PT PPI Anggota Holding BUMN ID FOOD di Bawah PT RNI dalam Pusaran Dugaan Korupsi Impor Gula Tom Lembong


Jakarta, MI - Penyidik gedung bundar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2023 yang merugikan negara Rp 400 miliar.
Adalah eks Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI periode 2015-2016, Charles Sitorus.
Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.
Kejagung menyebutkan, izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang boleh mengimpor gula kristal putih.
“PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024).
Seperti diketahui, bahwa PT PPI adalah perusahaan anggota Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pangan ID FOOD di bawah PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero).
Perusahaan perdagangan dan logistik tersebut berperan untuk mendukung program pemerintah dalam rangka merealisasikan kedaulatan pangan melalui kegiatan rantai pasok dari hulu ke hilir yang lebih efisien.
Melansir laman resminya, PT PPI berawal dari perusahaan bentukan Pemerintah Belanda di bawah The Big Five Perusahaan Perdagangan. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia mulai mengambil alih perusahaan yang disebut sebagai Perusahaan Niaga pada 1950-an.
Pada 1998, pemerintah memutuskan untuk melakukan merger terhadap belasan BUMN di bidang perdagangan menjadi tiga perusahaan. Perusahaan tersebut meliputi PT Dharma Niaga, PT Pantja Niaga, dan PT Cipta Niaga.
Kemudian, pada Juni 2003, tiga perusahaan itu kembali digabung menjadi satu perusahaan niaga, yaitu PT PPI yang berlaku efektif sejak 31 Maret 2003. Penyederhanaan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2003 yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi manajemen, integrasi bisnis, meningkatkan kepemilikan aset, dan memaksimalkan keuntungan.
Pada 2 Desember 2021, PT PPI dan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) resmi bergabung yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Nomor AHU-AH.01.10-0014697.
Kini, PT PPI menjadi perusahaan yang bergerak pada sektor bisnis perdagangan domestik, internasional, pergudangan, dan logistik yang terdigitalisasi.
Terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret Charles Sitorus, Direktur Utama PT PPI, Soegeng Hernowo mengatakan proses hukum tersebut merupakan wujud nyata dari bersih-bersih BUMN yang selalu ditegaskan Menteri BUMN Erick Thohir. PT PPI, lanjut dia, juga akan bersikap kooperatif atas proses hukum yang dilaksanakan oleh Kejagung.
“Sebagai penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan wujud nyata mendukung aksi bersih-bersih BUMN,” kata Soegeng dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Dia mengungkapkan, aktivitas PT PPI kini masih berjalan normal dan tidak ada hambatan terhadap operasional bisnis. Dia pun berkomitmen akan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik dan benar dalam proses bisnis perseroan.
Sementara itu, pihak Rajawali Nusindo belum memberikan respons saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (2/11/2024).
Temuan BPK RI
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebelumnya telah mencatat sederet masalah impor gula era Tom Lembong. Hal itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengawasan Tata Niaga Impor Tahun 2015 - 2017.
BPK mencatat pada 2016 Kemendag menerbitkan sebanyak 12 persetujuan impor kepada delapan perusahaan gula rafinasi dan satu perusahaan gula.
BPK menemukan bahwa masing-masing pabrik gula rafinasi dan pabrik gula tersebut tidak secara langsung memperoleh penugasan dari Menteri Perdagangan alias Tom Lembong.
"Namun penugasan tersebut terkait dengan permintaan pihak koperasi yaitu Induk Koperasi Kepolisian (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian, Inkop Kartika, dan Satuan Koperasi Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri (SKKP TNI-Polri)," bunyi dokumen BPK, dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (2/11/2024).
Pada 9 Desember 2016, BPK mencatat Tom Lembong menyampaikan Surat kepada Menko Perekonomian Nomor 1644/M-DAG/SD/12/2016 perihal Impor GKM untuk Pemenuhan Gula Konsumsi.
Surat antara lain menyatakan bahwa untuk menjamin ketersediaan serta kecukupan gula konsumsi diperlukan ketersediaan GKP tambahan sebanyak 940 ribu ton.
Gula itu pendistribusiannya melalui operasi di wilayah Indonesia timur dan daerah terpencil sebanyak 100 ribu ton oleh Puskoppol, dan langsung kepada distributor sebanyak 840 ribu ton.
