MPR Dorong Pemerintah dan DPR Segera Bentuk UU Keamanan Siber

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 25 Juli 2024 1 hari yang lalu
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Foto: MI/Dhanis)
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, mengingatkan pemerintah dan DPR soal pentingnya memiliki Undang-Undang Keamanan Siber, demi memperkuat ketahanan siber negara dari potensi serangan siber.

Hal itu, kata dia, sebagai upaya menghadapi pesatnya perkembangan teknologi digital yang dapat mengancam keamanan, pertahanan dan kedaulatan Indonesia, bahkan potensi munculnya peperangan siber di dunia digital.

"Insiden 'blue screen of death' (layar biru kematian) beberapa hari lalu harus menjadi perhatian pemerintah dan DPR untuk memperkuat keamanan siber Indonesia," kata Bamsoet sapaannya kepada wartawan, Kamis (25/7/2024). 

Apalagi kata Bamsoet, sebagaimana laporan perusahaan keamanan siber asal Amerika Serikat (AS), CrowdStrike pada Jumat (19/7) lalu, insiden gangguan IT global "layar biru kematian" yang muncul pada komputer Windows itu berdampak terhadap 8,5 juta perangkat komputer pengguna sistem tersebut. 

"Sejumlah layanan publik di berbagai negara juga mengalami gangguan serentak secara massal sehingga mengakibatkan kerugian material dan immaterial yang tidak sedikit," ujarnya.

Terkait hal tersebut, dia menilai Indonesia masih rentan dengan serangan siber, seperti malware, ransomware, phishing, dan serangan DDoS.

"Indeks pertahanan siber Indonesia juga masih sangat lemah, berada di kisaran 3,46 poin, jauh dari indeks rata-rata global sebesar 6,19 poin. Sebagai data pembanding, National Cyber Security Index (NCSI) juga mencatat nilai keamanan siber di Indonesia sebesar 64 persen, menempati urutan ke-47 secara global," tuturnya.

Lebih lanjut, kata Bamsoet, Indonesia harus bersiap pula untuk mengantisipasi dampak yang timbul dari perang generasi kelima, yakni perang siber.

"Melalui serangan siber, sebuah negara bisa membuat jaringan telekomunikasi dan internet di negara lain mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan," ucapnya.

Dia mengingatkan potensi kekuatan siber yang mengendalikan suatu negara dari jauh dan dapat melumpuhkan objek vital negara lainnya, seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga operasional alat utama sistem senjata (alutsista) militer.

"Bahkan bukan tidak mungkin, alat tempur yang kita miliki, bisa dikendalikan dari luar negeri untuk melakukan serangan ke negara kita sendiri," ujar dia.