Pengamat: Ada Persekongkolan Jahat di Pilkada Jakarta

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 19 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Pengamat Politik Citra Institute, Efriza (Foto: Ist)
Pengamat Politik Citra Institute, Efriza (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pencatutan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dilakukan oleh pasangan bakal cagub dan bakal cawagub Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto sebagai syarat maju melalui jalur perseorangan di Pilkada Jakarta 2024 sangat mencederai demokrasi. 

Pengamat Politik Citra Institute Efriza, menilai semestinya Anies Baswedan dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menindaklanjuti soal pencatutan NIK tersebut. 

Pasalnya kata Efriza, dalam kasus ini nama dan NIK dari anak Anies dicatut, padahal tidak pernah memberikan dukungan. Begitu juga dengan banyak dari kader PDIP Jakarta yang dicatut nama dan NIKnya. 

"Anies dan PDIP patut menindaklanjuti temuan dari fakta pencatutan nama dan NIK yang dilakukan oleh calon independen Pongrekun-Kun Wardhana, langkah ini perlu dilaporkan ke Bawaslu dan Kepolisian," kata Efriza kepada Monitorindonesia.com, Senin (19/8/2024). 

Kata Efriza, Bawaslu mesti segera bergerak untuk melakukan pemeriksaan terhadap KPU DKI Jakarta. Bahkan kata dia, kasus pencatutan ini juga bisa masuk ke ranah pidana. 

"Kasus ini tidak bisa didiamkan melainkan harus dilaporkan dan minta diproses oleh Bawaslu, dan juga perlu diproses pidana oleh Polisi," ujarnya. 

Menurutnya dengan diloloskannya calon independen ini sangat patut dicurigai, karena terkesan dipaksakan untuk dapat menghadapi pasangan dari KIM plus yakni Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta. 

"Ini tindakan jahat menghadirkan kompetisi semu dari Demokrasi di tingkat lokal dengan ketidakjujuran," ucapnya. 

Padahal sejak awal calon independen masih kekurangan 500-an ribu dukungan suara, namun dalam dalam waktu singkat syarat dukungan itu dapat terpenuhi. Sehingga hal ini juga yang juga menimbulkan kecurigaan yang sangat wajar.

"Tetapi akhirnya calon independen itu dapat memenuhinya, padahal dari segi popularitas, tingkat disukai, dan elektabilitas tidak terdengar namanya," heran Efriza. 

"Tak menutup kemungkinan ada persekongkolan jahat dalam pemilu lokal di Jakarta. Tindakan ini bukan saja tidak terpuji, tetapi tindakan melecehkan suara rakyat dan menghadirkan demokrasi lokal yang semu," pungkasnya.