Sekitar 36 Set Sofa Tamu SMPN Kota Bekasi Diduga Mark Up 200 Persen

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Agustus 2024 4 jam yang lalu
Sofa tamu di salah satu SMPN Kota Bekasi yang harganya Rp. 25.039.000 (Foto: Dok. MI/M. Aritonang)
Sofa tamu di salah satu SMPN Kota Bekasi yang harganya Rp. 25.039.000 (Foto: Dok. MI/M. Aritonang)

Kota Bekasi, MI - Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2024 yang dialokasikan untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau yang disebut BOSDa diduga keras jadi bancakan oknum pejabat Dinas Pendidikan.

Paling mencolok, Belanja Sofa Tamu 1 Set tanpa merk yang terbuat bukan dari kulit dan kayu Jati dilabel Rp.25.039.000,- sementara kursi bermerk saja banyak dipasaran seharga Rp.12 juta/satu set.

Selain belanja Sofa Tamu yang diduga keras mark up hingga 200 persen, beberapa jenis belanja barang yang tertuang di dalam Formulir Rencana Kerja Anggaran Sekolah (RKAS) Pemerintah Kota Bekasi Tahun Anggaran (TA) 2024 yang ditanda-tangani Kepala Dinas Pendidikan, Uu Saeful Mikdar dan Kepala Sekolah juga ditengarai mark up.

Misalnya, kode Rekening 5.1.2.88.88.8888.715, dengan judul kegiatan "Belanja pemeliharaan bangunan gedung tempat pendidikan" pagu anggaran Rp.505.100.000,- yang dialokasikan untuk, a). pemeliharaan Pintu Kamar Mandi Rp.15 juta, b). pemeliharaan pagar Rp.180 juta, c). Pemeliharaan Taman Rp.100.000.000,- d). pemeliharaan gedung Rp.180 juta, e). Perbaikan Kanopi selasar atas Rp.10 juta, f). Pemeliharaan Wastapel didepan ruang kelas Rp.20. 100.000,- juga diduga keras mark up.

Mark up juga diduga kuat terjadi pada kode rekening 5.1.2.88.88.8888.73 dengan judul kegiatan "Belanja Mesin Pencacah Plastik Rp.45 juta. Kemudian pada kode Rekening 5.1.2.88.88.8888.74 dengan judul kegiatan "Belanja Kursi Guru Rp.5.148.000,- Belanja Meja Staf  Rp.12.978.000,- dan masih banyak jenis belanja lainnya yang diduga keras mark up.

Formulir yang juga ditandatangani Tim Anggaran Pemerintah Daerah, masing-masing, Marwah Zaitun dan Samsu selaku Kepala Bidang Pembinaan SD, SMP dan PAUD, Jamaluddin selaku Kasubag Umum, Muhammad Taufik selaku PPK SKPD Dinas Pendidikan Kota Bekasi juga membubuhkan tanda tangan pada formulir RKAS tersebut, artinya, turut mengetahui, juga diverifikasi Kasie Peserta Didik, H. Ahmad, Kasubag Renprog, Ruri Farma, Staf Subag Keuangan, Uud.

Memperhatikan banyaknya tanda-tangan dan melibatkan Tim verifikasi yang tercantum dalam  Formulir RKAS tersebut, sulit dibayangkan bagaimana mungkin masih bisa kecolongan jika dugaan mark up tersebut benar-benar terjadi.

Namun menurut sumber yang layak dipercaya, kasus dugaan mark up seperti ini hampir di setiap Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota Bekasi terjadi setiap tahun.

Bayangkan lanjut sumber kepada Monitorindonesia.com, setidaknya 36 Sekolah Menengah Pertama Negeri belanja sofa tamu warna merah yang harganya diduga mar kup 200 persen. Masing-masing sekolah harus bayar Rp.25.039.000,-, ini buktinya bukan tidak terdeteksi, tetapi terindikasi disengaja.

