Harap-harap Cemas Sirekap: Servernya di RRC, Prancis dan Singapura!

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 18 Februari 2024 02:01 WIB
Mantan Ketua KPU RI Arief Budiman memberikan penjelasan saat sosialisasi penggunaan Sirekap, Senin (7/12/2020) (Foto: MI/Repro Antara)
Mantan Ketua KPU RI Arief Budiman memberikan penjelasan saat sosialisasi penggunaan Sirekap, Senin (7/12/2020) (Foto: MI/Repro Antara)

Jakarta, MI - Proses perhitungan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024 menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap), menggantikan Sistem Informasi Penghitungan (Situng) yang digunakan pada pemilu 2019. Sirekap ini sempat menjadi sorotan publik. 

Nantinya Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menampilkan data penghitungan suara dalam bentuk diagram, bukan data angka-angka atau lampiran formulir C hasil dari tiap TPS.

KPU menyebut bahwa Sirekap hanya alat bantu untuk pencatatan dari penghitungan suara di TPS. Hasil resmi pemilu adalah rekapitulasi suara berjenjang mulai dari TPS hingga KPU Pusat dan disaksikan oleh para saksi serta pengawas.

Kendati, usai pencoblosan pada Rabu (14/2) kemarin, KPU mengakui Sirekap masih banyak kekeliruan. Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos memastikan hal ini akan terus diperbaiki dan dipertanggungjawabkan.

"Walaupun banyak upaya serangan, gangguan, terhadap Sirekap dan banyak kekeliruan teknis penginputan di lapangan. Karena Sirekap digunakan di 1,6 juta akun KPPS," kata Betty di KPU, Sabtu (17/2).

"Namun terlihat di sistem tidak hanya Pie Chart tapi dapat dilihat dengan kesesuaian dengan image C1 Plano maka kami merasa ini harus terus diperbaiki dan dipertanggungjawabkan untuk dilanjutkan. Sebagai pengawasan, atensi, masukan publik akan jadi perhatian dan ditindaklanjuti," sambungnya.

Betty menerangkan per hari Sabtu (17/2) pukul 12.00 dari jumlah 823,236 TPS, Sirekap sudah dapat menayangkan 64,8% data penghitungan presiden dan wapres atau 533.435 TPS.

Sementara untuk DPR RI sudah dapat ditayangkan 48,94% atau 402.911 TPS. Data pemilu DPRD juga dapat dicek di masing-masing provinsi melalui pemilu2024.kpu.go.id.

Namun dari jumlah tersebut, masih ada ribuan TPS yang masih memerlukan perbaikan data. "Sejauh ini jam 12.00 sebanyak 533.435 kami masih punya PR perbaikan di 0,32% data untuk PPWP untuk presiden dan wapres di 1.700 TPS dari 533.435," ujar dia.

"Untuk DPR 1,85% yaitu tersebar di 402.911 yaitu di 7.473 TPS. Ada penginputan KPPS yang tidak sesuai yang perlu diperbaiki yang tampilannya tabel DPR, presiden pie chart," tambah Betty.

Meski begitu, Betty menekankan Sirekap adalah alat bantu KPU untuk mendorong transparansi publik terkait hasil suara. Tetapi hasil penetapan suara tetap bergantung pada rekapitulasi berjenjang.

"Bukan hasil resmi rekapitulasi suara. Sekali lagi, Sirekap alat bantu, yang tentukan, perlu partisipasi masyarakat, bentuk rekapitulasi berjenjang lewat pleno terbuka pada tingkatan PPK, yang dimulai sejak 15 Februari sampai 2 Maret," tegas Betty.

"Di PPLN sampai 22 Februari. Di kab/kota, 17 Februari sampai 5 Maret. DPR, provinsi 19 Februari sampai 10 Maret. Nasional, 22 Februari sampai 20 Maret. Rekapitulasi berjenjang ini yang merupakan hasil resmi yang akan ditetapkan dan diumumkan KPU," tandasnya.

