Parlemen Irak Putuskan Rashid Jadi Presiden dan Al-Sudani Jadi Perdana Menteri

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 14 Oktober 2022 06:45 WIB
Jakarta, MI – Bersamaan dengan hantaman sebuah roket di dekat gedung parlemen, anggota DPR Irak memilih politisi asal suku Kurdi, Abdul Latif Rashid sebagai presiden sehingga membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan baru sekaligus mengakhiri satu tahun kebuntuan politik. Rashid menggantikan sesama suku Kurdi Irak, Barham Saleh sebagai kepala negara setelah pemungutan suara dua putaran di parlemen kemarin. Dia memenangkan lebih dari 160 suara melawan 99 untuk Saleh, kata seorang pejabat majelis. Saleh dilaporkan keluar dari gedung parlemen saat penghitungan suara. Politisi Syiah Mohammed Shia al-Sudani dengan cepat ditunjuk sebagai perdana menteri. Dia punya tugas mendamaikan faksi-faksi Syiah yang bertikai dan membentuk pemerintahan setelah satu tahun mengalami kebuntuan. Sedangkan Al-Sudani menggantikan Perdana Menteri sementara Mustafa al-Kadhemi. Dalam sistem pembagian kekuasaan Irak, kursi kepresidenan dicadangkan untuk kelompok-kelompok Kurdi untuk dicalonkan, sementara jabatan perdana menteri berada di bawah blok Syiah. Ketua parlemen adalah seorang Sunni. Melaporkan dari Baghdad, Mahmoud Abdelwahed dari Al Jazeera mengatakan pemilihan Rashid menandakan bahwa “babak persaingan ini telah diselesaikan di parlemen Irak” dan mencatat bahwa pembentukan pemerintahan masih bisa menjadi perjuangan yang berat. “Masih harus dilihat reaksi apa yang bisa terjadi di jalan-jalan mengingat fakta bahwa ini tidak mudah,” kata Abdelwahed. “Proses ini memakan waktu lama dan termasuk kekerasan antara pendukung partai politik yang bersaing.” Sudani yang berusia 52 tahun mendapat dukungan dari faksi Kerangka Koordinasi pro-Iran dan sekarang memiliki waktu 30 hari untuk membentuk pemerintahan. Tugas berat itu termasuk merangkul mereka yang berafiliasi dengan pemimpin Syiah berpengaruh, Muqtada al-Sadr. Kebuntuan politik terbaru dimulai setelah al-Sadr muncul sebagai pemenang terbesar dalam pemungutan suara parlemen Oktober 2021, tetapi gagal menggalang dukungan yang cukup untuk membentuk pemerintahan. Al-Sadr pada bulan Agustus mengumumkan apa yang dia sebut sebagai “penarikan terakhirnya” dari politik sehingga memicu protes yang menewaskan sedikitnya 30 orang. Pada bulan Juli, ketika Al-Sudani pertama kali diusulkan untuk peran tersebut, pengunjuk rasa yang didukung oleh Al-Sadr juga menyerbu parlemen. Kebuntuan diwarnai pertikaian ketika kedua belah pihak mendirikan kamp-kamp protes di Zona Hijau yang dijaga ketat yang menampung banyak gedung pemerintah. Sebagai catatan, Irak telah melakukan tiga kali upaya gagal tahun ini untuk memilih kepala negara baru. [John Oktaveri]