Bagaimanakah Menghindari Kegalauan Menjelang Pensiun?

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 23 Februari 2023 14:38 WIB
Jakarta, MI - Berwirausaha sekarang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Di zaman sekarang informasi berbisnis bisa melalui media online. Tidak ada istilah lagi, kita mempelajari bisnis orang lain menjadi rahasia "dapur" orang lain. Demikian salah satu motivasi yang disampaikan oleh motivator bisnis Dr. Imam Hanafi, S.Sos, M.Si.M.Si (MAB), dalam acara pendidikan dan latihan kepada Aparatur Sipil Negara, Sekretariat Jenderal DPD RI, dengan topik "Merancang Masa Purnabakti, Anti Galau dan Overthinking", di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Rabu (22/2). Menurut Imam, berbisnis itu sebagai penunjang ibadah. Semua pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa dilaksanakan secara sempurna apabila ada penunjangnya. Salah satu penunjangnya yang penting adalah pemilikan atas sumber daya. Selain itu perintah mengabdi atau beribadah kepada Tuhan berarti pula perintah untuk memiliki penunjangnya, memiliki sumber daya atau kekayaan. Namun demikian menurutnya kaya itu bukan tujuan. Melainkan sarana untuk beribadah secara lebih sempurna. Kekayaan itu terkait kecukupan, bukan "kebanyakan". Berkerja adalah upaya untuk mengupayakan kecukupan. Ada perbedaan antara kebutuhan dengan keinginan. Kebutuhan bersifat terbatas, keinginan bersifat tidak terbatas. Misalnya, duduk di belakang ingin di tengah, duduk di tengah ingin di depan. "Kaya itu adalah pilihan. Pillihan mana, kaya apa miskin? Pilihlah untuk menjadi kaya. Kaya itu pilihan," ujar Imam Dijelaskannya lebih lanjut, adalah tidak cukup bahwa kita hidup hanya untuk diri sendiri dan keluarga. Hidup mesti bermanfaat bagi lebih banyak orang, memperoleh kecukupan, dan membantu banyak orang. Untuk tujuan khusus, misalnya menyediakan pangan yang halal dan baik, meningkatkan derajat kesehatan, menyediakan pendidikan yang layak. Selain mengisi waktu untuk kegiatan yang bermanfaat. "Tidak ada pensiun bagi para pejuang, bahkan istirahat adalah berganti kegiatan," ujar Imam, yang merupakan alumni Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, dengan Minat Kebijakan dan Manajemen Lingkungan. Lalu kapankah memulai wirausaha? Menurut Imam, sekarang! Jika tidak sekarang kapan lagi? Jika tidak kita, siapa lagi. "Biarlah saya yang memulai dan merintis jalan, lalu, anak kita yang mengembangkan. Cicit kita yang terus mengembangkan. Pahala (kebaikan) akan mengalir terus dan terus," ujar Imam, yang juga staf pengajar Ilmu Administasi, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Sedangkan untuk memulai berwirausaha, diawali dengan niat, meminta petunjuk Tuhan, mencari ilmu tentang suatu bidang usaha wirausaha dengan cara niteni, nyonto, dan ngapii dalam istilah bahasa Jawa. Selanjutnya waktunya untuk memilih bidang usaha, memulai, terus belajar, dan berdoa. Menjadi pegawai menurutnya jalan mengabdi, sedangkan berwirausaha merupakan jalan memperoleh rejeki. Untuk memperoleh kekayaan yang cukup, yang bisa untuk diri dan orang lain, jalan yang baik, aman dan selamat adalah berwirausaha. Adapun pendidikan dan latihan ini dibuka oleh Deputi Bidang Administrasi, Sekretariat Jenderal DPD RI, Lalu Niqman Zahir. Dalam kesempatan tersebut, dirinya menyambut baik kegiatan ini dalam rangka memberi bekal kepada para pegawai yang akan memasuki purnabakti dalam waktu dekat. "Diklat ini penting terutama bagi pegawai yang akan mengalami fase pensiun, untuk menghindari post power syndrome," ujarnya. Menurutnya, justru di masa pensiun diharapkan tidak menjadi beban. Bahkan di masa pensiun dapat membuktikan kita mampu hidup lebih baik. Sedangkan menurut Kepala Biro Organisasi, Keanggotaan dan Kepegawaian, Setjen DPD RI Fitriani, kegiatan pendidikan dan pelatihan persiapan Masa Purnabakti Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI ini, antara lain bertujuan: Pertama, menyiapkan psikologi massa para purnabakti, dengan mempersiapkan mental dari peserta diklat. Selain itu, para peserta memahami apa yang disebut post power syndrome dan cara antisipatif yang perlu dilakukan. Kedua, menurutnya, para calon pensiun di masanya, mampu merencanakan dan mengelola keuangan di masa purnabakti. Dan, yang ketiga, mampu menyiapkan diri memiliki jiwa kewirausahaan. [Ahmad Djunaedi]

Topik:

-