Swakelola atau Swakacau? Komisi III DPRD Malut Siap Turun Tangan

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Ketua Komisi III DPRD Malut, Merlisa Marsaoly (Foto: Dok MI/Jainal Adaran)
Ketua Komisi III DPRD Malut, Merlisa Marsaoly (Foto: Dok MI/Jainal Adaran)

Sofifi, MI - Komisi III DPRD Malut menyoroti sejumlah persoalan teknis dan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan swakelola di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Salah satu yang menjadi perhatian utama ialah Dinas Perhubungan, yang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2026 memiliki pagu anggaran sebesar Rp16 miliar.

Ketua Komisi III DPRD Malut, Merlisa Marsaoly, menjelaskan bahwa Dinas Perhubungan merupakan salah satu OPD yang dinilai memiliki potensi besar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya melalui sektor retribusi. Hal itu disampaikan usai rapat bersama mitra kerja komisi dengan Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) serta Dinas Perhubungan, dalam rangka pembahasan RAPBD Tahun Anggaran 2026 di Sofifi.

“Untuk Perhubungan sendiri, nilai pagunya Rp16 miliar. Kalau kita lihat, pada prinsipnya Komisi III menilai bahwa Dinas Perhubungan ini salah satu dinas yang punya potensi untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD),” jelas Merlisa, Kamis (23/10).

Ia menambahkan, berdasarkan evaluasi Komisi III, target PAD yang diberikan kepada Dinas Perhubungan pada tahun sebelumnya mampu tercapai hingga triwulan IV. Bahkan, capaian tersebut melampaui target awal yang ditetapkan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

“Target Dispenda itu Rp80 juta, yang dicapai Rp90 juta. Berarti ada potensi yang bisa lebih, tinggal beberapa sisi yang mungkin kita target, tapi kembali bertabrakan dengan kewenangan, baik itu dari pusat maupun kabupaten/kota,” ujarnya.

Menurutnya, potensi peningkatan PAD di sektor transportasi darat dan laut perlu dimaksimalkan melalui inovasi retribusi berbasis teknologi. Komisi III mendorong agar Dinas Perhubungan tidak hanya berfokus pada anggaran APBD, tetapi mampu mengembangkan sistem retribusi yang lebih efektif dan produktif.

“Kita mencoba untuk mendorong peningkatan PAD, karena Dinas Perhubungan adalah dinas yang memiliki potensi dalam peningkatan PAD dari sisi retribusi pelabuhan dan terminal. Jadi, kita lakukan optimalisasi serta mencari inovasi dalam retribusi melalui teknologi yang harus kita siapkan,” ujar Merlisa.

Politisi PDIP Malut itu juga menyinggung soal pemotongan Dana Transfer Pusat (TKD) yang berdampak pada kemampuan fiskal daerah. Karena itu, strategi peningkatan PAD menjadi sangat penting untuk menjaga kemandirian keuangan daerah.

“Kita tidak hanya bertumpu pada anggaran APBD, tapi bagaimana supaya kita bisa menggenjot PAD agar kita lebih mandiri dalam mendapatkan anggaran dari daerah sendiri,” tegasnya.

Selain Dinas Perhubungan, Merlisa juga menyoroti Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) yang mengalami pemangkasan pagu anggaran cukup besar, dari Rp7 miliar menjadi Rp3,5 miliar. Menurut Merlisa, efisiensi ini berpotensi memengaruhi proses pengadaan barang dan jasa, terutama terkait penggunaan sistem e-Katalog, e-Purchasing, dan swakelola.

“Begitu pun Biro PBJ juga demikian. Dari pagu anggaran Rp7 miliar, dipangkas hingga tinggal Rp3,5 miliar. Kita juga menyoroti terkait dengan prosesnya. Kita berkeinginan agar tahun ini lebih banyak menggunakan e-Katalog, e-Purchasing, dan swakelola,” katanya.

Komisi III menekankan pentingnya efektivitas proses pengadaan di setiap organisasi perangkat daerah agar realisasi anggaran dapat meningkat signifikan. Upaya ini dinilai mendesak, mengingat hingga triwulan ketiga tahun berjalan, tingkat serapan anggaran di sejumlah instansi masih berada pada kategori rendah.

Dalam pandangan Komisi III, kondisi tersebut mencerminkan belum optimalnya pelaksanaan kegiatan fisik di lapangan serta lemahnya perencanaan teknis di masing-masing OPD. Karena itu, DPRD mendorong adanya langkah percepatan dan evaluasi menyeluruh agar sisa waktu pelaksanaan anggaran dapat dimanfaatkan dengan maksimal.

“Kita berharap agar penyerapan anggaran bisa dicapai secara keseluruhan, karena penyerapannya masih sangat minim,” ungkap Merlisa.

