Dosen Berprestasi Ini Terpaksa Mundur dari Universitas Pancasila, Ini Sebabnya 

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Desember 2022 17:06 WIB
Jakarta, MI - Pakar Hukum Tata Negara Muhammad Rullyandi, yang merupakan dosen tidak tetap di Fakultas Hukum Universitas Pancasila terpaksa harus mengundurkan diri dari kampus tempat ia mengabdi selama 13 tahun di Almamaternya lantaran tak kunjung diangkat menjadi dosen tetap di kampus tersebut. Padahal, dosen muda ini telah memiliki beberapa prestasi mentereng diantaranya mendapat rekor muri sebagai ahli hukum tata negara termuda sebagai saksi ahli di MA dan MK, serta dua rekor muri ahli hukum tata negara sebagai saksi ahli di MA dan MK terbanyak dalam usia muda. "Hari ini adalah hari yang berat bagi saya dan sangat menyedihkan, harus mengikhlaskan meninggalkan kampung halaman dalam pengabdian di almamater yang sangat saya cintai FHUP. Pengabdian sebagai dosen tidak tetap selama 13 Tahun di almamater Fakultas Hukum Universitas Pancasila berakhir sudah pada hari ini," ungkapnya, Selasa (13/12). Pengunduran dirinya ini, juga telah disampaikan ke dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Menurut dia, alasan pengunduran dirinya ini dilatarbelakangi adanya perlakuan yang tidak adil dan tidak wajar dalam proses pengangkatan dosen tetap terhadap dirinya karena ia seolah tak diberi kesempatan untuk berkembang menjadi dosen tetap selama ia mengabdi. "Upaya kerja keras saya dalam mengharumkan nama baik almamater justru mendapat perlakuan yang kontradiktif yang memprihatinkan dari institusi kampus. Seolah saya di anak tirikan melalui pengamatan saya dengan perlakuan yang tidak adil dan tidak berimbang dalam menggunakan hak konstitusional saya mengajukan diri sebagai dosen tetap di FHUP," beber Rully. Menurut dia, dengan prestasi yang ia raih selama ini, harusnya Universitas Pancasila bisa dengan mudah mengangkatnya menjadi dosen tetap. Namun, hal itu tak kunjung ia dapat. Selama mengabdikan diri, Rully pun mengaku tak pernah melakukan pelanggaran etik yang merusak nama besar kampusnya. "Tentunya selama 13 tahun dalam perjalanan pengabdian kepada almamater, tidak pernah menerima sanksi peringatan teguran lisan, tertulis maupun penghukuman disiplin ataupun hukuman pelanggaran etik di lingkungan Kampus Universitas Pancasila maupun Fakultas Hukum Universitas Pancasila, termasuk tidak pernah melakukan pencideraan terhadap Tridharma Perguruan Tinggi baik secara akademik maupun non akademik," jelasnya. "Dalam perjalanannya saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa terjadi hal – hal yang tidak wajar dalam proses usulan pengangkatan saya sebagai dosen tetap FHUP. Dengan pendekatan meminta masukan berbagai pihak seolah telah terjadi dalam diri saya, adanya penilaian tidak layak hingga diupayakan agar menjadi layak diusulkan. Institusi kampus telah mengambil langkah menentukan nasib orang hanya dengan pendekatan like or dislike bukan dari segi pendekatan kompetensi dan keahlian di bidang akademik," imbuhnya. Perlakuan yang tidak adil, tidak berimbang dan tidak wajar dalam proses usulan pengangkatan dirinya menjadi Dosen Tetap FHUP. Menurut dia, bertentangan dengan nuraninya yang secara tidak langsung telah berdampak kekecewaan yang mendalam. "Atas dasar itu, maka saya terpaksa mengundurkan diri dari pengabdian saya di kampus. Meski begitu, saya juga mengucapkan terimakasih kepada pimpinan FHUP karena telah memberikan kesempatan pada saya untuk mengabdi di almamater yang saya cintai," pungkasnya.