Dana BOS Masa Pandemi Covid-19, Siapa Menikmati?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Mei 2024 20:12 WIB
Ilustrasi - Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Ilustrasi - Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Jakarta, MI - Dugaan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih terus terjadi di banyak satuan pendidikan secara nasional. Pada masa pandemi Covid-19, misalnya.

Bahwa, setidaknya sejak Maret 2020 hingga Juli 2021, dunia pendidikan stagnan dari berbagai kegiatan sebagaimana dilarang pada SK Kemendikbudristek Nomor:719/P/2020 tentang pedoman pelaksanaan kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus.

Seperti, kegiatan olahraga, ekstrakurikuler, orang tua menunggu siswa di sekolah, Istirahat di luar kelas, pertemuan orang tua murid, pengenalan lingkungan, semuanya ditiadakan.

Namun berdasarkan laporan yang tersaji pada K-7 Laman Kemendikbud Ristek, kegiatan SMAN dan SMKN se-Indonesia seolah berjalan seperti sedia kala sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia. 

Sehingga, laporan pada formulir K-7 yang tersaji disitus Kemendikbudristek tersebut terindikasi kuat hanya modus menggerogoti uang negara secara 'berjamaah'. 

Pihak sekolah, khususnya jenjang pendidikan SMAN dan SMKN menyebut ekstrakurikuler tetap dilakukan, padahal untuk belajar saja wajib online atau daring.

Kemudian, penyediaan alat multi media pembelajaran seolah-olah dilakukan, meskipun pada faktanya diduga keras tidak karena sekolah diliburkan. 

Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah pun seolah dilaksanakan, walau faktanya tiddak karena sekolah diliburkan.

Lalu, pelaksanaan bursa kerja khusus, praktik kerja industri atau praktik kerja lapangan didalam negeri, pemantauan kebekerjaan, pemagangan guru, dan lembaga sertifikasi profesi pihak pertama seolah dilaksanakan, padahal sekolah hanya dapat belajar daring, dan perusahaan industry menerapkan work form house (WFH) dan work from office (WFO).

Pengembangan perpustakaan seolah dilaksanakan padahal sekolah diliburkan. Pemeliharaan sarpras juga tidak ada perobahan dari tahun-tahun sebelum terjadi pandemi covid-19, padahal sekolah diliburkan, dan tatap muka pun dilarang. 

Langganan daya dan jasa tetap seperti tahun-tahun sebelum terjadi pandemi covid-19, padahal sekolah diliburkan.

Penyediaan alat multi media pembelajaran seolah tetap dilaksanakan walau faktanya sulit dibayangkan bagaimana cara pihak sekolah melakukan pengadaan tersebut dan siapa menggunakan alat multi media tersebut saat sekolah belajar daring.

Ketika pengelolaan dana BOS masa pandemi Covid-19 TA-2020-2021 yang diduga keras telah menimbulkan kerugian negara dikonfirmasi kepada Menteri Pendidikan Riset dan Tehnologi (Kemendikbudristek) RI melalui surat Nomor:017/RED-MI/Konf/IV/2024 tertanggal 17 April 2024, diperoleh jawaban yang isinya terkesan asal jadi tidak menyentuh substansi pertanyaan.

Bahwa Kemendikbudristek dalam suratnya Nomor:4144/C1/PR.04.01/2024 tertanda-tangan Praptono selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang diterima Monitorindonesia.com pada 15 Mei 2024 sama sekali tidak membahas pengelolaan dana BOS masa Pandemi Covid-19 tahun 2020-2021 sebagaimana substansi pertanyaan.

Menurut Kemendikbudristek, pengelolaan dana BOS tahun 2020-2021 mengacu pada Permendikbud No.8 tahun 2020 tentang petunjuk teknis BOS Reguler. Permendikbud No.6tahun 2021 tentang petunjuk teknis BOS reguler. 

Permenkeu No.48/PMK.07/2019 tentang pengelolaan dana alokasi khusus non fisik  sebagaimana terakhir dirubah dengan Permenkeu No.198/PMK.07/2020 tentang perobahan kedua atas Permenkeu No.48/PMK.07/2019, dan Permendagri No.24/2020 tentang pengelolaan dana BOS pada pemerintah daerah.