Meski di BPBJ sendiri proses tender telah mencapai hampir 100 persen, Merlisa menilai realisasi keuangan di lapangan masih belum maksimal. Salah satu faktor penghambatnya adalah ketidaksiapan pelaksanaan e-Katalog yang kemudian berujung pada peralihan kembali ke mekanisme tender konvensional.

“Walaupun di BPBJ sendiri sudah hampir 100 persen yang telah ditenderkan, tapi dalam proses serapan anggarannya masih minim. Jadi, kita melihat kondisinya: pertama, e-Katalog; kalau tidak tercapai, maka diganti lagi melalui proses tender,” terangnya.

Situasi tersebut menjadi perhatian serius Komisi III DPRD Malut, mengingat sejumlah pekerjaan fisik telah memasuki periode akhir tahun anggaran. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap kemampuan instansi pelaksana dalam menuntaskan proyek-proyek yang telah direncanakan.

Merlisa menilai perlunya langkah cepat dan terarah agar seluruh kegiatan fisik dapat terselesaikan tepat waktu. Dukungan dan koordinasi dari Biro Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan dapat membantu mempercepat proses pelaksanaan serta menghindari potensi keterlambatan yang berdampak pada rendahnya serapan anggaran.

“Sekarang sudah bulan September untuk pekerjaan fisik, ini yang jadi persoalan. Kita meminta supaya BPBJ memberikan masukan kepada dinas-dinas terkait,” katanya.

Merlisa menegaskan bahwa organisasi perangkat daerah sebaiknya tidak memaksakan penggunaan sistem e-Katalog apabila secara teknis belum siap, karena hal tersebut justru dapat memperlambat pelaksanaan kegiatan dan menghambat realisasi program. Ia menilai, penggunaan mekanisme tender konvensional bisa menjadi alternatif yang lebih efektif agar proses pengadaan berjalan tepat waktu dan sesuai ketentuan.

“Kalau memang e-Purchasing atau e-Katalog tidak mampu, jangan dipaksakan. Lebih baik melalui proses tender saja supaya cepat. Tapi kalau dipaksakan terus dan dalam perjalanan tidak sesuai, maka itu menjadi persoalan,” imbuhnya.

Dalam pembahasan yang sama, Komisi III juga mencatat bahwa sebagian besar kegiatan di Dinas PUPR dan Dinas Pertanian masih didominasi mekanisme swakelola dan e-Purchasing. Merlisa menyebutkan, proyek-proyek seperti pembangunan kediaman gubernur dan kantor gubernur termasuk dalam kategori swakelola, sementara kegiatan lain menggunakan e-Katalog.

“Swakelola banyak dilakukan di Dinas PUPR dan Dinas Pertanian. Di Dinas PUPR, kegiatan paling banyak berupa swakelola dan e-Purchasing. Swakelola kemarin itu antara lain untuk kediaman Gubernur dan Kantor Gubernur. Yang lain semua e-Katalog, tapi karena e-Katalog tidak mampu, akhirnya pada bulan September baru ditenderkan,” jelasnya.

Terkait mekanisme swakelola, Merlisa menilai model tersebut tidak bermasalah sepanjang dikerjakan dengan benar dan transparan. Namun, ia mengingatkan adanya risiko keterlambatan akibat banyaknya item pekerjaan yang dikelola secara langsung.

“Iya, karena banyak item, swakelolanya anggarannya besar. Banyak item-item yang di antara diswakelola, ada yang e-Purchasing. Jadi, ada pengadaan mobiler yang di e-Katalog, sehingga memang agak lama,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini menuntut Komisi III untuk turun langsung ke lapangan dalam waktu dekat guna memastikan seluruh kegiatan berjalan sesuai ketentuan dan tepat waktu.

“Rencananya, Komisi III akan turun kembali untuk mengawasi dan mengecek sejauh mana prosesnya. Jadi, kami belum bisa berkomentar kalau sementara ini kami belum turun melihat secara langsung,” tambah Merlisa.

Merlisa juga kembali menegaskan, apabila sistem e-Katalog atau e-Purchasing belum siap diterapkan, maka sebaiknya OPD menggunakan jalur tender agar tidak menghambat percepatan realisasi program.

“Kami menganggap bahwa kalau memang secara rasional dengan kondisi yang ada, kita sesuaikan dengan kondisi daerah kita. Karena kalau e-Katalog belum siap, atau dinas yang bersangkutan belum siap melaksanakan swakelola, sebaiknya melalui proses tender saja supaya lebih cepat,” tutup Merlisa. (Jainal Adaran)

Topik:

DPRD Maluku Utara Komisi III DPRD Malut Maluku Utara Pemprov Maluku Utara