Mahfud Jangan "Memancing di Air Keruh", Tunjukin Dong Dugaan Keterlibatan Jokowi di Kasus Kereta Cepat Whoosh dan IKN

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Praktisi Hukum Fernando Emas (Foto: Dok MI/Pribadi)
Praktisi Hukum Fernando Emas (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI - Desas-desus kasus dugaan korupsi dalam pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang kini bernama Kereta Whoosh dan dugaan korupsi pada proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur (Kaltim) era mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi kian menguat.

Praktisi hukum Fernando Emas menegaskan bahwa jikalau memang ada alat bukti yang cukup terkait dengan dugaan adanya markup atau korupsi pada proyek kereta cepat Whoosh atau proyek lainnya termasuk Ibu Kota Negara, harus ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.

"Siapapun yang terlibat, harus diproses secara hukum. Termasuk kalau ada bukti keterlibatan Joko Widodo atau Luhut Binsar Panjaitan," kata Fernando saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Sabtu (18/10/2025) malam.

Namun terkait dengan penegakan hukum, tegasnya, harus ada bukti permulaan untuk bisa dimulainya penyelidikan. Jangan hanya didasari oleh prasangka tanpa ada bukti permulaan untuk dilakukan proses penyelidikan. 

"Mahfud MD sebagai ahli hukum, sebaiknya jangan hanya sekedar membangun opini dan seperti "memancing di air keruh" terkait dengan adanya polemik pembayaran hutang Kereta Cepat. Jangan asal ikut "nimbrung" karena pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya yang menginginkan pembayaran hutang Kereta Cepat tidak membebani BUMN," ungkapnya.

Fernando pun sangat mendukung dilakukan proses hukum apabila benar ada markup atau korupsi pada saat pembangunan Kereta Cepat. "Namun bukan hanya sekedar asumsi sehingga membangun opini liar yang berakibat membuat kegaduhan," pungkasnya.

Sementara pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, Joko Widodo dan Luhut Binsar Panjaitan harus bertanggung jawab atas dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh Jakarta-Bandung.

"Kalau ada unsur korupsi, kenapa tidak berani KPK, harusnya berani. Masukklah KPK, Jokowi dan Luhut harus diperiksa. Ya, Jokowi dan Luhut lah yang harus bertanggung jawab. Yang ngotot bangun kereta cepat adalah Luhut dan Jokowi untuk bangun kereta cepat," kata Abdul Fickar Hadjar kepada monitorindonesia.com, Jakarta, Jumat (17/10).

Presiden Prabowo Subianto tidak akan melindungai Jokowi dan Luhut Panjaitan terkait proyek yang merugikan negara Rp4,1 triliun per tahun meskipun Jokowi menemui Prabowo Subianto di Kartanegara pekan lalu.

"Itu kan kerjaan swasta, tidak ada kaitan dengan negara. Secara pribadi Jokowi dan Luhut yang ikut terlibat dan kedua orang itu wajib bertanggung jawab," kata Abdul Fickar.

Menurut dia, proyek kereta cepat atau Whossh itu ada perusahaan sendiri, itu tidak ada kaitan dengan negara atau APBN walaupun yang BUMN yang mengerjakan dibentuk negara tapi tidak ada kaitannya dengan APBN

"Makanya Purbaya (Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa) ngotot yang gak mau bayar. Gak ada kaitannya dengan APBN, itu urusan KCIC, itu BUMN sendiri. Kalaupun dia rugi, itu urusan BUMN, tidak ada kaitan dengan negara. BUMN kan perusahan yang mencari untung rugi, modalnya terpisah," kata dia.

Proyek ini sejak awal dijanjikan akan berjalan sepenuhnya dengan skema business to business (B2B) tanpa melibatkan APBN. Namun, seiring pembengkakan biaya, pemerintah justru menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 89 Tahun 2023 yang mengizinkan penggunaan APBN sebagai jaminan pinjaman utang proyek.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa pihaknya membuka kesempatan kepada publik yang memiliki informasi atau data awal terkait dugaan korupsi untuk menyampaikan laporan melalui kanal resmi pengaduan masyarakat KPK. 

“Kami mendorong masyarakat yang mengetahui adanya indikasi awal atau memiliki dokumen pendukung terkait dugaan tindak pidana korupsi agar segera melaporkannya melalui saluran pengaduan resmi KPK,” kata Budi, Kamis (16/10/2025).

