Conflict of Interest Berujung Good Bye Kursi Menko Polhukam

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 Februari 2024 01:44 WIB
Istana Merdeka (Foto: Dok MI)
Istana Merdeka (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Dalam beberapa waktu terakhir persoalan konflik kepentingan menjadi sorotan masyarakat luas. Beberapa di antaranya adalah dugaan bantuan sosial (bansos) pemerintah dengan logo pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu, serta pernyataan presiden boleh ikut berkampanye.

Teranyar, pengakuan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyatakan mengundurkan diri, padahal sudah menjadi calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03.

Bahkan calon presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo pun mengatakan sebaiknya calon presiden dan calon wakil presiden yang berpeluang memiliki konflik kepentingan meniru calon wakil presidennya, Mahfud Md untuk mundur dari jabatannya. 

"Termasuk siapa pun, seperti yang saya omongkan sejak awal, mereka yang punya conflict of interest, sebaiknya mundur seperti Pak Mahfud," kata Ganjar di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (31/1).

Ganjar mengklaim sikap Mahfud yang mundur dari kabinet merupakan wujud dari integritas. Ganjar memberi hormat kepada Mahfud atas sikap politiknya itu. "Saya, sekali lagi, hormat Pak Mahfud, Anda punya integritas yang hebat," tegas Ganjar.

Diketahui, bahwa Ganjar dan Mahfud maju di pilpres diusung oleh PDIP. Lantas bagaimana respons PDIP soal mundurnya Mahfud dari kabinet Jokowi itu?

Kata Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDIP Mahfud telah bertemu dengan Megawati Soekarnoputri Ketua Umum DPP PDIP membahas rencana mundur dari kabinet Jokowi. Menurut Hasto, pertemuan Megawati dan Mahfud bahkan sudah lama membahas soal tersebut.

“Sudah lama diberikan restu (oleh Megawati),” kata Hasto di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (30/1).

Lanjut Hasto, selain dengan Megawati, Mahfud juga telah membahas soal rencana mundur dari menteri Jokowi itu dengan partai pendukung seperti PPP, Hanura dan Perindo. Sementara terkait pertemuan Mahfud dengan Mensesneg Pratikno, kata Hasto, hal itu merupakan pertemuan biasa.

“Sesama menteri kan koordinasi. Dan pertemuan itu hal yang biasa dilakukan apalagi Mensesneg sebagai kepanjangan Jokowi Presiden. Tadi malam dilakukan pertemuan, dan hasil pertemuan itu kita tindaklanjuti bersama-sama dengan Prof Mahfud,” kata Hasto.

“Memang betul kemarin diadakan pertemuan antara Ibu Megawati dengan Prof Mahfud MD jam 5.30 dan ini pertemuan rutin karena selalu dilakukan evaluasi secara rutin terhadap seluruh tahapan kampanye,” tambahnya.

Apalagi, kata Hasto, melihat kampanye Ganjar dan Mahfud MD selalu penuh didatangi oleh rakyat, meskipun sedikit dari fasilitas yang bisa diberikan oleh sebagaimana pasangan 02.

“Kalau kita lihat Paslon 02 Prabowo-Gibran kan didukung oleh lebih dari sepertiga pengusaha yang memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Sementara Pak Ganjar dan Prof Mahfud sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat".

"Kita semua bergotong royong sehingga kekuatan rakyat inilah yang akhirnya hadir mengatasi sekat sekat intimidasi untuk mendukung pemimpin yang berasal dari rakyat yaitu Ganjar Mahfud,” beber Hasto.

Untung Rugi

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin, menyebut ada keuntungan dan kerugian Mahfud MD mengundurkan diri dari jabatannya.

Ujang menyebutkan bahwa keuntungan bagi Mahfud mungkin saja supaya lebih leluasa dalam mengkritisi pemerintahan Presiden Jokowi.

"Selama ini kan dia ingin memberantas korupsi dengan baik, selalu mengkritik penegakan hukum yang compang-camping. Jika dia sebagai cawapres 03 dan mengkritik soal penegakan hukum selagi masih menjabat Menkopolhukam itu kan lucu, maka dia haruslah mundur biar leluasa mengkritik Jokowi," kata Ujang Komarudin kepada Monitorindonesia.com, Rabu (31/1).

Ujang pun mengungkapkan sisi kerugiannya, bahwa dengan mengundurkan diri, Mahfud MK kini menjadi tak memiliki jabatan, tak memiliki kekuasaan, dan cenderung lemah karena tak mempunyai akses ke BIN, kepolisian, TNI, dan lainnya.

