Kerap Dikorupsi, Masih Perlukah Dana BOS? Begini Kata Pakar Pendidikan


Jakarta, MI - Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) selama ini sudah sering dikorupsi dari level terendah di sekolah. Hal ini berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch tahun 2021, praktik korupsi di sektor pendidikan termasuk dalam lima besar korupsi berdasarkan sektor di Indonesia, bersama dengan sektor anggaran desa, pemerintahan, transportasi, dan perbankan.
Dari 240 kasus korupsi sektor pendidikan selama 2016-2021, korupsi dana BOS menjadi yang terbanyak, yakni 52 kasus. Penyaluran BOS langsung ke daerah tidak menjamin dana tidak diselewengkan karena selama ini penyimpangan justru banyak terjadi di tingkat daerah.
Dugaan penyelewengan dan bahkan mungkin korupsi terjadi karena kepala sekolah menjadi penentu tunggal dalam penggunaan dana BOS di tingkat sekolah, meski dalam peraturannya harus melibatkan seluruh guru.
Beberapa kasus penyelewengan telah ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, BPK pernah menemukan penyimpangan dana BOS. Problemnya adalah kasus-kasus seperti ini sulit dituntaskan.
Berangkat dari hal itu, pengamat pendidikan, Indra Charismiadji menyatakan, ini waktu yang tepat untuk mengevaluasi sistem pendidikan nasional, termasuk dana BOS.
Begitu dia disapa Monitorindonesia.com, Minggu (19/5/2024), Indra menilai bahwa problem dana BOS itu bukan saja masalah korupsinya. Memang ada oknum-oknum yang mengambil kesempatan untuk keperluan pribadinya. Tetapi mereka mempunyai alasan.
"Kalau kita lihat dana BOS sendiri saat ini, cairnya itu nggak sesuai dengan kebutuhan, jadi misalnya kebutuhan sekolah dari Januari, Februari, Maret dana BOS itu turunnya di bulan April," ungkap Indra.
"Jadi gimana kepala sekolah atau pihak sekolah harus memenuhi kebutuhan sekolah di Januari Februari Maret? kan harus nalangin dulu dan kadang-kadang pola seperti ini nggak bisa di spg-kan, utang itu nggak boleh di dana BOS di dalam keuangan negara itu," tambahnya.
Nah, akhirnya banyaklah dibuat rekayasa tentang bagaimana, apa yang dikeluarkan dan digunakan untuk apa. Tapi problem pertama, menurut Indra adalah masalah casflow yang tidak sesuai dengan kebutuhannya. Kapan waktunya dibutuhkan.
Yang kedua, lanjut Indra, adalah soal jumlahnya. Bahwa pemerintah dan DPR RI juga mengetahui keukurangannya. "Makanya namanya BOS-kan. Bantuan Operasional Sekolah. Artinya cuman bantuan, hanya sebagian dari biaya yang dibutuhkan sekolah untuk beroperasional".
|Monitor Juga: Dana BOS Masa Pandemi Covid-19, Siapa Menikmati?|
Hal ini, menurut Indra, sebetulnya bertentangan dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan bahwa "Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya".
"Jadi memberikan dana BOS sebetulnya melanggar konstitusi, melanggar UUD. Harusnya yang diberikan adalah biaya operasional sekolah, bukan BOS," jelasnya.
Ditegaskan lagi, bahwa sistem pendidikan nasional dikelola dengan mekanisme pasar, dengan kata lain neoliberalisme pendidikan yang sangat tidak sesuai dengan pancasila dan UUD.
"Maka ini saatnya kita tata ulang kembali. kita mau punya pendidikan nasional yang baru, presiden yang baru, anggota legislatif yang baru jadi kita evaluasi," tutur Indra.
Dikatakan Indra, bahwa dana BOS dari tahun 2005, pertama kali dicairkan sampai pada hari ini belum pernah dievaluasi. Jadi pasti akan banyak kekurangan banyak kelemahan dan itu harus perbaiki.
"Minimal kita evaluasi dulu lah, jadi saya nggak suka ini langsung diarahkan kalau ini diarahkan korupsi berjamaah wong jumlahnya juga kurang. Cairnya juga nggak sesuai dengan kebutuhan juknisnya itu yang sangat ketat, boleh ini, nggak boleh ini. Antara sekolah negeri, sekolah swasta aturannya sama," bebernya.
Indra pun menyarankan, agar bentuk dana Bantuan Operasional Sekolah dihapus saja. "Kalau saran saya nanti bentuknya hapus saja dana BOS. Jadikan sekolah negeri itu Satuan Kerja (Satker) jadi sama seperti kelurahan, sama seperti kantor-kantor dinas, PT".
