Badan Bahasa Pimpin Strategi Pengakuan Aksara Daerah sebagai WBTB UNESCO
Jakarta, MI - Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan strategi terpadu untuk mendorong pengakuan aksara daerah sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) UNESCO.
Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi antara Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Kebudayaan, dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) sebagai pelaksana kunci dalam penguatan fondasi ilmiah, kebijakan, serta teknologi pelindungan aksara Nusantara.
Langkah tersebut mencakup pemetaan aksara melalui Peta Kebinekaan Bahasa, Sastra, dan Aksara hingga digitalisasi ke dalam sistem global Unicode. Strategi ini tidak hanya menegaskan komitmen Indonesia terhadap pelestarian warisan budaya, tetapi juga memperkuat posisi bahasa dan aksara Nusantara dalam diplomasi budaya internasional.
Sebagai bagian dari langkah itu, Badan Bahasa menggelar Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) yang mempertemukan para ahli bahasa, pegiat aksara, akademisi, serta pemangku kepentingan lintas lembaga untuk merumuskan langkah konkret menuju pengusulan bersama ke UNESCO.
Kepala Badan Bahasa, Hafidz Muksin, menegaskan bahwa komitmen pelestarian bahasa, sastra, dan aksara daerah merupakan upaya menjaga kekayaan budaya bangsa.
“Pemetaan bahasa, sastra, dan aksara dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan terkini. Hasilnya akan menjadi dasar perencanaan kebijakan selanjutnya. Selama ini salah satu implementasinya ialah pengenalan sastra dan aksara daerah melalui Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) di tingkat satuan pendidikan,” ujarnya, Kamis (6/11/2025).
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Dora Amalia, menambahkan bahwa pengusulan aksara daerah ke UNESCO merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi Badan Bahasa dalam pelindungan bahasa dan sastra.
Ia menekankan pentingnya digitalisasi melalui Unicode agar aksara daerah tetap hidup dalam ruang budaya dan ruang digital global. “Tahun ini kami mulai mengerjakan Peta Kebinekaan yang terdiri atas Peta Bahasa, Peta Sastra, dan Peta Aksara untuk didigitalisasikan,” terangnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Budaya Nusantara Digital, Heru Nugroho, menyoroti pentingnya keberlanjutan aksara dalam perangkat digital. Saat ini baru sembilan aksara Nusantara yang masuk ke Unicode. Ia juga menjelaskan strategi pengusulan praktik penulisan aksara Nusantara ke UNESCO yang dilakukan bersama Suriname, serta kemungkinan bergabungnya Malaysia dan Filipina.
“Kami ingin menegaskan bahwa masyarakat Indonesia masih mempraktikkan aksara leluhur,” ujarnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antarlembaga Kementerian Kebudayaan, Ismunandar, menegaskan perlunya koordinasi nasional dan partisipasi publik agar diplomasi budaya berjalan efektif. Sementara itu, peneliti naskah kuno Ilham Nurwansyah menekankan bahwa pelestarian aksara harus berbasis riset ilmiah, mulai dari epigrafi hingga integrasi dalam pendidikan dan ruang publik.
Program Peta Kebinekaan menjadi bagian dari rencana strategis Badan Bahasa 2025–2029. Setelah sebelumnya memetakan 718 bahasa daerah dan mendokumentasikan 452 karya sastra lisan maupun tulisan pada 2019, cakupan kini diperluas mencakup aksara daerah.
Program ini diharapkan menjadi fondasi ilmiah dan administratif dalam pelestarian dan pengusulan warisan budaya takbenda Indonesia di tingkat internasional.
Topik:
pelestarian aksara daerah warisan budaya takbenda badan bahasa kemendikdasmen peta kebinekaan bahasa sastra dan aksara