LP3HI akan Gugat Kejagung Lagi soal Korupsi BTS Seret Menpora Dito dan Nistra Yohan: Prabowo sebagai Termohon II

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 November 2024 15:32 WIB
Menpora Dito (kiri) dan Nistra Yohan (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)
Menpora Dito (kiri) dan Nistra Yohan (kanan) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) akan menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) soal kasus dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kominfo yang merugikan negara Rp 8 triliun.

"Kejagung akan digugat lagi dengan menarik presiden sebagai termohon II," kata  Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho kepada Monitorindonesia.com dikutip pada Jum'at (1/11/2024).

Menurut Kurniawan, langkah itu juga sekaligus menguji komitmen Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka usai dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. "Ini kami akan lakukan sekaligus untuk menguji komitmennya dalam pemberantasan korupsi," jelasnya.

Adapun Prabowo dan Gibran dalam kampanye Pilpres 2024 sempat berjanji akan bekerja keras memberantas korupsi di Indonesia hingga ke akarnya jika terpilih pada Pemilihan Presiden 2024. 

Menurut Kurnia, masih ada yang belum diseret Kejaksaan Agung (Kejagung), padahal nama-nama diduga terlibat telah menyeruak di BAP maupun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Yakni Menpora Dito Ariotedjo dan Nistra Yohan. LP3HI memang sebelumnya mengajukan praperadilan pada Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan praperadilan yang teregister dengan nomor 31/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Namun gugatan itu ditolak.

Adapun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Menpora Dito Ariotedjo sempat disebut menerima aliran dana sebesar Rp27 miliar. Sementara staf khusus anggota DPR Nistra Yohan disebut menjadi perantara penyerahan uang sebesar Rp70 miliar kepada Komisi I DPR.

Terkait fakta persidangan itu, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah sempat mengatakan semua itu akan diusut namun tergantung dari pada alat bukti yang ditemukan pihaknya. "Tergantung alat bukti. Selama alat bukti tidak ada, kami tidak bisa menetapkan (kepastian hukum)," ujarnya kepada wartawan di Gedung Bundar Kejagung, Rabu (10/1/2024).

Pun, Febrie mengaku pihaknya masih mencari sosok yang menyerahkan uang senilai Rp27 miliar kepada pengacara Maqdir Ismail. Kejaksaan, kata dia, sampai saat ini hanya memegang identitas yang diduga Suryo dari hasil pemeriksaan di persidangan.

Febrie menjelaskan asal-usul uang Rp27 miliar itu masih harus dibuktikan guna memastikan apakah benar ada keterlibatan Menpora Dito atau tidak.

"Contoh kalau Dito, sampai sekarang ini yang menyerahkan Rp27 miliar itu aja ke Maqdir itu belum tahu siapa orangnya. Kita udah ambil CCTV, tapi belum tahu siapa orang itu, belum dapat," jelasnya.

Lebih lanjut, ia menerangkan dugaan tindak pidana awal dalam kasus BTS 4G itu seluruhnya telah diproses di PN Tipikor. Penyidik, kata dia, tinggal membuktikan dugaan rentetan aliran dana yang ditemukan dalam fakta persidangan.

"Ada rentetan uang yang keluar. Ini harus dibuktikan penyidik, sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti digelar perkara belum bisa dinyatakan tersangka," pungkasnya.

Diketahui, bahwa Dito diduga menerima aliran dana Rp27 miliar dari salah satu tersangka bernama Irwan Hermawan, Komisiaris PT Solitech Media Sinergy.

Irwan mengakui memberikan uang kepada Dito ketika menjadi saksi mahkota dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi BTS 4G untuk terdakwa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Direktur Utama BAKTI Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto.

“Yang terakhir namanya Dito. Pada saat itu saya tahunya namanya Dito saja. Belakangan saya ketahui namanya Dito Ariotedjo,” kata Irwan menjawab pertanyaan Hakim Ketua Fahzal Hendri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2023).

Irwan mengaku tak memberikan uang itu secara langsung kepada Dito, tetapi lewat perantara bernama Resi dan Windi. Resi adalah orang yang bekerja untuk Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak. 

Sementara itu, Windi Purnama merupakan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Galumbang dan Windi juga menjadi saksi mahkota dalam persidangan tersebut.

Irwan juga mengatakan, dirinya pernah sekali bertemu langsung dengan Dito Ariotedjo di rumahnya yang beralamat di Jalan Denpasar. Akan tetapi, dia mengaku tidak banyak mengobrol dalam pertemuan itu.

Pengakuan lain juga memperkuat Dito menerima aliran dana Rp27 miliar diakui saksi mahkota Menak Simanjuntak. Menak mengakui sebagai orang yang menyerahkan uang senilai miliaran itu kepada Dito.

Jauh sebelum kesaksian Irwan dan Menak, nama Dito sejatinya pernah diperiksa penyidik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 3 Juli 2023. Saat itu, Dito dicecar 24 pertanyaan oleh penyidik ketika diperiksa hampir tiga jam buntut kasus BTS Kominfo itu.

