Eks Jaksa Pinangki Diperlakukan Istimewa, MAKI: Ada Apa Dengan Kejagung?

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 1 Agustus 2021 17:57 WIB
Monitorindonesia.com - Perlakuan istimewa terhadap eks jaksa Pinangki Sirna Malasari diduga masih terjadi.  Bahkan kabarnya, terpidana kasus suap dan gratifikasi Djoko Tjandra tersebut masih dipenjara di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung (Kejagung), dimana seyogyanya harus dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Pondok Bambu, Jakarta Timur. Kondisi tersebut kembali memunculkan pertanyaan publik, salah satunya Koordonator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Bonyamin Saiman yang mempertanyakan ada apa Kejagung dan Pinangki. “Perlakuan spesial penahanan Pinangki tersebut merupakan bentuk disparitas penegakan hukum yang dilakukan Jaksa Agung ST Burhanuddin dan anak buahnya,” katanya. Pihaknya pun akan melaporkan informasi tersebut ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan disingkat (Jamwas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak).  "Jelas kejaksaan melakukan disparitas penegakan hukum. Kami akan lapor Jamwas dan Komjak atas perkara ini," ujarnya seraya mendesak agar Pinangki sebagai terpidana harus segera di eksekusi ke Rutan Pondok Bambu.  "Saya menduga bahwa kekhawatiran bahwa ada hal yang sengaja ditutupin adalah benar adanya,” kata Bonyamin menambahkan. Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi  (Tipikor) Jakarta memvonis Pinangki Sirna Malasari 10 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada sidang banding Senin 14 Juni 2021, memangkas hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi empat tahun. Salah satu alasan hakim memangkas hukuman tersebut yaitu bahwa terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Terkait putusan PT DKI Jakarta yang menotong hukum Pinangki dari 19 tahun menjadi 4 tahun penjara tersebut, Kejagung memutuskan untuk tidak mengajukan kasasi. Tak hanya itu, imbas dari putusan tersebut, hukuman Djoko Tjandra selaku pihak yang melakukan penyuapan pun dipangkas menjadi 3,5 tahun penjara. "Sumber masalahnya kalau kita runut sebenarnya ini adalah keengganan Jaksa Agung memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi dan terkesan menurut saya bahkan ini tidak disuruh. Ini berarti bisa jadi malah dilarang untuk mengajukan kasasi, "jelas Boyamin. Menurutnya, selama ini Jaksa Agung diam seribu bahasa, padahal banyak desakan dan bahkan sudah ia laporkan kepada presiden. Yaitu untuk memerintahkan Jaksa Agung mengajukan kasasi. "Tapi, nyatanya tidak kasasi dan yang memberikan jawaban hanya Kajari Jakarta Pusat, yang mengatakan tidak ada alasan untuk mengajukan kasasi. padahal banyak alasan untuk mengajukan kasasi kan," ungkapnya. Ia pun mengatakan bahwa hal itulah yang harus dikembalikan pada sumber permasalahan, yaitu persoalan Jaksa Agung yang tidak memerintahkan kasasi. "Itu yang harusnya kemudian presiden ya mau ndak mau saya minta untuk mencopot Jaksa Agung karena tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat," tandasnya. (Ery)

Topik:

Jaksa Pinangki