Kemudian kata Sekdirjen PAUD, Dikdas dan Dikmen, evaluasi anggaran BOS dilakukan setiap tahunnya sesuai dengan mekanisme yang sudah ditetapkan melalui peraturan Menteri Keuangan No.48/PMK.07/2019 tentang pengelolaan DAK non fisik sebagaimana terakhir dirubah dengan Permenkeu No.198/PMK.07/2020.

Pengelolaan dan pelaporan penggunaan dana BOS reguler dilakukan sekolah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenanga masing-masing. 

Penggunaan dana BOS reguler dilakukan berdasarkan prinsip fleksiblitas yaitu penggunaan dana BOS reguler dikelola sesuai dengan kebutuhan sekolah.

Tim BOS sekolah harus melaporkan semua penggunaan atas penyaluran dana BOS reguler pada setiap tahap kedalam sistem pelaporan Kementerian melalui laman bos.kemdikbud.go.id

Untuk kegiatan yang tidak boleh menggunakan dana BOS reguler diatur dalam petunjuk teknis BOS sehingga masing-masing sekolah dapat menggunakan dana BOS sesuai dengan komponen penggunaan dana BOS yang diatur dalam Permendikbud.

Pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan dana BOS reguler dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya. 

Pengembangan perpustakaan berupa penyediaan buku teks utama, buku teks pendamping dan buku non teks diperlukan siswa untuk mendukung pembelajaran. 

Tim BOS Provinsi sesuai dengan petunjuk teknis BOS mempunyai tugas dan tanggung-jawab. Yakni, mempersiapkan naskah perjanjian hibah antara pemerintah daerah Provinsi dengan pihak sekolah termasuk SLB yang diselenggarakan masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan seterusnya hingga huruf O namun sama sekali tidak menjawab pertanyaan. 

Namun jawaban Kemendikbudristek yang terdiri dari 8 butir dengan penjelasan butir 8 hingga 15 huruf, sama sekali tidak menyentuh substansi pertanyaan Monitorindonesia.com yang teriri dari 13 butir menyangkut pengelolaan dana BOS masa Pandemi Covid-19 tahun anggaran (TA) 2020-2021 ketika sekolah terpaksa diliburkan guna mencegah penyebaran Covid-19 tersebut.

Dikonfirmasi, siapa tim Monev dana BOS masa pandemi covid-19 tersebut, apakah dilakukan evaluasi anggaran dan refocusing setelah terbit Inpres No.4/2020 dan Surat Keputusan Presiden No.11/2020 tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat hingga diberlakukan lockdown secara nasional.

Apakah semua kegiatan dan serapan dana BOS yang tersaji pada Formulir K-7 Kemendikbudristek tersebut dapat dipertanggungjawabkan Kemendikbudritek dan merupakan hasil evaluasi menyeluruh?

Jika Laporan yang tersaji di K-7 tersebut benar-benar valid berdasarkan hasil evaluasi, apakah dimasa pandemi Covid-19, tahun 2020 dan 2021 saat sekolah diliburkan masuk akal dilakukan ekstrkulikuler?

Bagaimana standar operasional prosedur (SOP) oleh Kemendikbudristek terhadap pelaporan pengelolaan dana BOS untuk menghindari penyimpangan, khususnya dimasa Pandemi Covid-19 tahun 2020, 2021 tersebut?

Apakah dilakukan verifikasi terhadap laporan pengelolaan dana BOS tersebut sebelum dinyatakan valid dan tayang di laman Kemendikbud?

Apakah mungkin kegiatan yang jelas dilarang pada Surat Keputusan Mendikbud Nomor:719/P/2020 tentang pedoman pelaksanaan Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus, oleh pihak sekolah melaksanakan ekstrakurikuler sebagaimana tersaji dalam K-7?

Ketika Kemendikbudristek menerima laporan dari Dinas Pendidikan adanya kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan lain yang tidak mungkin dilaksanakan dimasa sekolah diliburkan akibat pandei covid-19, apakah tidak dilakukan investigasi/verifikasi ke sekolah.