Meski begitu, Ujang Komarudin menyebut Mahfud sebagai sosok yang cerdas. "Pak Mahfud pintar, dia mundurnya tidak sejak ditetapkan KPU melainkan menjelang pemilihan agar tak terlalu merugi," ujarnya.

Momentum mundurnya Mahfud MD ini pun bisa saja meningkatkan elektabilitasnya jika tim atau kubu 03 mampu mengkapitalisasinya.

"Tetapi, jika momentum ini menguap dan selesai, maka tak akan mengangkat sisi elektabilitas," kata Ujang.

Selain itu, Ujang melihat pengunduran Mahfud MD tak terlalu mempengaruhi kabinet Jokowi. Pasalnya, Presiden Jokowi bisa langsung menggantinya dengan orang lain yang lebih kompeten.

"Jadi, harus dihargai keputusan Pak Mahfud dan itu tak akan mempengaruhi kabinet Jokowi. Lalu siapa yang cocok? Ya bisa saja dari eks tentara atau sipil, sebut saja ada nama Jimly Asshiddiqie, Yusril Ihza Mahendra, dan banyak nama lain."

"Indonesia tak pernah kekurangan orang hebat untui bisa diberi amanat menjadi menkopolhukam, tidak akan menjadi bola panas atas mundurnya Mahfud MD," imbuhnya.

Siapa Penggantinya?

Terkait pengganti Mahfud, Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Ari Dwipayana menyampaikan akan menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo terlebih dahulu.

“Mekanismenya kan setelah disampaikan, ketika bapak presiden memberikan persetujuan tentu ada keppres-nya juga untuk pemberhentian. Dan selanjutnya menunggu arahan presiden mengenai pengisian posisi Menkopolhukam,” kata Ari di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (31/1)

Menurutnya, penunjukan Menko Polhukam baru pengganti Mahfud MD akan dilakukan secepatnya. Sehingga dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Kemenko Polhukam bisa dipastikan berjalan baik, tanpa menunggu proses pemilu berakhir.

“Secepatnya dong, kalau roda kepemimpinan dan juga dalam pelaksanaan tugas kemenko harus ada yang harus apa Plt menko yang menjalankan itu atau itu kan harus jalan, jadi tidak menunggu pemilu berakhir,” ujar dia.

Namu demikian, Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando Emas melihat peluang Yusril Ihza Mahendra memiliki potensi besar sebagai calon Menko Polhukam. 

Adapun nama yang beredar adalah Yusril Ihza Mahendra, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Waketum Partai Gerindra Habiburokhman, dan Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco.

“Kalau melihat pengalaman dari keempat nama yang disebut, sangat besar peluang Yusril Ihza Mahendra untuk mengisi jabatan Menko polhukam. Kalau AHY, kemungkinan, akan mengisi jabatan menteri lainnya apabila ada menteri yang mengikuti langkah Mahfud MD,” kata Fernando Emas kepada Monitorindonesia.com, Kamis (1/2) dini hari.

Sebelumnya, Mahfud MD menyatakan sudah menyiapkan surat pengunduran diri dari posisi Menko Polhukam. 

Kini, Mahfud tinggal menunggu jadwal untuk bisa bertemu dengan Presiden Joko Widodo guna memberikan langsung surat pengunduran diri tersebut. 

"Hari ini saya sudah membawa surat untuk Presiden, untuk disampaikan ke Presiden langsung tentang masa depan politik saya yang belakangan ini menjadi perbincangan publik, dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu dengan Presiden," ujar Mahfud ketika berkunjung ke Lampung Tengah.

Mahfud mengungkapkan bahwa dirinya selalu membawa surat pengunduran diri yang sudah disiapkannya. Ia beralasan, surat tersebut sengaja selalu di bawa kemana saja dirinya pergi karena khawatir sewaktu-waktu bertemu dengan Jokowi. 

"Saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu (bertemu) langsung, saya ketemu langsung, saya sampaikan surat ini," kata Mahfud. Mahfud menambahkan, Presiden saat ini tengah berada di luar Jakarta hingga Kamis (1/2). 

Begitu juga dirinya akan berada di luar Ibu Kota di hari yang sama. Mahfud berharap ia bisa bertemu dengan Jokowi secepat mungkin setibanya kembali ke Ibu Kota. 

"Presiden ada di luar Jakarta sampai Kamis dan saya juga baru akan pulang ke Jakarta Kamis, mudah-mudahan secepat kami tiba di Jakarta secepat pula kami bisa bertemu," tandasnya. (wan)