Namun, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Kuntadi kala itu mengatakan, pemeriksaan politikus Partai Golkar itu tak berkaitan langsung dengan substansi perkara dugaan rasuah proyek BTS 4G Kominfo.

“Terinfo dalam rangka untuk menangani atau mengendalikan penyidikan, ada upaya untuk mengumpulkan dan memberikan sejumlah uang. Sehingga peristiwa ini tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang menyangkut proyek pengadaan BTS,” jelas Kuntadi kala itu.

Pria bernama lengkap Ario Bimo Nandito Ariotedjo itu sempat menyangkal dirinya menerima aliran dana Rp27 miliar, yang disebut-sebut bersumber dari kasus korupsi yang merugikan negara Rp8,03 triliun dan menjerat eks Menkominfo Johnny G Plate itu.

Dito mengaku, terganggu dengan pengakuan terdakwa Irwan tentang pemberian uang untuk pengendalian kasus korupsi BTS tersebut.

“Saya juga memiliki keluarga di mana saya harus meluruskan ini semua, dan juga untuk mempertanggungjawabkan kepercayaan publik selama ini,” kata Dito usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung kala itu sebagaimana dikutip Antara.

Menpora Dito pun diminta menjadi saksi dalam kasus BTS Kominfo pada Rabu (11/10/2023) pekan depan. Permintaan itu disampaikan JPU Kejagung kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Jaksa menjelaskan bahwa Menpora Dito dipanggil menyusul disebutnya nama yang bersangkutan oleh salah satu saksi mahkota pada sidang sebelumnya. Ia juga mengatakan, sejatinya JPU akan menghadirkan nama-nama lain, tetapi hanya Dito yang baru bisa dikonfirmasi.

“Nama-nama lain masih di penyidikan dan tetap dipanggil Yang Mulia. Ada beberapa yang memang tidak dideteksi keberadaannya, ada yang sedang dilakukan pemanggilan Yang Mulia," jelas jaksa.

Usai namanya disebut dalam persidangan, Dito mengaku menghormati Kejagung. Dito mengatakan, dirinya sudah diperiksa pada Juli lalu untuk mengonfirmasi aliran dana Rp27 miliar itu. Dito mengklaim dirinya telah kooperatif karena sudah menghadiri pemeriksaan Kejagung dan membuktikan dirinya tak terlibat dalam kasus itu.

Sementara soal Nistra Yohan, berdasarkan pengakuan Windi Purnama, bahwa dia pernah menyerahkan uang senilai Rp 70 miliar kepada Nistra Yohan untuk mengamankan perkara yang tengah berproses.

Windi bahwa mengaku mengetahui Nistra Yohan merupakan anggota Komisi I DPR dari terdakwa Irwan Hermawan. Penyerahan uang kepada Nistra juga Windi lakukan setelah mendapat perintah dari Irwan dan terdakwa Anang Achmad Latif.

“Kepada siapa lagi yang saudara serahkan?” tanya Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).

“Berikutnya, saya juga serahkan ke Nistra,” jawab Windi Purnama.

Windi menjelaskan, dirinya menyerahkan uang senilai Rp70 miliar kepada Nistra dalam dua kali pengantaran, masing-masing Rp30 miliar dan Rp40 miliar. Hakim pun meminta Windi untuk menceritakan proses penyerahan ini.

“Yang pertama di sebuah rumah yang sudah ditentukan oleh Nistra, di daerah Gandul (Depok),” jelas Windi. “Itu di Gandul, hotel?” tanya Hakim Ketua Rianto.

“Bukan, itu di Gandul di rumah. Terus, yang kedua di hotel daerah Sentul,” kata Windi lagi.

Berdasarkan fakta persidangan, Windi dan Nistra bertemu di Hotel Aston, Sentul City. Proses penyerahan uang terjadi di area basemen hotel.

Saat diperiksa sebagai terdakwa, Windi mengaku dirinya tidak mengetahui posisi atau tugas Nistra dalam Komisi I DPR. Windi mengaku tidak tahu Nistra merupakan bagian dari fraksi partai apa.

Windi Purnama atas perintah Irwan Hermawan dan Galumbang Menak Simanjuntak dinilai telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan mengalirkan dana sebesar Rp243 miliar. Windi pun menerima fee sebesar Rp750 juta untuk membantu pengaliran dana tersebut.

Atas tindakannya, Windi Purnama didakwa melanggar pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan enam belas orang sebagai tersangka. Enam di antaranya telah menerima vonis dari PN Tipikor Jakarta Pusat. Sementara satu tersangka terbaru merupakan Achsanul Qosasi selaku anggota dari BPK. Kejagung menduga Achsanul telah menerima uang kasus korupsi tersebut sebesar Rp40 miliar.

Adapun proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kominfo dilakukan untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Dalam perencanaannya, Kominfo merencanakan membangun 4.200 menara BTS di pelbagai wilayah Indonesia. Akan tetapi para tersangka terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa dan mengondisikan proses lelang proyek.

Topik:

Kejagung Prabowo BTS Kominfo Nistra Yohan Menpora Dito