Gugatan Soal Capres-Cawapres Pelanggar HAM Dilarang Ikut Pilpres Sulit Dikabulkan MK

Akbar Budi Prasetia
Akbar Budi Prasetia
Diperbarui 22 Agustus 2023 22:31 WIB
Jakarta, MI - Analis politik Citra Institute, Efriza, mengatakan, gugatan Pasal 169 huruf d Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, yang dimana para pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi (MK) melarang capres-cawapres yang terlibat pelanggaran HAM ikut dalam kontestasi sulit dikabulkan. "Jelas saja gugatan ini disinyalir sulit untuk diterima, karena itu urusan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang merupakan produk Pemerintah dan DPR, bukanlah MK," kata Efriza kepada Monitorindonesia.com, Selasa (22/8). Dia mengatakan, MK tidak mengurusi urusan hukum yang terkait dengan pelanggaran HAM masa lalu. Sebaiknya para pemohon, membuka ruang diskusi bersama DPR RI dan Pemerintah. "Ini bukanlah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Putusan melengkapi persyaratan-persyaratan itu, semestinya dikembalikan kepada pembentuk undang-undang yakni DPR dan pemerintah bukan MK," jelas Efriza. Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo itu menuturkan gugatan yang diajukan tersebut bukanlah ranah dari Mahkamah Konstitusi. "Ini bukanlah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi. Putusan melengkapi persyaratan-persyaratan itu, semestinya dikembalikan kepada pembentuk undang-undang yakni DPR dan pemerintah bukan MK," terang Efriza. Dia menyakini bahwa lembaga yang pimpinan Anwar Usman itu tidak akan mengabulkan gugatan tersebut. Kata Efriza, gugatan tersebut bermuatan politis. "MK tidak ingin sebagai pengawal konstitusi bersifat tidak independen, MK diyakini tidak ingin direcoki oleh kepentingan jangka pendek dari pihak manapun," pungkas Efriza. (ABP)     #Gugatan Soal Capres-Cawapres Pelanggar HAM Dilarang Ikut Pilpres Sulit Dikabulkan MK