Bawaslu Sebut Jokowi Tak Langgar Netralitas soal Bansos, Pakar HTN: Bodoh dan Harus Diganti!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Maret 2024 04:55 WIB
Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu dalam sidang sengketa Pilpres di MK (Foto: Ist)
Rahmat Bagja, Ketua Bawaslu dalam sidang sengketa Pilpres di MK (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pakar hukum tata negara dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai pernyataan bahwa Joko Widodo alias Jokowi tiak melanggar netralitas dengan membagikan bantuan sosial (bansos) adala pernyataan yang keliru, berpandangan sempit dan avonturir mencari kesempatan dan tidak sensitif terhadap demokrasi.

Sebelumnya, di hadapan hakim konstitusi, Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja menjelaskan soal bagi-bagi Bansosoleh Presiden Jokowi yang diduga melanggar asas netralitas, disebut tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu. Dugaan tersebut tidak ditindaklanjuti.

"Pernyataan ini menggambarkan kebodohan ketidakluasan wawasan dan terlihat mencari kesempatan politis bagi kepentingan personil personilnya," ujar Abdul Fickar Hadjar saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, selepas sahur puasa ramadan, Sabtu (30/3/2024).

Abdul Fickar Hadjar berpandangan bahwa tindakan Presiden Jokowi membagikan bansos lepas dari program Kenenterian Sosial maupun program nasional jelas nerupakan tindakan yang culas, mencuri kesempatan dan curang.

"Karena diketahui putranya sendiri Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres salah satu pasangan calon, karena itu kesimpulan Bawaslu sangat dangkal, bodoh dan avonturir. Jika saj anak Presiden Jokowi tidak ikut sebagai peserta pemilu capres, sikap dan kesimpulan ini bisa dimengerti," ungkapnya.

Sikap dan kesimpulan Bawaslu, tambah Abdul Fickar Hadjar, jelas sangat tendensius dan miskin terhadap sensitifitas demokrasi, dan sikap seperti ini sangat membahayakan mperkembangan demokrasi ke depan. "Karena itu kita imbau DPR untuk secepatnya mengganti personil personil Bawaslu pada saat ini untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia ke depan," tandasnya.

Rahmat Bagja menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo tidak melanggar asas netralitas dalam pembagian bantuan sosial saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Serang, Banten.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, sebelumnya menjelaskan laporan tentang dugaan pelanggaran asas netralitas memang diterima Bawaslu Provinsi Banten.

Namun, berdasarkan hasil kajian terhadap laporan dimaksud, Bawaslu memutuskan untuk tidak menindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu.

"Berkenaan dengan Presiden Joko Widodo diduga melanggar asas netralitas saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Serang, Banten, dengan spanduk bergambarkan pasangan calon nomor urut dua dengan tindak lanjut pemberian status temuan atau laporan berdasarkan hasil kajian terhadap laporan Nomor 001 Tahun 2024 tanggal 18 Januari 2024, tidak ditindaklanjuti karena laporan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu," jelas Bagja.

Bagja menjelaskan ada dua laporan tentang pembagian bansos saat kunjungan kerja itu yang masuk ke Bawaslu. Kedua laporan itu kandas dan tidak ditindaklanjuti karena tidak terpenuhinya unsur pelanggaran pemilu.

"Bahwa berkenaan dengan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Presiden Jokowi diduga melakukan pelanggaran ketika kunjungan kerja ke Serang, Banten, Jokowi bagi-bagi bansos di Banten dengan spanduk pasangan calon nomor dua, Bawaslu Provinsi Banten mengeluarkan hasil kajian terhadap laporan Nomor 002 tanggal 18 Januari 2024 untuk tidak ditindaklanjuti karena pelaporan tidak memenuhi unsur pelanggaran pemilu," tutur Bagja.

Penjelasan Bagja tersebut merupakan jawaban atas gugatan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sementara Bawaslu berstatus sebagai pemberi keterangan dalam perkara tersebut.

Pada perkara ini, Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Anies-Muhaimin juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Keduanya turut meminta MK memerintahkan kepada KPU RI melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.