Komisi VIII Minta BNPB Gerak Cepat Tangani Bencana Alam di Sejumlah Wilayah Sumbar

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 18 Mei 2024 12:46 WIB
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily (Foto: MI/Dhanis)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) gerak cepat tangani dampak banjir bandang dan longsor yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatra Barat (Sumbar).

Apalagi kata Ace, jumlah korban bencana alam di Sumbar itu terus bertambah. Ace mengatakan berdasarkan laporan dari BNPB hingga kini 67 orang dilaporkan meninggal dunia. Sementara itu, 20 orang hilang. Kemudian, 37 orang mengalami luka-luka serta 3.396 jiwa mengungsi.

"Kami desak BNPB segera melakukan langkah tanggap cepat terhadap berbagai kejadian bencana alam yang terjadi di wilayah Indonesia terutama banjir bandang dan longsor di Sumbar," kata Ace dalam keterangannya, Sabtu (18/6/2024).

Kata Ace, dampak bencana banjir bandang ini sangat berdampak di 3 Kabupaten di Sumbar, mulai Agam, Tanah Datar, dan Padang Panjang. Dia mendesak pemerintah setempat untuk memperbaiki akses jalan yang rusak untuk mendukung upaya penyaluran bantuan.

"Akses jalan yang rusak harus segera diperbaiki agar penyaluran bantuan tidak terhambat," kata Ace.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letnan Jenderal TNI Sunaryanto menyampaikan pada, Kamis (16/5/2024), jumlah korban jiwa akibat bencana banjir lahar di Sumbar sebanyak 67 orang. Sementara sebanyak 20 orang dilaporkan hilang akibat bencana banjir lahar dari Gunung Marapi tersebut dan masih akan terus dilakukan pencarian. 

Selain itu, tercatat ada 44 korban luka-luka yang menjalani perawatan, dan 989 keluarga mengungsi sementara di posko darurat karena kediamannya rusak diterjang banjir.

“Kami semua di sini, ada pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota, bersatu semuanya bekerja bersama-sama, termasuk dalam proses pencarian dan evakuasi korban. Di mana kami terus lakukan sampai bapak ibu ahli waris mengatakan stop baru kami berhenti,” ujar Suharyanto.