Legislator PKS Minta Kemenkes Evaluasi Distribusi dan Sasaran Vaksin Booster

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 27 Agustus 2021 13:02 WIB
Monitorindonesia.com - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengevaluasi distribusi dan sasaran vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster. "Pemerintah harus bersikap tegas dengan mengusut masalah ini agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan wewenang dan otoritas," kata Netty melalui keterangan tertuisnya, Jumat (27/8/2021) menanggapi sejumlah pejabat yang mengaku sudah mendapatkan vaksin booster lebih dulu dibandingkan tenaga kesehatan. Kemenkes, lanjut politisi perempuan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, harus segera melakukan evaluasi terkait distribusi dan pelaksanaan booster vaksin di lapangan. Jangan salahgunakan wewenang yang membuat rakyat marah. "Untuk dapat vaksin reguler, rakyat harus rela antre berjam-jam, sementara ada pihak yang tidak berhak malah sudah mendapatkan booster dengan cara mudah," ujar dia. Pemerintah, menurut Netty, semestinya memberikan contoh yang baik kepada rakyat untuk menaati peraturan. Dia mengatakan, berdasarkan Surat Edaran Nomor HK.02.01/1919/2021 tegas disebut bahwa vaksin booster hanya untuk tenaga kesehatan. "Jangan memberi contoh buruk pada rakyat dengan membuat surat edaran dan kemudian melanggarnya sendiri," katanya seraya menegaskan bahwa penggunaan booster vaksin tidak tepat sasaran ini sebagai tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab dan harus ditindak. Booster vaksin, kata Netty, disiapkan hanya untuk tenaga kesehatan (nakes) yang sudah banyak berguguran dalam tugasnya. Jika ada pihak yang bukan nakes mengaku telah disuntikkan booster, itu namanya tindakan curi start yang tidak bertanggung jawab. "Pelanggaran ini seharusnya segera ditindak. Kalau bukan nakes mengaku telah disuntuk vaksin booster, itu tindakan pencurian," tegasnya Oleh karena itu, lanjut Netty, semua pihak harus bisa menahan diri, karena masih banyak rakyat yang belum mendapat vaksin. ApPalagi anggaran negara terbatas, sementara kebutuhan pengadaan vaksin dan pelaksanaannya membutuhkan biaya sangat besar. "Rakyat masih banyak yang harus sabar menanti jatah vaksin reguler. Jadi, kasus penyalahgunaan booster vaksin seperti ini mencederai hati rakyat. Dimana letak keadilan sosial bagi seluruh rakyat?" pungkasnya. (Ery)

Topik:

Vaksin Booster