Pengacara Sebut Ada Informasi Penting di Buku Hitam Sambo, IPW: Praktek Perlindungan Terhadap Pelanggaran Jadi Permisif

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Oktober 2022 03:20 WIB
Jakarta, MI - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo kerap membawa buku hitam yang kini menjadi sorotan publik. Ferdy Sambo bahkan membawa buku hitam itu saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10). Pengacara Ferdy Sambo, Rasamala Aritonang, pun mengungkapkan mantan Kadiv Propam Polri itu siap memberikan informasi penting yang ada dalam buku hitam yang selalu dibawa-bawanya semenjak tersangkut dalam kasus pembunhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. “Kalau ada kebutuhan bahwa beliau harus menyampaikan informasi, catatan apapun yang dianggap penting untuk melakukan perbaikan tersebut. Selagi beliau bisa memberikannya dan ada akses untuk itu, beliau bersedia untuk melakukannya,” kata Rasamala kepada wartawan, Kamis (20/10). Menurut Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, tidak menutup kemungkinan ada catatan lain terkait kasus yang selama ini ditangani Ferdy Sambo selama menjabat Kadiv Propam Polri. Namun, apakah nantinya Ferdy Sambo benar-benar akan membuka catatan buku hitam tersebut. Padahal, kata dia, dalam kode etik Kepolisian ada yang disebut larangan membuka rahasia jabatan. "Harusnya saya merasa malah advokat tuh yang membuka, walaupun dia tidak boleh membuka dalam hubungan kerahasiaan, beliau ini harus tau, karena saya pembentuk kode etik, harus tau, klien harus jujur pada dia," kata Sugeng dalam acara Satu Meja Kompas TV, seperti dilihat pada Jum'at (21/10). Menurut Sugeng, buku hitam itu bukan buku biasa yang dipegang mantan Kadiv Propam. "Ingat itu ya memang dalam kode etik kepolisian ada larangan seorang anggota Polisi membuka rahasia jabatannya," tegasnya. Tetapi pertanyaannya, kata dia, ketika Ferdy Sambo sudah dipecat, apakah Ferdy Sambo masih terikat dengan kewajiban menjaga rahasia? "Kalau saya advokat, sampai mati pun tidak boleh membuka rahasia klien saya dalam status sebagai advokat, tapi kalau misalnya Polisi nya tidak tahu ketika di sudah dipecat. Apakah kewajiban itu masih melekat atau untuk memelihara yang namanya damai, suasana tenang walaupun penuh dengan api dalam sekam, ya harus tidak boleh dibuka buku hitam itu, mungkin, ini kan terawangan," bebernya. Sugeng menambahkan, bahwa Ferdy Sambo dalam kasus ini masih ada perlawanan yang sebelumnya sudah ditunjukkan awal pengungkapan kasus yang memasuki 3 bulan itu. "Akan ada perlawanan dari FS dan sudah tampil waktu itu perlawanan, dua moment setidak-tidaknya ketika ada kawan-kawannya yang terkonsentrasi di rumahnya pada saat sebelum dia dijemput dan juga beredarnya perlawanan, skema, dan ada juga peredaran lain," jelasnya. Soal buku hitam itu, Sugeng kembali menegaskan bahwa, apakah itu akan ada kemungkinan yang kemudian buku hitam ini akan berkembang, hanya alam saja yang akan menuntun arah mana perjalanan kasus ini. "Tapi kalau memang dia masih terikat ya tidak boleh di buka, tetapi kalau tidak terikat dibuka. Karena saya melihat praktek perlindungan didalam catatan itu, ini praktek perlindungan terhadap dugaan pelanggaran menjadi permisif, kalau mau misalnya hitam putih, oh babak belur tuh," pungkasnya. Diketahui, Ferdy Sambo terlihat membawa buku hitam saat pelimpahan tahap II kasus pembunuhan berencana dan obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/10). Selain itu, Ferdy Sambo juga pernah terlihat membawa buku hitam saat sidang komisi kode etik Polri (KKEP). Kuasa hukum Ferdy Sambo sebelumnya pernah mengatakan bahwa buku hitam itu berisi catatan kliennya. “Jadi buku hitam itu catatan harian. Tadi saya tanyakan karena banyak yang tanya, apa sih isinya,” ujar Arman Hanis saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Arman menekankan buku hitam itu merupakan catatan harian seluruh kegiatan Sambo sejak masih berpangkat komisaris besar (Kombes) dan menjabat Kepala Sub Direktorat III Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Meski demikian, Arman tidak tahu apakah Ferdy Sambo turut mencatat siapa-siapa saja anggota Polri yang pernah menjalani sidang komisi kode etik dalam buku tersebut. “Jadi kegiatan sehari-hari itu apa, misalnya dia rapat. Pokoknya kegiatan sehari-hari semenjak beliau menjabat Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim, itu isinya,” katanya. Buku Hitam Sambo
Berita Terkait