Hasil scan atau pemindaian terhadap data formulir C1 Plano yang diinput oleh petugas KPPS melalui Sirekap banyak yang keliru sehingga menimbulkan polemik di masyarakat. 

Di Jabar, total terdapat 444 formulir C1 Plano yang datanya keliru ketika ditampilkan di Sirekap. Wakil Direktur Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Firman Jaya Daeli, juga sempat mengeluhkan kejanggalan dalam Sirekap KPU yang disebut menguntungkan paslon 02, Prabowo-Gibran. Ini menurutnya terjadi saat simulasi penghitungan suara.

Pada pekan lalu, publik ramai mempertanyakan transparansi KPU. Ini karena pernyataan Betty Epsilon Idroos, pada Selasa (6/2) soal publikasi hasil penghitungan suara di TPS langsung dalam bentuk diagram, bukan angka mentah.

Kekhawatiran muncul soal potensi kecurangan bila KPU tidak mempublikasikan foto asli formulir C1 Hasil serta langsung memproses dan menyajikan angka-angka di sana dalam bentuk diagram.

Kendati, Ketua KPU Hasyim Asy'ari membantah hal ini. "Formulir tersebut diunggah [ke situs KPU] dan siapa pun bisa mengakses. Mengakses artinya bisa membaca, bisa menyaksikan, bisa nonton, dan kemudian juga bisa di-download oleh siapa pun. Foto formulir C1 Hasil itu tetap akan dipublikasikan "apa adanya" meski ada kesalahan penulisan atau perhitungan di sana," jelas Hasyim.

Kesalahan tersebut akan dikoreksi saat rekapitulasi tingkat kecamatan, dan hasil rekapitulasinya yang tertuang dalam formulir DA bakal diunggah pula.

"Sehingga, siapa pun nanti bisa membandingkan hasil di TPS dan juga hasil di tingkat kecamatan," beber Hasyim.

Sirekap Alat Bantu!

Dosen hukum pemilu dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menyatakan bahwa banyak orang juga salah paham bahwa Sirekap akan menjadi rujukan utama yang menentukan hasil pemilu.

Itu tidak benar, karena Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum mengatur hasil pemilu merujuk pada rekapitulasi manual berjenjang yang dilakukan dari tingkat kecamatan hingga kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.

"Undang-Undang Pemilu mengatur basisnya masih manual. Sirekap hanya berperan sebagai alat bantu untuk transparansi dan akuntabilitas, sehingga pemilih bisa memastikan hasil penghitungan suara di TPS yang tersimpan itu sesuai dengan apa yang mereka saksikan," kata Titi kepada wartawan, Senin (12/2) lalu.

Di lain pihak dan di lain sisi, Hargyo Tri Nugroho, dosen teknik komputer Universitas Multimedia Nusantara (UMN) justru menyoroti situs Sirekap yang disebut terhubung ke beberapa situs lain, yang mengindikasikan ada penarikan atau pengiriman data antara situs-situs terkait. 

Menurutnya, KPU perlu memastikan keamanan transmisi data tersebut. "Ancamannya di proses pengiriman datanya. Selama itu secure, encrypted, dan tidak bisa dimanipulasi di tengah jalan, harusnya aman," kata Hargyo, yang kini juga kandidat doktor bidang ilmu komputer di University of Birmingham, Inggris.

Masalah muncul bila gawai yang digunakan untuk mengirim data itu dibajak, sehingga datanya dapat diambil atau bahkan diutak-atik. "Harus diantisipasi agar komunikasi yang ada aman dan tidak terbajak di tengah, tidak ada man-in-the-middle attack," kata Hargyo, merujuk jenis serangan siber yang kerap dilakukan untuk mencuri informasi dan memata-matai korban.

Menurut Hargyo, bisa saja situs Sirekap memang belum menggunakan sistem terbaru sehingga masih ada banyak bugs atau celah keamanan. Yang penting, katanya, di hari pemungutan suara, sistem yang digunakan telah diperbaharui sehingga bebas dari atau minim bugs.

