Sikapi Perppu Ciptaker, Charles Honoris: DPR Hanya Bisa Menolak atau Menerima

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 12 Januari 2023 20:24 WIB
Jakarta, MI- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menjelaskan bahwa DPR hanya mempunyai hak menentukan sikap terkait keberadaan Perppu nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Hal itu disampaikan Charles merepons perdebatan soal diterbitkanya Perppu Ciptaker yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia. “Kalau kita bicara perppu, DPR itu tidak punya hak untuk membahas sebetulnya. Kita hanya bisa menolak atau menerima,” jelas Charles, Kamis ( 12/1/2023). Diketahui, ada sejumlah pihak mengajukan permohonan gugatan terhadap Perppu Ciptaker ke MK. Dalam surat permohonan yang diterima oleh MK pada 5 Januari 2022 disebutkan para pemohon mengalami kerugian berupa ketidakpastian hukum setelah Perppu itu terbit. Akan tetapi, Perppu Ciptaker disebut tetap sah dan mengikat setelah diumumkan pemerintah kepada masyarakat. Maka dari itu saat ini penentuan ada di tangan DPR. Jika disetujui DPR maka Perppu Ciptaker sah menjadi Undang-Undang. Akan tetapi jika DPR menolak maka Presiden Joko Widodo wajib mencabut Perppu itu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Perppu Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat pada November 2021 lalu sesuai putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi. Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak. Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap substansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik. Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan, UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, UU Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkonstitusional bersyarat secara permanen.