Jika anggaran untuk dunia pendidikan telah dievaluasi saat pandemi covid-19, apakah tidak mubazir dilakukan penyediaan alat multi media pembelajaran pada saat sekolah diliburkan.

Apa urgensinya anggaran untuk pengembangan perpustakaan terus digelontorkan pada saat sekolah sedang diliburkan atau pembelajaran daring? 

Pihak sekolah melaporkan dilakukan pemeliharaan sarpras ketika sekolah diliburkan dan pengenalan lingkungan pun dilarang, apakah laporan tersebut telah diverifikasi dan dievaluasi Kemendikbudristek.

Sebelum menerima laporan, apakah Kemendikbudristek terlebih dahulu konfirmasi dimana bursa kerja khusus, praktik kerja industry atau praktik kerja lapangan dilaksanakan pihak sekolah, sementara instansi pemerintah dan swasta sedang menerapkan WFH dan WFO?

Uji konpetensi keahlian, sertifikasi keahlian dan uji konpetensi kemampuan bahasa Inggris berstandar internasional dan bahasa asing lainnya berdasarkan laporan K-7 tetap dilaksanakan, apakah Kemendikbud melakukan verifikasi, dan konfirmasi, dimana, kapan, siapa penguji, dan berapa lama dilakukan uji konpetensi tersebut?

Bagaimana sistem pengawasan, pengendalian, dan verifikasi data oleh pengawas Kemendikbudristek terhadap data yang tersaji pada K-7 tersebut, pertanyaan tersebut sama sekali tidak dijawab Kemendikbudristek?

Jawaban konfirmasi yang terkesan hanya menjelaskan pengelolaan dana BOS pada saat dunia pendidikan berjalan normal, atau seolah-olah tidak terjadi bencana Pandemi Covid-19 menggambarkan kesan tertutup dari Kemendikbudristek.

Dugaan rasuah ini pun turut membetok perhatian pakar pendidikan hingga pakar hukum pidana. Bicara soal kasus dugaan rasuah pada dana BOS ini sebelumnya juga menyeruak dan telah ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, BPK pernah menemukan penyimpangan dana BOS.

Persoalannya adalah kasus-kasus seperti ini sulit dituntaskan. Sebab orang termasuk aparat penegak hukum menganggap kasus korupsi di pendidikan apalagi yang terjadi di sekolah ini sebagai kasus korupsi recehan sehingga tidak seksi untuk ditindak lanjuti. Dampaknya, besar karena tidak diberlakukan efek jera.

Pakar pendidikan, Indra Charismiadji menegaskan bahwa kasus-kasus dugaan rasuah di Kemendikbudristek seharusnya jadi perhatian aparat penegak hukum (APH), baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan.

Praktisi Pendidikan, Indra Charismiadji
Indra Charismiadji (Foto: Dok MI)

"Sudah banyak kasus di sana, urusan chromebook, tim bayangan, program-program penggerak itu, mending selesaikan korupsi yang besar-besar itu saja," tegas Indra begitu disapa Monitorindonesia.com, Sabtu (18/5/2024) malam.

Jadi, tegas dia, permasalahan dana BOS juga ini yang harus dievaluasi bersama. "Kalau saran saya nanti bentuknya hapus saja dana BOS, jadikan sekolah negeri itu satuan kerja (Satker) jadi sama seperti kelurahan, sama seperti kantor-kantor dinas, PT".

"Kalau jadi satker, artinya kebutuhan yang dibutuhkan, itu ya yang dibiayayi. Artinya kalau sekolah SD 01 misalnya itu butuhnya Rp 10 miliar selama  setahun, ya diberikan Rp 10 miliar. Tapi SD 02, yang cuma katakannlah 200 meter dari situ atau sebelahnya misalnya, butuhnya hanya Rp 5 miliar, ya berikan Rp 5 miliar," bebernya.

Jika dihitung per kepala dan jumlah siswanya banyak, itu kemungkinan korupsinya besar. "Karena dia sudah ter-cover semua. Saya tahu kok ada sekolah yang memang ngecek sekolah tiap dua bulan, tiga bulan sekali karena apa? Karena untuk penghabisan anggaran dana BOS ini," jelasnya.