Titi Anggraini pun juga menekankan pentingnya KPU memastikan kesiapan Sirekap dan mencegah terjadinya breakdown atau gangguan di hari pemungutan suara. 

"Kalau ada breakdown atau sistemnya tidak berfungsi dengan baik, tujuan Sirekap sebagai instrumen transparansi dan akuntabilitas akhirnya menjadi tidak tercapai, Masyarakat tidak bisa melihat hasil penghitungan suara yang terkonsolidasi di Sirekap," tandasnya.

Dimana Server Sirekap?

Komunitas keamanan siber dan perlindungan data, Cyberity, melakukan investigasi gabungan untuk mendalami polemik soal situs Sirekap yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. 

Pasalnya, belakangan situs Sirekap melakukan kesalahan terhadap input data di 2.325 suara dari TPS.

Ketua Cyberity, Arif Kurniawan, mengungkapkan bahwa komunitasnya menemukan bahwa sistem pemilu2024.kpu.go.id dan sirekap-web.kpu.go.id menggunakan layanan cloud yang lokasi servernya berada di Republik Rakyat Cina atau RRC, Perancis, dan Singapura. Dia menyebut penyedia internet yang digunakan di situs tersebut berasal dari ISP Alibaba. 

“Posisi data dan lalu lintas email pada dua lokasi di atas berada dan diatur di luar negeri, tepatnya di RRC,” ujar Arif dalam keterangan tertulis pada Sabtu (17/2).

Oleh karena itu, Arif menilai pada dua situs tersebut terdapat celah kerawanan siber. Dia menyayangkan ketidakstabilan aplikasi Sirekap terjadi di masa krusial, terutama saat pemilihan umum atau Pemilu. “Ketidakstabilan aplikasi Sirekap, Sistem Informasi Rekapitulasi Suara dan Manajemen Relawan terjadi justru ketika pada masa krusial, masa pemilu dan beberapa hari setelahnya," kata Arif.

Berdasarkan temuan tersebut, Arif bersama lembaganya menyatakan kejanggalan pada sistem IT KPU sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Menurut dia, masalah ini terkesan dibiarkan, sehingga memicu kegaduhan di masyarakat.  “Hingga saat ini KPU belum menunjukkan niat untuk memperlihatkan kepada publik audit keamanan IT-nya,” kata Arif. 

Selain itu, Arif juga mengutip Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik atau PSTE dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi atau PDP. Berdasarkan aturan tersebut, Arif menilai data Pemilu seharusnya diatur dan berada di Indonesia.  

“Untuk mendukung Pemilu 2024 jujur, transparan dan adil, kami meminta KPU memperlihatkan kepada publik perihal audit keamanan sistem dan audit perlindungan data WNI agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” kata Arif. 

Kata Bawaslu

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu Rahmat Bagja mempersilakan siapa saja untuk mengaudit aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap yang digunakan Komisi Pemilihan Umum atau KPU untuk penghitungan suara pada Pemilu 2024.

"Silakan saja. KPU itu terbuka, kok. Saya yakin Mas Hasyim (Ketua KPU RI) dan kawan-kawan terbuka untuk diaudit. Saya yakin kalau itu," kata Rahmat Bagja di Kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024 menanggapi masukan sejumlah pihak agar aplikasi Sirekap diaudit.

Rahmat Bagja mengatakan aplikasi Sirekap adalah sistem baru dan kemungkinan ada kekeliruan di dalam sistemnya sehingga isu yang saat ini beredar di masyarakat tidak perlu dikembangkan.

"Sirekap ini sistem baru dan saya kira pasti ada trial and error-nya, tetapi jangan kemudian dianggap jadi ada penambahan suara. Misalnya, di tampilan 3 juta itu penambahan suaranya," katanya.

"Jadi, jangan kemudian dianggap terhadap calon pasangan tertentu, jangan. Kita berharap ini tidak menjadi isu yang berkembang," harapnya menimpali. (wan)