Dirut Inalum Danny Praditya Dikabarkan Tersangka Korupsi Jual Beli Gas, Negara Rugi Rp 852 Miliar?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 11 Juni 2024 10:36 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Danny Praditya dikabarkan menjadi tersangka atas dugaan korupsi di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN, unit usaha PT Pertamina. 

Danny Praditya dikabarkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski begitu, informasi ini belum disampaikan atau dirilis resmi oleh lembaga antirasuah tersebut. 

Sesuai dengan kebijakan KPK, konstruksi perkara beserta pasal dan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka akan diumumkan secara lengkap dan utuh ketika proses penyidikan telah rampung dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka.

Adapun dugaan keterlibatan Danny Praditya saat dirinya masih menjabat sebagai Direktur Komersial PGN periode 2016-2019. Selain Danny, KPK juga dikabarkan menetapkan Iswan Ibrahim sebagai Direktur Utama PT Isargas. Keduanya sudah dicekal ke luar negeri.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK, Ali Fikri menyebut pihak yang akan diperiksa dapat selalu hadir memenuhi setiap jadwal pemanggilan pemeriksaan dari tim penyidik.

“Pihak dimaksud adalah penyelenggara negara dan pihak swasta,” kata Ali Fikri dikutip pada Selasa (11/6/2024).

Ali Fikri menjelaskan dugaan tindak pidana korupsi tersebut diduga terjadi dalam modus proses jual-beli gas antara PT PGN dengan perusahaan yang berinisial PT IG pada periode 2018-2020. 

Dugaan korupsi di perusahaan gas pelat merah itu pun diperkirakan telah merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. “Penyidikan itu berkaitan dengan pasal-pasal kerugian keuangan negara. Angkanya tentu nanti akan dihitung lebih konkretnya dalam proses penyidikan tapi memang ratusan miliar rupiah,” jelasnya.

Sebelumnya, KPK mengumumkan penyidikan perkara rasuah di PT PGN Tbk tahun anggaran 2018-2020. Penyidikan ini berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan kejanggalan dalam proyek-proyek PGN.

Berapa kerugian negara?
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Pengelolaan Pendapatan, Biaya dan Investasi (PBI) Tahun 2017 hingga semester I 2022 di PGN menunjukkan sejumlah masalah. Di antaranya adalah dugaan nilai akuisisi tiga lapangan kerja minyak dan gas bumi (migas) yang terlalu mahal. 

Kemudian, mangkraknya terminal gas alam cair Teluk Lamong, Surabaya, serta kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau floating storage regasification (FSRU) Lampung.

Adapun terkait akuisisi tiga wilayah kerja (WK) migas, BPK dalam laporannya menyebut bahwa akusisi yang dilakukan anak perusahaan PGN yang bergerak di bidang hulu migas, yaitu PT Saka Energi Indonesia (SEI), tidak sesuai proses bisnis komersial Saka. Dalam hitungan BPK, nilai akuisisi tersebut lebih tinggi alias kemahalan hingga US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar.

Tiga WK migas itu meliputi Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur serta Fasken di Texas, Amerika Serikat. Bukannya untung, Saka Energi dan PGN justru ditengarai merugi hingga US$ 347 juta atau Rp 5,2 triliun gara-gara pembelian lapangan migas itu.

Anggota VII BPK Hendra Susanto mengatakan hasil audit PT PGN itu diserahkan kepada KPK untuk ditangani proses hukumnya. “Rekomendasinya, serahkan saja ke aparat penegak hukum,” kata Hendra, Kamis (20/7/2023).

Untuk diketahui, KPK pada 13 Mei 2024 mengumumkan telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi di PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk.

"Penyidikan di PGN, ya benar KPK melakukan penyidikan menyangkut perkara di Perusahaan Gas Negara," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Alex menerangkan penyidikan perkara dugaan korupsi tersebut dilakukan berdasarkan hasil audit oleh BPK. Namun, mantan hakim itu tidak menjelaskan lebih lanjut soal detail dugaan konstruksi korupsi tersebut.

"(Penyidikan) itu berdasarkan hasil audit dengan tujuan tertentu yang dilakukan BPK dan sudah disampaikan ke KPK. Sekarang masih dalam proses penyidikan," ujarnya.

Sesuai dengan kebijakan KPK, konstruksi perkara beserta pasal dan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka akan diumumkan secara lengkap dan utuh ketika proses penyidikan telah rampung dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka. "Nanti mungkin kalau sudah cukup buktinya tentu kita akan segera melakukan penahanan terhadap para tersangka," tuturnya.