Soal Penetapan Tersangka Bharada E, Pakar Hukum Pidana Singgung Pasal 55 KUHP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Agustus 2022 03:53 WIB
Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan menduga dalam kasus Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir tidak mungkin hanya dilakukan oleh Bharada E yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pohan begitu ia disapa, menjelaskan bahwa dalam Pasal 55 KUHP yang berbunyi, "(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan." "Dalam pasal 55 KUHP ini kan, kejahatan yang dilakukan bersama-sama dan ada perintah, kemungkinan akan ada tersangka lain dalam kasus ini, karena pasal ini penyertaan pihak lain, bisa yang terduga membantu, yang mau gerakan kejahatan," kata Pohan yang sedang berada di Swiss saat dihubungi Monitorindonesia.com, Kamis (4/8) malam. "Ada orang yang kemungkinan menggerakkan kejahatan itu, kasus ini ada kemungkinan disitu, karena tidak disebutkan pasal 55 ini, pasal yang mana dulu, namun ini masih sebuah kemungkinan," sambungnya. Dalam kasus ini, yakin Pohan, Bharada E berani melakukan hal itu, karena ada orang kuat yang menggerakkannya. "Saya yakin pasti ada yang menggerakannya," jelasnya. Soal sikap Ferdy Sambo yang meminta maaf kepada Institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan turut mengucapkan belasungkawa kepada pihak keluarga Brigadir J, menurut Pohan, bisa saja Ferdy Sambo meminta maaf karena sebagai komandan kedua Polisi itu merasa gagal membimbingnya. "Minta maaf dia, sudah kita nggak tau lah, jika bisa melindungi bisa juga tidak, kita gak tau makanya, mungkin saja itu," ucapnya. Jika, lanjut Pohan, dalam kasus ini Bharada E tidak ada di TKP yang mungkin saja hanya dijadikan sebagai tamengnya. "Membantu, ada kepentingan, membantu karena sungkan ma orang lain, kita lihat siapa aja yang membantu, contohnya kalau Bharada E tak ada dilokasi, mungkin itu dia hanya tamengnya," katanya. Agar tidak makin banyak spekulasi-spekulasi dalam kasus ini, menurut dia, timsus yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus segera mengungkap kasus ini. "Saya kira ini perlu diselesaikan, apa fungsinya kecepatan?, kalau kita kembalikan kepercayaan ke masyarakat harusnya cepat nih diselesaikan, kasus dalam masyarakat bisa kok, kenapa ini ga bisa, apa mungkin ada upaya-upaya pihak lain yang menghambatnya," jelasnya. Selain itu, Pohan juga menyoroti pernyataan Menkompolhukam Mahfud Md bahwa ada dua aspek yang membuat pengusutan kasus tewasnya Brigadir J menjadi susah, yakni aspek psiko-hierarkis dan psiko-politik. Kata Pohan, pernyataan Mahfud MD itu sangat berbahaya dapat menimbulkan spekulasi-spekulasi yang makin liar. "Kok Mahfud berani sekali dia katakan itu, harusnya jangan ngomong begitu, Pak Mahfud kalau ngomong politisi itu ditafsirkan macam macam, itu bahaya, banyak spekulasi nanti, kok ada Unsur lolitisinya? sebetulnya tuh ga ada unsur politik," tutupnya. Sebagaimana diketahui, bahwa Tim khusus Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus tewasnya Brigadir J di rumah Kadiv Propam non aktif Irjen Ferdy Sambo telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka pembunuhan terhadap Brigadir J. Polisi menjerat Bharada E dengan pasal pembunuhan atau pasal 338 KUHP yang juga dikaitkan dengan pasal 55 dan 56 KUHP. "Kita anggap cukup untuk menetapkan Bharada E sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 338 KUHP juncto pasal 55 dan 56 KUHP," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi, Andi di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Rabu (3/8). [Ode]