Daya Beli Merosot, Kenaikan PPN 12 Persen Jadi Beban Baru Warga Jakarta


Jakarta, MI - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025 menuai kritik tajam.
Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jakarta, Dwi Rio Sambodo menilai kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, merupakan kebijakan yang memberatkan. Ia menyebut kebijakan ini tidak tepat waktu karena diterapkan di tengah melemahnya daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
"Kenaikan PPN 12 persen di tengah melemahnya daya beli masyarakat adalah sebuah kebijakan yang sangat memberatkan tentunya," kata Rio kepada Monitorindonesia.com, Rabu (18/12/2024).
Ia menjelaskan bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi nasional masih rendah, dan dampak pandemi Covid-19 masih terasa. Selain itu, tingkat pengangguran di Jakarta belum menunjukkan perbaikan yang signifikan, Karena itu, PPN 12 persen justru akan memberatkan warga.
"Dalam Konteks Jakarta, kebijakan umum anggaran Pemprov DKI Jakarta Tahun 2025 menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka masih tinggi belum bisa kembali seperti sebelum pandemi," ujarnya.
Rio menyampaikan, Rasio Gini Jakarta tertinggi setelah Yogyakarta, yakni 0,42 persen. Tingkat Kemiskinan masih tinggi diangka 4,44 persen lebih, dan masih menguatnya tingkat IPM Jakarta Khususnya dalam Komponen Pendapatan Warga Jakarta.
"Meski PPN 12 persen untuk barang dan produk tertentu, pasti akan berdampak pada kenaikan harga seluruh kebutuhan," ungkapnya.
Kenaikan PPN 12 persen bukan solusi yang tepat jika diterapkan dengan alasan untuk penguatan ekonomi. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan pemerintah.
"Penguatan ekonomi bukan hanya dilandaskan pada penghematan anggaran ataupun malah menaikkan pajak rakyat, justru sebagai pemerintah harus lebih fokus dalam meningkatkan produksi nasional," paparnya.
Rio menambahkan, penguatan sektor produktif rakyat dapat menjadi upaya meningkatkan Pendapatan Nasional sekaligus menjadi daya rangsang peningkatan Produksi Lokal/Daerah.
Sebelumnyanya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen akan diterapkan pada barang dan jasa yang dikategorikan mewah atau premium.
Berikut adalah daftar kelompok barang dan jasa yang sebelumnya dibebaskan dari PPN, namun akan dikenakan tarif baru ini:
- PPN atas Bahan Makanan Premium (contoh: beras premium, buah-buahan premium, daging premium seperti wagyu dan daging kobe, ikan mahal seperti salmon premium dan tuna premium, udang dan crustacea premium seperti king crab).
- PPN atas jasa pendidikan premium berstandar internasional.
- PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis premium Pengenaan.
- PPN untuk listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA.
Barang-barang kebutuhan pokok yang mendapatkan fasilitas bebas PPN rinciannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020. Di antaranya adalah:
- Beras
- Tepung terigu
- Daging ayam ras
- Daging sapi
- Ikan bandeng atau ikan bolu
- Ikan cakalang atau ikan sisik, ikan kembung/gembung/banyar/gembolo/aso-aso Ikan tongkol/ambu-ambu
- Ikan tuna
- Telur ayam ras
- Minyak goreng
- Cabai hijau, merah, dan rawit
- Bawang merah
- Gula pasir.
Berikut beberapa jenis jasa yang bebas PPN sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 meliputi:
- Jasa pendidikan
- Jasa pelayanan kesehatan medis
- Jasa pelayanan sosial
- Jasa angkutan umum
- Jasa keuangan
- Jasa persewaan rumah susun untuk masyarakat umum.
Pemerintah berencana mengalokasikan insentif PPN 2025 sebesar Rp 265,5 triliun. Insentif diberikan kepada kelompok bahan makanan, otomotif, dan properti.
Topik:
ppn anggota-dprd ppn-12-persen dwi-rio-sambodo