (enam miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta empat ratus lima puluh tiga ribu lima puluh rupiah);
Berita Terkait