Magma Gunung Toba Masih Aktif, Bisa Meletus Kapan Saja

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 3 Oktober 2022 09:05 WIB
Jakarta, MI - Para ilmuwan telah mempelajari supervolcano purba di Indonesia dan menemukan gunung berapi tersebut tetap aktif dan berbahaya selama ribuan tahun setelah letusan super, mendorong perlunya memikirkan kembali bagaimana peristiwa yang berpotensi bencana ini diprediksi. Gunung Berapi Purba yang dimaksud adalah Gunung Toba. Studi ini dipimpin oleh para peneliti dari Oregon State University. Studi ini ditulis bersama oleh para peneliti dari Universitas Heidelberg, Badan Geologi Indonesia, Dr Jack Gillespie dari Curtin's School of Earth and Planetary Sciences dan The Institute for Geoscience Research (TIGeR) yang merupakan Lembaga penelitian ilmu bumi unggulan Curtin. Gunung Toba merupakan supervolcano yang letusannya paling dahsyat sepanjang sejarah. Ia meletus pada 74 ribu tahun yang lalu, meninggalkan kaldera besar yang kini dikenal sebagai Danau Toba, dan membuat manusia di zaman tersebut hampir punah karena perubahan iklim. Supervolcano sendiri merujuk kepada gunung berapi yang memiliki setidaknya satu ledakan berkekuatan 8 dalam Volcanic Explosivity Index (VEI). Ini merupakan indeks tertinggi erupsi, yang berarti gunung tersebut telah melepaskan lebih dari 1.000 kilometer kubik material. Sebagai perbandingan betapa kacaunya letusan gunung supervolcano, letusan Gunung Tambora pada tahun 1815 "hanya" memiliki nilai 7 VEI. Danišík mengatakan bahwa temuan tim penelitiannya menantang pengetahuan bahwa gunung tak lagi aktif jika tidak ditemukan magma cair. Dengan demikian, ilmu vulkanologi mesti memikirkan kembali faktor penentu sebuah gunung dapat meletus. Selain itu, Danišík dan timnya juga menganggap bahwa sisa magma Gunung Toba mungkin dapat meletus di masa depan. Bagaimanapun, peristiwa letusan gunung supervolcano sangat jarang terjadi. Sebuah letusan mega-kolosal seperti Gunung Toba biasanya cuma terjadi sekali setiap 10.000 hingga 100.000 tahun. Meski mengetahui jumlah letusan, para peneliti ternyata enggak bisa menemukan penjelasan untuk memprediksi mekanisme, waktu, dan ukuran erupsi super.
Berita Terkait