Penganiayaan Anak Dibawah Umur di Nabire Berharap Dapat Keadilan, Kak Seto Kemana Ya?

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 17 September 2022 13:28 WIB
Jakarta, MI - Kasus penganiayaan anak di bawah umur terjadi di Pondok Pesantren Hidayatullah, Kabupaten Nabire, Papua. Wahyunadi Latona Orang tua dari salah satu korban RS (14) berharap 3 orang pelaku yang telah menganiaya anaknya tersebut bisa dapat hukuman sesuai perbuatannya, seperti dikutip Monitor Indonesia, Sabtu (17/9). Dirinya juga tak lupa menceritakan kasus penganiyaan anaknya RS (14) beserta temannya yang berinisial A (10) sudah dilaporkan ke Kepolisian Nabire, sementara laporannya masih di proses hingga pada Kejaksaan Kabupaten Nabire. “Kasus ini berawal yang dimana adalah oknum guru pesantren Hidayatullah, pelaku sudah saya laporkan ke pihak Kepolisian pertanggal 10 Juni dan sudah di BAP dan proses. Sekarang sudah dinaikkan status mereka menjadi tersangka,” ujar Wahyunadi, Selasa (13/9). “Posisi laporan sudah sampai ke tingkat Kejaksaan, saya sebagai orang tua korban yang saya sesalkan disini adalah kenapa dari proses ini terkesan ditutup-tutupi, bahkan beberapa pelaku di tangguhkan penahannya tanpa konfirmasi kepada pihak korban saya sebagai orang tua korban,” sambungnya. Menurut Wahyunadi anak tersebut dianiaya menggunakan balok dan selang setelah diikatkan ke tali jemuran dari jam 4 subuh hingga pagi pagi. Ia juga tak lupa menjelaskan alasan penganiyaan anaknya tersebut. “Alasan penganiayaan anak saya itu dikarenakan mereka berdua lapar dan masuk ke rumah guru tersebut, ambil uang dengan tujuan membeli supermi untuk makan. Setelah ketahuan mereka langsung disiksa dari guru tersebut dan istrinya diikat dipukul menggunakan kayu balok 5,5 diikat di tali jemuran terus dicambuk pakai selang,” jelasnya. Ironisnya, kedua korban disiksa mulai dari jam 4 subuh, korban RS baru di lepas sekitar pukul 7.30 pagi, sedangkan korban A masih di sekap dalam sebuah ruangan, sampai pihak Kepolisian menuju TKP. "Mereka disiksa dari jam 4 subuh sampai anak saya sendiri dilepaskan jam setengah 8 pagi, sedangkan anak yang satunya atas nama Alfarizqi itu, setelah saya buatkan laporan ke pihak Kepolisian menuju ke TKP dan ternyata anak itu masih di sekap dalam ruangan menurut keterangan Kepolisian akhirnya anak itu diambil paksa dari pihak Kepolisian dan dibawah langsung ke rumah sakit, mereka berdua dirawat kurang lebih 1 minggu di rumah sakit,” lanjutnya lagi. Kendati demikian, Wahyunadi sudah berusaha meminta bantuan ke beberapa tempat seperti Dinas terkait dan KPAI Pusat. “Saya juga sudah coba meminta bantuan di Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan juga KPAI pusat ada pendampingan tapi tidak seintens yang saya harapkan.Yang bantu saya itu hanya Dinas Pendidikan mengenai kelanjutan pendidikan anak saya,” imbuhnya. Wahyunadi berharap pelaku diberikan ganjaran hukum sesuai dengan perbuatannya sebab dirinya beranggapan anaknya bukan binatang yang seenaknya disiksa. “Harapan saya para pelaku dihukum seberat-beratnya, dalam arti sesuai proses hukum karena ini sudah melakukan proses penganiayaan terhadap anak dibawah umur, ini anak kandung saya bukan binatang yang kalian siksa kaya begitu,” Harapnya. “Untuk pihak yayasan perlu dievaluasi cara mendidik anak disana agar kedepannya tidak terjadi lagi seperti ini,” pungkasnya. Selain itu, kuasa hukum korban Richardani Nawipa, mengatakan bahwa akan mengawal terus kasus ini hingga kepada keputusan. “Kita sebagai kuasa hukum korban kita sudah melihat bahwa ini ada keganjalan jadi nanti kita akan terus kawal, Jaksa tadi kita sudah kasi masuk surat kuasa ke Kejaksaan Nabire dan kita akan kawal mulai pertanggal 12 September hingga tahap nanti P21 untuk dinaikkan berkas ke pengadilan,” ungkapnya. Richardani, juga menerangkan terkait pasal yang akan dikenai terhadap 3 pelaku yang melakukan penganiyaan terhadap 2 korban anak dibawah umur di Hidayatullah. “Dari kuasa hukum berharap bisa diproses sebagaimana mestinya, karena disitu ada tindak pidana penganiayaan cukup serius, cukup fatal sebagaimana pasal yang ditentukan 170 ayat 2 ke 1 atau ke 2 Dan atau 351 ayat 1 dan 2 dan atau pasal 80 ayat 2 UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Pasal 76 C UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,” terang Nawipa. “Jadi kita akan kawal terus dari persidangan terus sampai kepada putusan,” Tutup Nawipa