Karena jumlah siswanya terlalu besar, kata dia, makanya lebih cocok dijadikan satker. "Sedangkan yang sekolahnya kecil, itu nombok terus. Nah ini yang merupakan bagian dari evaluasi bersama kita lakukan untuk tidak hanya dana BOS tetapi sistem pendidikan nasional kita," bebernya.

Indra menduga, banyak rekayasa yang dibuat tentang apa yang dikeluarkan dan digunakan untuk apa dana BOS itu. Tapi problem pertama adalah masalah cashflow tidak sesuai dengan kebutuhannya kapan waktunya dibutuhkan.

Lalu, terkait jumlahnya, pemerintah, DPR RI juga tahu itu kurangnya, makanya namanya dana BOS. Artinya cuman bantuan hanya sebagian dari biaya yang dibutuhkan sekolah untuk beroperasional. 

Sebetulnya, tegas Indra, bertentangan dengan pasal 31 ayat 2 UUD 1945 yang mengatakan bahwa "Setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya".

"Jadi memberikan dana BOS sebetulnya melanggar konstitusi, melanggar UUD. Harusnya yang diberikan adalah biaya operasional sekolah bukan BOS," tutur Indra.

Menurut Indra, hal ini menegaskan lagi bahwa kalau sistem pendidikan nasional dikelola dengan mekanisme pasar, dengan kata lain neoliberalisme pendidikan yang sangat tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

"Ini saatnya kita tata ulang kembali, kita mau punya pendidikan nasional yang baru, presiden yang baru, anggota legislatif yang baru, jadi kita evaluasi. 

Dia menambahkan, bahwa dana BOS ini dari tahun 2005 hingga saat ini belum pernah dievaluasi. "Pertama kali itu dicairkan sampai hari ini belum pernah dievaluasi. Jadi pasti akan banyak kekurangan banyak kelemahan dan itu harus kita perbaiki," jelasnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menegaskan bahwa seharusnya KPK sudah mulai mengusut dugaan kasus korupsi itu, jika memang ada laporan oleh masyarakat. 

Meskipun jumlahnya kecil, kata dia, lama kelamaan informasi dugaan rasuah dana BOS itu makin banyak.  Apalagi, lanjut dia, sebagaimana diberitakan Monitorindonesia.com itu dugaan korupsi dana BOS di masa pandemi Covid-19 yang tentunya semua sekolah negeri di Indonesia menerima dana BOS itu.

Pakar Hukum Pidana Universitas Tri Sakti, Abdul Fickar Hadjar (Foto: Ist)
Abdul Fickar Hadjar (Foto: Dok MI)

"Saya kira KPK harus masuk dan memulai menuntut meskipun dari jumlah yang kecil, karena nanti dengan sendirinya akan banyak masuk informasi dari masyarakat tentang korupsi dana BOS ini," tegas Abdul Fickar Hadjar begitu disapa Monitorindonesia.com, Sabtu (18/5/2024) malam.

Lantas apakah kasus ini perlu diusut pihak Kejaksaan? Kata dia "Kejaksaan sulit diandalkan mengingat kedudukan kejaksaan yang ASN juga seringkali memalukan pemberantasan korupsi di instansi pemerintahan".

Penyelewengan dana BOS saat pandemi terancam hukuman mati
Pasa Kamis, 10 September 2020 lalu,Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang mengingatkan kepala sekolah maupun guru untuk tidak melakukan penyelewengan dana BOS terlebih pada saat pandemi COVID-19.

"Terlebih penyelewengan selama pandemi COVID-19, jika digunakan untuk kepentingan pribadi, maka ancamannya pada saat bencana seperti saat ni adalah hukuman mati," ujar Chatarina dalam webinar BOS Afirmasi dan BOS Kinerja di Jakarta.

Dia berharap kepala sekolah maupun guru tidak melakukan penyelewengan dana BOS baik pada masa pandemi maupun pada saat kondisi sudah normal kembali.

"Kita tentu tidak ingin ada kepsek dan guru yang berhadapan dengan hukum. Apalagi saat ini kita kekurangan kepsek dan guru. Untuk itu, saya mengetuk hati para pemangku kepentingan agar dana BOS seluruhnya digunakan untuk peningkatan aksesibilitas dan kualitas pembelajaran," beber Chatarina.

