ASDP Ternate Pilih Diam Saat Dugaan Mafia BBM Menguat

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 22 November 2025 1 hari yang lalu
Pelabuhan Feri Bastiong Ternate (Foto: Dok/MI/Istimewa).
Pelabuhan Feri Bastiong Ternate (Foto: Dok/MI/Istimewa).

Ternate, MI - Kepala Bidang Hukum dan HAM DPD IMM Malut, Alfian Ali, kembali meniupkan alarm keras terhadap dugaan praktik penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) kapal feri rute Ternate-Sofifi di lingkungan ASDP Ternate. Isu lama itu kembali mencuat setelah informasi lapangan menyebut adanya dugaan kerja sama antara oknum kru kapal dan seorang pengusaha berinisial W, yang kemudian diduga membeli BBM kapal untuk diperjualbelikan kembali kepada pihak lain. Dugaan ini, jika benar adanya, tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mencoreng integritas layanan penyeberangan yang menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat.

Dugaan penyimpangan BBM kapal feri kembali menyeruak sebagai potret buram tata kelola layanan penyeberangan di Malut. Publik menilai persoalan ini bukan lagi sekadar rumor operasional, melainkan indikasi adanya celah sistemik yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk meraih keuntungan pribadi. Dalam konteks ini, keputusan IMM Malut untuk angkat bicara menjadi penting, karena memberikan tekanan moral sekaligus mendorong terbukanya ruang transparansi.

Situasi tersebut semakin menegaskan bahwa isu BBM tidak boleh disederhanakan sebagai persoalan teknis semata. Setiap liter yang hilang atau dialihkan berpotensi menimbulkan dampak domino yang merugikan masyarakat luas. Oleh sebab itu, aparat penegak hukum dan otoritas terkait semestinya tidak menunda untuk mengurai persoalan ini dengan penyelidikan tuntas dan transparan.

Alfian menegaskan bahwa DPD IMM Malut tidak memandang persoalan ini sebagai isu kecil atau kesalahan teknis semata. Ia menekankan bahwa terdapat potensi penyimpangan serius yang dapat merugikan negara dan publik jika tidak segera ditindaklanjuti. Dalam ungkapannya, ia mengatakan, “Kami memandang bahwa dugaan praktik penjualan BBM kapal feri oleh oknum tertentu merupakan bentuk penyimpangan serius,” ujarnya. Penegasan itu kemudian ia lanjutkan dengan penjelasan mengenai mekanisme penggunaan BBM yang tetap terkait dengan dana negara yang harus dapat dipertanggungkawabkan ke publik.

Komentar Alfian tersebut memperlihatkan bahwa masalah ini tidak hanya bertumpu pada persoalan operasional, tetapi juga menyangkut integritas lembaga yang diberi tanggung jawab mengelola transportasi publik. Jika praktik seperti ini benar terjadi, maka kerugian yang timbul bukan hanya bersifat finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penyedia layanan.

Pada titik ini, pandangannya memberi tekanan moral agar seluruh pihak yang berkaitan langsung dengan operasional kapal feri tidak mengambil jalan pintas yang dapat menodai profesionalitas dan akuntabilitas lembaga. Sorotannya mempertegas perlunya langkah cepat, agar penyimpangan yang ditengarai ini tidak berkembang menjadi praktik gelap yang berulang dan semakin sulit diungkap.

Dugaan penyimpangan distribusi BBM di lingkup layanan ASDP, kata Alfian, kembali memperlihatkan betapa rentannya sektor transportasi publik terhadap praktik curang yang merusak kepercayaan masyarakat. Penjelasan mengenai mekanisme subsidi operasional yang semestinya digunakan untuk memastikan keberlanjutan layanan, justru membuka ruang pertanyaan besar tentang integritas pengelolaan di lapangan. Ketika BBM yang menjadi dasar perhitungan PSO diselewengkan oleh oknum tertentu, maka kerugian tidak hanya berhenti pada aspek keuangan negara, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas layanan publik yang sangat bergantung pada akurasi penggunaan anggaran.

“Meskipun BBM kapal feri bukan kategori subsidi langsung, namun dana subsidi operasional (PSO) yang dikucurkan negara untuk layanan ASDP tetap dihitung berdasarkan penggunaan BBM yang sah, bukan untuk diperjualbelikan secara ilegal,” katanya.

Dugaan penyalahgunaan BBM kapal feri ini menunjukkan bahwa persoalan yang diangkat IMM Malut bukan sekadar isu administratif, tetapi menyangkut potensi penyalahgunaan aset negara yang serius dan berdampak luas. Dampak dari praktik semacam ini tidak hanya menimbulkan pembengkakan biaya operasional, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas layanan penyeberangan dan membuka peluang bagi terbentuknya jaringan perdagangan ilegal yang merugikan publik. Dengan demikian, pengawasan ketat dan tindakan tegas menjadi keharusan untuk memastikan sistem transportasi laut tetap berjalan secara transparan, akuntabel, dan benar-benar melayani kepentingan masyarakat.