Kalau jadi satker, kata dia, artinya kebutuhan yang dibiayayi misalnya di SD 01 butuhnya Rp 10 miliar selama setahun, ya diberikan Rp 10 miliar.
Tapi SD 02, yang cuma katakannlah 200 meter dari situ atau sebelahnya misalnya, butuhnya hanya Rp 5 miliar, ya berikan Rp 5 miliar.
"Kan model kelurahan, model kecamatan, kan begitu, jadi sesuai dengan kebutuhan makanya namanya satker," katanya.
Nah, kalau sekarang dihitung per kepala, lanjut Indra, itu terus terang kalau sekolah yang jumlah siswanya banyak itu kemungkinan korupsinya besar.
"Karena dia sudah ter-cover semua. Saya tahu kok ada sekolah yang memang ngecek sekolah tiap dua bulan, tiga bulan sekali karena apa? Karena untuk penghabisan anggaran dana BOS ini," ungkapnya.
Karena jumlah siswanya terlalu besar, tambah Indra, makanya lebih cocok dijadikan satker. Sedangkan yang sekolahnya kecil, itu nombok terus.
"Nah ini yang merupakan bagian dari evaluasi bersama kita lakukan untuk tidak hanya dana BOS tetapi sistem pendidikan nasional kita," jelasnya.
Kalau buat sekolah yang swasta itu, ungkap Indra, harusnya tidak perlu ada subsidi dari pemerintah kalau memang dia arahnya untuk swasta sebagai pilihan.
"Tapi kalau kita mengubah sekolah swasta model seperti di Jakarta BPMS. Jadi sekolah swasta tapi SPP-nya yang membayar itu adalah pemerintah, nah itu baru kita bisa hitung kebutuhan per kepala," demikian Indra.
Sekadar tahu bahwa kasus korupsi dana BOS memang pernah menjadi perhatian utama di Indonesia. Program BOS diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan keuangan kepada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia guna meningkatkan akses pendidikan dan mutu pendidikan.
Namun, sayangnya, ada beberapa kasus di mana dana BOS dikorupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Berikut adalah beberapa contoh kasus korupsi dana BOS yang pernah terjadi:
1. Kasus Korupsi Dana BOS di Provinsi Riau
Pada tahun 2016, terjadi kasus korupsi dana BOS di Provinsi Riau. Mantan Kepala Dinas Pendidikan Riau bersama beberapa pihak terlibat dalam skema korupsi yang merugikan keuangan negara. Mereka menggunakan modus operandi yang melibatkan fiktifnya penggunaan dana BOS untuk kepentingan pribadi.
2. Kasus Korupsi Dana BOS di Kabupaten Lebak
Pada tahun 2018, terungkap kasus korupsi dana BOS di Kabupaten Lebak, Banten. Kasus ini melibatkan Kepala Sekolah dan Bendahara di beberapa sekolah yang diduga melakukan pemalsuan laporan keuangan untuk memperoleh dana BOS lebih dari yang seharusnya, serta menggunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
3. Kasus Korupsi Dana BOS di Kabupaten Cianjur
Pada tahun 2019, terjadi kasus korupsi dana BOS di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sejumlah kepala sekolah dan bendahara sekolah terlibat dalam skema korupsi yang melibatkan pemalsuan dokumen penggunaan dana BOS dan penggelapan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
4. Kasus Korupsi Dana BOS di Provinsi Sulawesi Tenggara Pada tahun 2020, terjadi kasus korupsi dana BOS di Provinsi Sulawesi Tenggara. Beberapa oknum pejabat di Dinas Pendidikan setempat diduga melakukan penyalahgunaan dana BOS dengan melakukan pemalsuan dokumen dan mengalihkan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
Kasus-kasus di atas adalah contoh nyata dari bagaimana dana BOS yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan sekolah, malah disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kasus-kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dan transparansi dalam penggunaan dana publik seperti dana BOS, serta perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi agar dapat memberikan efek jera dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Perlu dicatat dan digarisbawahi bahwa kasus korupsi dana BOS bukanlah kejadian yang terisolasi di Indonesia. Korupsi dana BOS telah menjadi masalah yang menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap sistem pendidikan dan kesejahteraan sekolah di banyak daerah.
Teranyar, sebagaimana diberitakan Monitorindonesia.com, bahwa dana BOS di masa Covid-19 diduga dikorupsi. Selengkapnya klik di SINI
(wan)
Topik:
Dana BOS Kemendikbudristek Korupsi Dana BOS