Menurutnya, pengelolaan dana BOS, harus mengedepankan prinsip fleksibilitas (penggunaan dana BOS dikelola sesuai dengan kebutuhan sekolah), efektivitas, efisiensi, akuntabilitas, dan transparansi.

Untuk pengawasan bidang pendidikan, lanjut dia, tidak hanya dilakukan Itjen Kemendikbud saja tetapi juga Itjen Kemendagri, Itjen Kemenkeu, Ombudsman, BPKP, Polri, Kejaksaan, KPK, dan lainnya. 

Chatarina menjelaskan anggaran dana BOS tidak kecil yakni mencapai Rp54 triliun yang terdiri dari BOS Reguler, BOS Afirmasi, dan BOS Kinerja.

"Namun selalu ada laporan berbagai modus penyalahgunaan dana BOS. Kami merangkum ada setidaknya 12 modus penyalahgunaan dana BOS," katanya.

Modus-modus tersebut diantaranya kepala sekolah diminta menyetor sejumlah uang tertentu kepada pengelola dana BOS di Dikbud dengan dalih mempercepat pencairan, kepala sekolah menyetor sejumlah uang kepada oknum Dikbud.

Lalu dugaan penyelewengan dalam bentuk barang dan jasa, pihak sekolah selalu berdalih jika dana BOS kurang, sekolah memandulkan peran komite sekolah dan dewan pendidikan dengan tujuan memudahkan pengelolaan dana BOS, dan lainnya.

"Kami mengimbau seluruh sekolah membuat posko pengaduan, agar penggunaan dana BOS sesuai dengan aturan dan membantu memastikan penggunaan dana BOS secara transparan dan pelaporan dilakukan dengan dengan penuh tanggung jawab," jelasnya.

Alokasi dana BOS reguler 
Dilansir dari laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, bahwa dalam Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 penggunaan dana BOS Reguler mengakomodasi kebutuhan yang diperlukan sekolah. 

Terlebih untuk pembiayaan dalam rangka pengelolaan dan operasional rutin sekolah baik dalam rangka pembelajaran tatap muka dan pembelajaran jarak jauh. 

Dana BOS reguler diperuntukkan untuk pengadaan beberapa hal seperti: 

1. Pembelian cairan atau sabun pembersih tangan pembasmi kuman (disinfektan). 

2. Masker atau penunjang kebersihan lainnya.

Dalam Permendikbud Nomor 6 tahun 2021 juga disebutkan bahwa dana BOS Reguler dapat digunakan untuk pembelian beberapa keperluan penunjang kegiatan belajar mengajar (KBM) lainnya, seperti: Pulsa Paket data Layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan atau peserta didik dalam rangka pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Relaksasi dana BOS reguler Kebijakan penggunaan dana BOS Reguler ditetapkan untuk mengakomodasi kebutuhan pembiayaan yang diperlukan sekolah dalam pelaksanaan PJJ dari rumah, baik daring maupun luring dan Pembelajaran Tatap Muka (PTM), baik bertahap maupun penuh. 

Terlebih saat terjadinya status bencana yang telah ditetapkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah seperti masa kedaruratan pandemi Covid-19.

Selama masa penetapan status bencana oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penggunaan dana BOS Reguler juga mendapatkan relaksasi untuk beberapa sektor, seperti: 

1. Lebih dari 50 persen bagi guru non Aparatur Sipil Negara (ASN), tercatat di Dapodik yang belum mendapatkan tunjangan profesi 

2. Melaksanakan proses pembelajaran secara tatap muka atau pembelajaran jarak jauh. 

3. Bagi tenaga kependidikan non ASN yang ditugaskan oleh kepala sekolah, dengan surat penugasan atau surat keputusan. 

Mengacu pada ketentuan-ketentuan tersebut, sekolah yang melaksanakan PJJ maupun sekolah yang tengah menjalankan PTM terbatas saat itu dapat memanfaatkan dana BOS Reguler untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah di masa pandemi Covid-19 sesuai dengan Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021.