Atas surat Tom Lembong tersebut, berdasarkan penjelasan Kasubdit Barang Pertanian Kehutanan Kelautan dan Perikanan pada Direktorat Impor diketahui bahwa Kemendag tidak memperoleh surat tanggapan/jawaban dari pihak Menko Perekonomian.
Atas pemeriksaan atas dokumen pendukung penerbitan izin impor diketahui bahwa Tom Lembong telah menyampaikan surat kepada delapan direktur utama (dirut) perusahaan gula dan 19 dirut perusahaan distributor gula Nomor 14/M-DAG/SD/01/2017 tanggal 13 Januari 2017 perihal Pemenuhan Kebutuhan Gula Konsumsi Tahun 2017, yang diantaranya meminta agar masing-masing pihak turut mendukung upaya stabilisasi harga dan ketersediaan gula konsumsi dalam negeri melalui pengadaan gula mentah untuk diproses menjadi GKP dan distribusikan ke wilayah di Indonesia, terutama yang harga gulanya di atas acuan, dengan waktu pelaksanaan pendistribusian gula sampai 31 Desember 2017.
Tom Lembong menandatangani 30 Persetujuan Impor kepada sembilan perusahaan gula rafinasi dan dua perusahaan gula untuk menjamin ketersediaan serta kecukupan gula konsumsi tahun 2017 dengan jumlah alokasi impor sebanyak 911.625 ton.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyatakan bahwa impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Kemudian beleid itu juga menyatakan bahwa impor pangan pokok hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi.
"Kondisi tersebut mengakibatkan penerbitan izin impor GKM dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi harga GKP tahun 2015 s.d. semester I tahun 2017 sebesar 1.694.325 ton melanggar ketentuan," bunyi laporan BPK.
Kondisi tersebut terjadi karena:
a. Portal Inatrade tidak memiliki fasilitas pengujian secara otomatis untuk memastikan bahwa persetujuan impor yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan harus
berdasarkan kesepakatan rapat koordinasi dengan instansi terkait.
b. Kemendag tidak memiliki analisis jumlah alokasi impor yang dibutuhkan dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilitas harga.
c. Menteri Perdagangan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Direktur Impor lalai dalam menerapkan ketentuan impor gula.
Kejagung perlu perluas penyidikan
Kejagung menyatakan sedang mendalami keterlibatan delapan perusahaan gula swasta di dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016. Kedelapan perusahaan dimaksud, yakni PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (31/10/2024) menegaskan bahwa penyidik sedang mendalami semua hal dan tengah mencari perbuatan materiil masing-masing perusahaan.
Berangkat dari hal itu, Pengamat hukum sekaligus pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho berharap Kejagung bisa memperluas cakupan penyidikan untuk impor komoditas lain yang juga berpotensi merugikan negara, seperti pada komoditas beras, daging sapi, dan kedelai.
Menurut Hardjuno, impor beras, daging sapi, dan kedelai juga berisiko tinggi terhadap kebocoran anggaran negara. Tak jarang kasus seperti itu dilakukan dengan modus manipulasi harga, kuota impor, dan permainan izin.
Di sisi lain, ia meminta agar komoditas strategis seperti beras, gula, dan daging sapi bisa dilindungi dengan kebijakan yang komprehensif guna memastikan keberlanjutan produk dalam negeri dan menjaga stabilitas harga.
"Ketergantungan pada impor tanpa kontrol yang ketat hanya akan menambah kerentanan pangan. Kita perlu memperkuat ketahanan pangan dalam negeri," jelasnya.
Ia pun menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyidikan serta pengambilan kebijakan terkait impor komoditas agar tidak ada pihak terlibat yang berhasil lolos dari jeratan hukum.
Hardjuno juga berharap Kejagung bisa semakin tegas dalam menangani kasus-kasus serupa di masa mendatang, terutama dengan memperluas cakupan penyidikan pada komoditas lain yang berpotensi merugikan negara.
"Ini adalah kesempatan bagi Kejagung untuk membuktikan bahwa hukum ditegakkan secara adil dan menyeluruh, bukan hanya pada satu komoditas tertentu," kata Hardjuno. (an)
Topik:
Kejagung Korupsi Impor Gula Impor Gula Kemendag RNI Rajawali Nusindo PT Perusahaan Perdagangan IndonesiaBerita Sebelumnya
Tersangka Korupsi Impor Gula Tom Lembong Bantah Terima Fee
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
3 jam yang lalu

Wamentan Sudaryono: Kementan Garda Terdepan Wujudkan Swasembada Pangan Nasional
10 jam yang lalu

Nasim Khan: Perpres Tata Niaga Gula Penting Selamatkan Petani dan Konsumen
30 September 2025 12:44 WIB

Kejagung Periksa Dirut PT Tera Data Indonesia terkait Kasus Chromebook
30 September 2025 12:29 WIB