Tak Elok Jika Hanya TNI Saja yang Didesak Agar UU Peradilan Militer Direvisi

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 8 Agustus 2023 19:36 WIB
Jakarta, MI - Desakan Revisi UU Peradilan Militer terus mencuat. Hal ini dikarenakan selain adanya kasus suap Kabasarnas Henri Alfiandi, juga tercatat selama Oktober 2021-September 2022 terdapat 65 perkara yang diadili di peradilan militer dengan 152 terdakwa. Kendati, hukuman kepada para terdakwa itu sangat ringan, mayoritas vonis hanya berupa penjara dengan hitungan bulan. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksda TNI Julius Widjojono, menilai tidak elok jika hanya TNI saja yang didesak agar UU Peradilan Militer direvisi. Lantas ia mencontohkan kasus Irjen Napoleon Bonaparte yang kembali bertugas di Polri usai bebas. “Nah ini contoh jenderal yang dulu kasusnya menerima suap, diadili di pengadilan umum dan kini sudah bebas,” katanya, Selasa (8/8). Julius bahkan membandingkan dengan kasus Brigjen TNI Tedy, seorang Jendral TNI divonis pidana penjara seumur hidup karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertahanan. “Seharusnya kalkulasikan juga kasusnya dengan matra lain. Jadi berimbang. Bangsa kita dengan tiga zona waktu ragam budaya dan bahasa agama, sangat riskan jika diaduk-aduk terus,” ungkapnya. Julius menegaskan bangsa Indonesia utuh karena TNInya kuat. Jika TNI terbukti ikut bermain, Julius mengatakan akan rusak bangsa dan Tanah Air. (Wan/MI)