Kemendikbudristek Habiskan Dana Triliunan, Perubahan Kurikulum Tak Kunjung Membuahkan Hasil

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 10 Mei 2024 15:47 WIB
Kemendikbudristek (Foto: Dok MI/Aswan)
Kemendikbudristek (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI — Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji menyatakan bahwa peraturan baru dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset (Kemendikbudristek) perubahan kurikulum secara resmi, Indonesia menggunakan Kurikulum Merdeka, tidak lagi menggunakan kurikulum 2013.

Pertanyaannya, kata dia, apakah pemerintah memang membutuhkan pergantian kurikulum dan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Karena apapun yang dilakukan pemerintah tidak boleh lari dari tugas konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

"Kita sudah lihat di 25 tahun terakhir. Paling tidak kita mengalami yang namanya Kurikulum Merdeka. Sebelumnya Kurikulum 2013, Kurikulum 2006, Kurikulum 2004 dan Kurikulum sebelumnya belum termasuk revisi Kurikulum,” kata Indra sapaannya, Jum'at (10/5/2024).

Menurutnya, hal ini bisa dilihat dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA) dari kemampuan membaca, kemampuan matematika, kemampuan sains anak Indonesia masih jauh dibandingkan dengan rata-rata dunia.

Pergantian kurikulum berarti terbukti tidak meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Tapi kenapa ini dilakukan terus menerus?

Bahkan dalam satu kesempatan di beberapa instansi Indra menyampaikan pergantian Kurikulum pada dasarnya hanya sebatas mengubah cara laporan. 

"Hanya sebatas administratif saja. Tapi guru tidak ada perubahan dari cara mengajar, konten juga tidak banyak yang berubah, hanya urusan administrasi saja,” ungkap Indra.

Tidak heran kata Indra, kalau pergantian Kurikulum yang memang menghabiskan anggaran uang rakyat triliunan jumlahnya, tidak kunjung membuahkan hasil yang sesuai dengan amanat konstitusi.

Menariknya, para pejabat di Kemendikbudristek mengatakan bahwa pergantian Kurikulum ini ditujukan untuk memperbaiki skor PISA.

Padahal rekomendasi dari OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) sendiri, lembaga penyelenggara PISA tidak satupun menyebut perlunya ganti kurikulum.

Dalam rekomendasi OECD 2018 jelas dikatakan adalah yang harus dibenahi adalah kualitas kapasitas guru-guru Indonesia dengan memastikan adanya program mentoring.

Kemudian juga memastikan program dari pra service training artinya pra jabatan dari seorang guru di kampusnya di FKIP di LPTK itu punya program yang mumpuni juga ada upaya untuk menarik anak-anak cerdas.

Anak-anak berprestasi mau berkarir berprofesi sebagai sebagai guru bahkan secara eksplisit dikatakan bahwa pada tahu 2018 Indonesia baru saja mengubah kurikukum. 

"Pastikan semua guru mendapapatkan pelatihan yang mumpuni dan menjadikan mereka sebagai agen dari perubahan kurikulum tersebut," bebernya.

Tapi, menariknya pada tahun 2022 justru pada saat test PISA yang selanjutnya pemerintah Indonesia sudah mengganti kurikulumnya dengan kurikulum baru.

“Ini yang saya sering katakan kita ini sakit kepala taoi dikasih obat cacing. Ngga sesuai antara penyakit dan obatnya. Mari kita berfikir cerdas, mari kita berfikir kritis,” kunci Indra.