“Penyalahgunaan BBM kapal dapat berdampak luas, mulai dari membengkaknya biaya operasional, menurunnya kualitas layanan penyeberangan, hingga potensi munculnya jaringan perdagangan ilegal yang menguntungkan pihak tertentu,” tegas Alfian.

IMM Malut kemudian menekankan bahwa dugaan penyalahgunaan BBM kapal feri bukan sekadar persoalan administratif, melainkan ancaman serius terhadap integritas pengelolaan aset negara. Organisasi kepemudaan ini menilai, jika praktik ilegal tersebut dibiarkan, dampaknya tidak hanya bersifat finansial tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap layanan penyeberangan yang menjadi urat nadi mobilitas masyarakat Malut. Dengan latar itu, DPD IMM Malut mendesak agar ASDP, Kepolisian, dan Kementerian Perhubungan segera mengambil langkah tegas.

“Jika benar ada transaksi BBM antara oknum kru kapal dan pembeli tertentu, maka ini adalah pelanggaran hukum dan bentuk penyelewengan aset negara,” ungkapnya. Penegasan ini menyoroti bahwa setiap liter BBM yang diselewengkan sesungguhnya adalah bentuk kerugian nyata bagi negara dan publik, sekaligus bukti celah pengawasan yang harus ditutup segera.

DPD IMM Malut kemudian menekankan urgensi tindak lanjut yang cepat, menuntut agar aparat penegak hukum bergerak tanpa kompromi. Seruan ini menegaskan bahwa langkah investigatif tidak boleh setengah hati, dan setiap pihak yang terlibat harus dipertanggungjawabkan sepenuhnya demi menjaga integritas sistem transportasi laut.

“Kami meminta aparat penegak hukum bergerak cepat,” tegasnya. Ungkapan Alfian ini sekaligus menjadi alarm bahwa toleransi terhadap praktik ilegal akan membuka peluang berulangnya penyalahgunaan, sehingga tindakan tegas dan transparan menjadi kebutuhan mendesak.

Dugaan penyalahgunaan BBM kapal feri di Malut menunjukkan bahwa persoalan ini bukan kasus tunggal, melainkan bagian dari pola yang pernah terjadi di sejumlah wilayah lain di Indonesia. Praktik serupa di Labuan Bajo, Batam, maupun Sulawesi Tenggara memperlihatkan bagaimana celah pengawasan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu, dan tanpa pengawasan ketat, risiko terulangnya penyalahgunaan di Malut sangat tinggi.

IMM Malut menekankan perlunya pembelajaran dari pengalaman daerah lain agar kesalahan yang sama tidak terulang. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan tindakan preventif, sistem transportasi laut di Malut bisa tetap berjalan secara transparan dan akuntabel, sekaligus melindungi kepentingan publik dari praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.

“Kami tidak ingin persoalan seperti yang terjadi di daerah lain, seperti Labuan Bajo, Batam, hingga Sulawesi Tenggara juga berulang terjadi di Maluku Utara, ini harus dihentikan,” ujar Alfian.

Sementara itu, upaya untuk memperoleh klarifikasi dari pihak ASDP Ternate justru menemui jalan buntu. Manager Usaha ASDP Ternate, Hery Kuswandy, yang dihubungi Monitorindonesia.com melalui pesan WhatsApp pada Jumat (21/11), memilih untuk tidak memberikan jawaban. Sikap bungkam ini justru semakin memperkuat kecurigaan publik karena isu sebesar ini mestinya mendapat respons terbuka dari pihak yang bertanggung jawab. Diamnya pihak ASDP membuat ruang spekulasi semakin melebar.

Ketidakjelasan informasi dari pihak ASDP mempertegas betapa rentannya tata kelola BBM kapal feri di bawah pengawasan institusi tersebut. Publik bertanya-tanya apakah dugaan penyalahgunaan BBM ini benar-benar terjadi dan apakah ada hal yang sedang ditutup-tutupi. Dalam konteks pelayanan publik, transparansi bukan sekadar kebutuhan, melainkan kewajiban moral dan institusional.

IMM Malut telah menyampaikan kritik dan peringatan dengan sangat jelas melalui serangkaian pernyataan yang bukan hanya berisi tuntutan, tetapi juga gambaran konkret mengenai risiko dan dampak dari praktik semacam ini. Kini tanggung jawab berada di tangan aparat penegak hukum dan kementerian terkait untuk mengambil tindakan nyata. Publik Malut menunggu jawaban, bukan janji.

Dugaan praktik mafia BBM ini bukan soal kecil. Ia merupakan ujian bagi integritas lembaga publik, transparansi ASDP, dan keberanian aparat hukum dalam memberantas penyimpangan. Masyarakat berhak memperoleh kepastian, dan hanya tindakan tegas yang mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap pelayanan negara. (Jainal Adaran)

Topik:

Maluku Utara