Pengelolaan BOS Reguler juga kata sumber kerap menjadi bancakan, contohnya:

a). kegiatan Pembelajaran dan Ekstrakurikuler seolah-olah dilaksanakan, padahal tidak, seperti masa pandemi covid-19. 

b). Pengembangan Perpustakaan yang hampir dilakukan setiap dana BOS turun, jika benar dilakukan, Perpustakaan sekolah seharusnya sudah membludak buku-buku. 

c). Pemeliharaan Sarana dan Prasarana sekolah secara terus menerus ditambah BOSDa, ini pun kata sumber kerap jadi bancakan

d). Penyediaan alat multi media pembelajaran hampir sama terutama ketika sekolah diliburkan akibat pendemi covid-19 tahun 2021.

Ketika dugaan mar kup anggaran ini dikonfirmasi kepada Samsu selaku Kepala Bidang Pembinaan SD, SMP dan PAUD yang menandatangani Formulir RKAS tersebut, Dia tidak berkenan memberikan keterangan. Samsu menyarankan untuk dikonfirmasi kepada Kepala Dinas Pendidikan yang kala itu dijabat Uu Saeful Mikdar.

Sementara Uu Saeful Mikdar ketika dikonfirmasi lewat WhatsApp (WA) tidak menjawab. Berulang kali hendak dikonfirmasi, tidak berhasil, apalagi detik-detik dirinya disebut-sebut sudah mengajukan permohonan pensiun dini secara tertulis ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), sulit ditemui.

Terpisah, Kepala Sekolah berinisial HS dikonfirmasi dan duduk di Sofa Tamu termahal (Rp.25.039.000,-) sempat kebingungan menjawab pertanyaan ketika Monitorindonesia.com menunjukkan RKAS sekolahnya tercatat Rp.2,767 miliar tahun 2024.

"Tidak benar itu pak, dari mana bapak dapat RKAS itu, salah itu, bagaimana mungkin RKAS kami sebesar itu," kata HS.

Dikasih masukan, mungkin angka ini gabungan dari BOS Reguler dengan BOSDa, HS kembali berkelit dengan mengatakan kalau laporan BOS Reguler terpisah dengan BOSDa.

Dikejar pertanyaan, apakah Dinas Pendidikan tidak bisa mengakses Laporan BOS Reguler, dan apakah ini bukan tanda-tangan bapak? Kepsek HS mulai kasak kusuk ke sana kemari yang kemudian dia duduk dan membenarkan angka Rp2,767 Miliar itu adalah gabungan dana BOS Reguler dengan BOSDa.

Ditanya mengenai isi RKAS, apakah semua isinya atas sepengetahuan Kepsek atau tidak, atau kemungkinan dimasukkan Dinas, Kepsek HS mengaku dan embenarkan isi RKS tersebut benar dan berdasarkan kebutuhan sekolah.

Lalu bagaimana terkait harga Sofa Tamu yang diduga mark up hingga 200 persen, apakah sofa tersebut pilihan pihak sekolah/Kepsek sendiri, pertayaan Monitorindonesia.com, Kepsek HS terlihat ragu-ragu mengatakan ia atau tidak, namun akhirnya dia jawab kalau pihak sekolah diarahkan dari Dinas Pendidikan untuk memilih sofa warna merah tersebut.

Sebelum Kepsek menandatangani berita acara serah terima, bapak cek tidak harga barang ini sudah sesuai atau kemahalan, tanya Monitorindonesia.com, Kepsek HS bilang tidak enak karena yang belanjakan adalah Dinas Pendidikan. Artinya, kalau boleh ditebak, Kepsek merasa terjebak dengan harga yang tidak pantas tersebut.

Mengenai nilai belanja barang lainnya yang diduga mark up, Kepsek HS mengaku pihaknya hanya menyusun draf, yang memutuskan adalah Dinas, dan Dinas Pendidikan yang memverifikasi dan asistensi yang kemudian ditanda-tangani. (M. Aritonang)