Mantan Menkopolkam, Mahfud MD dalam video di YouTubenya sebelumnya menyebut adanya perubahan skema pembiayaan yang semula dari Jepang dengan pinjaman US$6,2 miliar berbunga 0,1 persen, kemudian beralih ke Cina dengan nilai US$5,5 miliar berbunga 2 persen yang akhirnya melonjak menjadi 3,4 persen akibat pembengkakan biaya (cost overrun).

Dalam video lainnya, menurut Mahfud MD, proyek IKN prosesnya nyaris sama dengan Whoosh. "IKN itu kan prosesnya sama dengan Whoosh," katanya.

Mahfud MD lalu menjelaskan alasan IKN berpotensi telah terjadi pelanggaran pidana di sana. "Keputusannya iya, lewat undang-undang, sudah. Tapi mulanya kan kita tahu bahwa IKN itu tidak ada APBN. Itu semua dari swasta, dari investor," jelas Mahdfud.

Namun setelah proyek IKN berjalan, nyatanta tidak ada satupun investor yang masuk. "Sudah berjalan, mulai, gak ada satupun investor. Lalu APBN dimasukkan sekian persen. Nah, ini APBN sudah habis yang dijatahkan. Ini kan sama ini, bermasalah ketika dan janji-janji investor yang katanya sudah banyak, sudah antre," jelas Mahfud.

Sesudah itu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia muncul di DPR. "Waktu itu, sampai hari ini tidak ada satupun investor. Yang rupiah pun masih janji, apalagi yang dolar. Kan gitu yang di DPR waktu itu, kata Bahlil," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, Prabowo agar menyelesaikan hal ini, bukan untuk menyalahkan pemerintah sebelumnya tapi agar problem prosedural tidak terjadi lagi.

"Karena ketika berjalan menggunakan dana APBN. Dulu kan memang katanya gak ada APBN, karena ini banyak investor. Nah ini supaya juga dari sekarang Pak Prabowo menyelesaikan, bukan untuk bermusuhan, bukan untuk menyalahkan pemerintah sebelumnya," kata Mahfud.

Sebab menurutnya pemerintah sebelumnya harus dihormati. "Tapi, agar problem-problem prosedural yang kemudian merugikan masyarakat dan bertendensi tidak sesuai dengan hukum itu, supaya diungkap. Agar tidak terjadi lagi berikutnya saling mewariskan masalah," ungkap Mahfud.

Sebelumnya dalam RAPBN 2026 memastikan alokasi anggaran untuk IKN telah disampaikan ke Parlemen. Dalam RAPBN tersebut, menyebutkan pemerintah setidaknya mengalokasikan total anggaran untuk infrastruktur IKN mencapai Rp15,87 triliun. 

Hal itu meliputi anggaran ke Otorita IKN (OIKN) senilai Rp6,3 triliun dan alokasi pembangunan jalan tol dan Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Rp9,60 triliun. Alokasi tersebut, salah satunya ditujukan untuk mendanai 12 PSN jalan tol di IKN 15,11 juta meter persegi (m2).

"Pengalokasian dana pengadaan tanah PSN melalui LMAN juga akan memberikan manfaat berupa kepastian bagi berbagai pihak," tulis dokumen tersebut.

Secara total, negara sendiri telah mengalokasikan dana melalui APBN untuk pembangunan IKN mencapai hampir Rp90 triliun, atau tepatnya senilai Rp89 triliun guna membangun jalan tol menuju IKN, 47 menara hunian, saluran air minum, sanitasi, embung, kolam retensi, dan kantor pemerintahan.

Di sisi lain, OIKN sebelumnya juga telah meminta anggaran hingga Rp21,1 triliun di tahun 2026. Usulan tersebut juga  telah disampaikan secara resmi kepada Menkeu RI Sri Mulyani melalui Surat Kepala Otorita IKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025 tertanggal 4 Juli 2025 lalu.

Anggaran terbagi menjadi dua, pertama merupakan anggaran pagu indikatif IKN sebesar Rp5,05 triliunm dan kedua anggaran pembangunan IKN tahap II yang mencapai Rp16,13 triliun di tahun 2026 saja.

Dalam jangka panjang, Otorita IKN memaparkan jika hingga tahun 2028 mendatang, IKN membutuhkan pendanaan hingga Rp48,8 triliun untuk pembangunan tahap kedua IKN.

Topik:

Korupsi IKN Korupsi Kereta Cepat Korupsi Kereta Cepat Whoosh Jokowi Luhut KPK