Mungkinkah Prabowo-Puan Berpasangan pada Pilpres 2024?

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 14 Oktober 2022 13:39 WIB
Jakarta, MI - Isyarat akan keluarnya Partai NasDem dari kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin kuat setelah partai pimpinan Surya Paloh itu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden. Pada saat yang sama, peluang berkoalisinya Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan dengan Partrai Gerindra kian terbuka. Mengapa? Langkah politik Ketua DPP PDIP Puan Maharani yang menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada 4 September lalu bisa menjadi isyarat awal akan hal itu. Puan lebih memilih bertemu Prabowo terlebih dahulu daripada dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang baru saja dilakukan di Lapangan Monas pada 8 Oktober lalu. Sebelumnya pertemuan itu sempat tertunda dengan berbagai alasan. Tajamnya sorotan publik dalam mengamati sejumlah pertemuan yang dilakukan pimpinan PDI Perjuangan tidak terlepas dari posisi strategis partai pemenang pemilu 2014 dan 2019 itu. Hal itu bisa dimaklumi, karena partai penguasa pemerintahan tersebut menjadi satu-satunya yang memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden. Hanya PDI Perjuangan satu-satunya partai politik di Indonesia yang tidak harus berkoalisi dengan partai lain untuk mengajukan calon presiden. Hal itulah yang membuat parpol itu menjadi penentu pembentukan koalisi partai lainnya untuk pemilu nantinya. Banyak kalangan memprediksi manuver-manuver politik PDI Perjuangan akhir-akhir ini bakal mengubah peta koalisi Pilpres 2024 jika ditindaklanjuti dengan kesepakatan serius. Hanya saja, setelah Puan bertemu dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak banyak pengamat politik yang mengisyaratkan kedua parpol akan berkoalisi pada Pemilu 2024. Pertemuan antara Puan dan Paloh lebih terkesan pertemuan antara paman dan ponakan tanpa isyarat kuat untuk berkoalisi meski Puan didampingi para petinggi partai seperti Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan Ketua Badan Pemenangan Pemilu Bambang Wuryanto. Bahkan ada kesan Paloh lebih tepat bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekaroputri ketimbang Puan. Hal itu akan berbeda dengan ketika Puan bertemu Prabowo karena hubungan antara kedua keluarga memang sedah akrab sejak dulu. Sedangkan isyarat politik yang dikesankan lainnya adalah ketika Prabowo dan Puan sama-sama menunggang kuda. Artinya, Prabowo dan Puan memang terlihat lebih dekat bila dibandingkan ketika ketua DPR itu menemui Paloh. Popularitas figur dan kekuatan partai Tidak salah pula kalau ada spekulasi yang menyebutkan muara dari pertemuan Puan dan Prabowo di Hambalang adalah koalisi PDIP dan Gerindra. Dengan platform partai yang tidak jauh berbeda, bukan tidak mungkin kedua partai itu akan bersatu melenggang menuju Pilpres 2024 denga hitungan yang saling menguntungkan secara politik. Tidak hanya itu, sejumlah hasil survey menunjukkan Prabowo masih berada di posisi teratas untuk capres yang berasal dari pimpinan partai. Sedangkan Puan, seandainya lebih memilih di posisi calon wakil presiden, akan diuntungkan karena memiliki massa pendukung partai yang belum tergoyahkan. Selain survey capres, dari sisi partai politik, PDIP dan Gerindra juga masih belum tergoyanhkan sebagai partai elite dari sembilan partai yang punya kursi di DPR. Apalagi berdasarkan mayoritas lembaga survei, tingkat elektabilitas Puan pun mulai merangkak naik dari tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, di sisi lain koalisi yang sudah terbentuk jauh hari seperti Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN masih sangat rapuh. Meski sesama partai di dalam koalisi pemerintahan, namun, tidak mudah bagi PDIP untuk berkoalisi dengan salah satu dari ketiga anggota koalisi. Apalagi Airlangga Hartarto sebagai ketua umum Partai Golkar telah jauh-jauh hari dideklarasikan sebagai calon presiden meskipun idealnya koalisi baru bisa disebut resmi kalau proses pendaftaran capres sudah dilakukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bagaimana dengan posisi PKB? Lalu, bagaimana dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang telah terlebih dahulu menyatakan diri berkoalisi dengan Partai Gerindra? Memang PKB menjadi salah satu partai yang cukup menentukan dalam peta koalisi karena di belakang partai itu ada massa Nahdatul Ulama (NU). Pasalnya, secara genetik, PKB merupakan satu-satunya partai tempat menyalurkan aspirasi warga Nahdliyin (NU) setidaknya sampai Pemilu 2024. Akan tetapi, bukan tidak mungkin PKB akan berubah haluan kalau Gerindra serius menjalin koalisi dengan PDI Perjuangan karena sejak awal sang Ketua Umum Muhaimin Iskandar telah digadang-gadang untuk jadi cawapres kalau target tinggi sebagai capres tidak tercapai. Atau bisa juga sebaliknya. PKB lebih bersikap pragmatis dengan tetap berada di dalam koalisi tiga partai sehingga menyempurnakan unsur koalisi itu karena sudah ada unsur partai berbasis Islam dari kalangan Nahdliyin. Menurut catatan penulis, sejauh ini PKB belum pernah berada di luar pemerintahan sehingga kalau PDIP berkoalisi dengan Gerindra maka sangat masuk akal kalau PKB akan tetap berada di dalam “super koalisi” tersebut dengan konpensasi politik tentunya, seperti mendapatkan posisi strategis di dalam kabinet nantinya. Sekali lagi, meski bernilai strategis, pertemuan Puan dengan Prabowo bukanlah pertemuan yang baru karena sejak dulu Megawati juga tidak punya masalah dengan Prabowo dan Puan sering dilibatkan dalam pertemuan dengan Prabowo. Apalagi keduanya pernah bersatu dalam pasangan Mega-Pro saat Pemilu 2009. Akan tetapi, kalau benar terjadi pasangan Prabowo-Puan, maka keduanya akan mengulang sejarah masa lalu dengan versi yang berbeda dan dengan nasib yang belum tentu sama. "Kalau kemudian ditanya apakah ada kemungkinan, ya semua itu menurut saya ada kemungkinan, tidak ada yang tidak mungkin di politik demi kemajuan bangsa dan negara," ujar Puan menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan dengan Prabowo. [John Andhi Oktaveri]