Yusril Tegaskan Perppu Ciptaker Tidak Memenuhi Alasan Untuk Melakukan Pemakzulan

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 12 Januari 2023 22:19 WIB
Jakarta, MI- Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan, pemakzulan bukan pilihan yang relevan dalam merespons keputusan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Sebab, jelas Yusril, dalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur bahwa pemakzulan didasari pada tujuh alasan, yakni pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tidak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela, dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. "Penerbitan perppu untuk memperbaiki UU Cipta Kerja tersebut tampaknya masih jauh dari memenuhi kriteria alasan pemakzulan," kata Yusril dalam keterangan tertulis, ditulis Kamis (11/1/2023). Meski demikian, Yusril mengakui bahwa pemakzulan bisa saja terjadi jika ada alasan politik di baliknya, seperti DPR menolak mengesahkan Perppu Cipta Kerja karena perppu tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Dasar 1945. "Namun, masalahnya tidaklah sesederhana itu. Sebab, dengan amendemen UUD 45, kekuasaan membentuk undang-undang bukan lagi pada presiden dengan persetujuan DPR, melainkan sudah bergeser menjadi kekuasaan DPR dengan persetujuan presiden," papar Yusril. Menurut Yusril, lembaga yang pertama-tama harus memperbaiki UU Cipta Kerja setelah perintah Mahkamah Konstitusi adalah DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sementara itu, lebih dari satu tahun setelah perintah diberikan MK, Yusril menilai tidak ada upaya dari DPR untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. "Nah, ketika Presiden mengambil prakarsa menerbitkan perppu untuk memperbakinya, lantas apakah DPR punya rasa percaya diri untuk menyalahkan Presiden dan berusaha memakzulkannya?" "Tindakan DPR seperti itu akan menjadi seperti kata dalam peribahasa Melayu, bagai memercik air di dulang, akhirnya terkena muka sendiri," tegas Yusril.