Korupsi LPEI Rp 3,4 Triliun Seret Penyelenggara Negara dan Swasta, Begini Kronologi Kasusnya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Dok MI)
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tujuh orang tersangka terkait kasus korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam kasus tersebut negara mengalami kerugian mencapai Rp3,4 triliun.

"Untuk diketahui per tanggal 26 juli 2024, KPK telah menetapkan 7 orang tersangka," kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto dikutip Kamis (1/8/2024).

Tessa mengatakan, salah satu pihak yang ditetapkan menjadi tersangka dari kasus LPEI itu adalah pihak penyelenggara negara. Hanya saja dia enggan untuk membeberkan identitas dari penyelenggara yang dimaksud dan enam tersangka lain.

Proses penyitaan barang bukti juga telah dilakukan oleh tim penyidik. Untuk selanjutnya, KPK bakal periksa saksi yang dimaksud. "Proses penyidikan saat ini sedang berjalan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta penyitaan barbuk," jelas Tessa.

Dari kasus tersebut, telah terjadi fraud atau kecurangan yang dilakukan oleh tiga perusahaan. Sehingga mengakibatkan negara rugi hingga triliunan rupiah.

"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun. Sehingga yang sudah terhitung dari 3 korporasi penyaluran kredit PT LPEI ini sebesar Rp3,451 triliun," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron kepada wartawan Selasa (19/3) malam hari.

Kronologi
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut dugaan terjadinya fraud tersebut semula adanya penyimpangan pemberian kredit modal kerja ekspor (KMKE) oleh LPEI.

"Secara umum sebetulnya terkait dengan pembiayaan sebagaimana perbankan, kenapa kemudian kredit itu macet umumnya terjadi karena kurang hati-hatinya komite kredit atau pihak lembaga yang memberikan kredit itu terhadap kondisi dari debitur," kata Alex.

KMKE dalam hal ini diduga mengabaikan jaminan kelayakan pengajuan pembiayaan serta adanya indikasi ketidakwajaran dari berdasarkan laporan keuangan tentang waktu Juni 2015. Dimana laporan ketidakwajaran tersebut dijadikan rujukan analisa pembiayaan ke PT PE.

"Jadi laporan keuangan PT PE diduga itu tidak mengandung kebenaran. Itu pada laporan PTPE dijadikan rujukan dalam analisis pemberian pembiayaan ke PT PE," beber Alex.

 Pada saat pengajuan jaminan aset tetap oleh PT PE, kata Alex terdapat tiga ruangan kantor yang berpotensi gagal. Sebab belum diterbitkan sertifikat kepemilikan atas aset tersebut.

"Secara keseluruhan jaminan-jaminan yang diberikan PTPE itu lebih kurangnya tidak bisa menutup fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada PT PE. Jadi jaminannya rendah, tidak menutup kredit yang diberikan," lanjutnya.

Bahkan kata Alex terdapat dugaan penggelembungan nilai piutang PT. PE di antaranya peningkatan aset hingga dua kali lipat dikarenakan naiknya piutang dan pencatatan semu atas akuisisi.

"Ini beberapa dugaan fraud yang dilakukan disebabkan tidak telitinya dari eks Komite Kredit dari LPEI dalam menganalisis laporan-laporan keuangan yang disampaikan PT PE," tandasnya.