LaNyalla Harap Warga PSHT Tidak Terpecah Belah Karena Perbedaan Pilihan dalam Pemilu 2024

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 November 2023 23:14 WIB
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bersama warga PSHT (Foto: Istimewa)
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bersama warga PSHT (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menekankan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) harus ikut memastikan agenda demokrasi di Indonesia yakni pemilihan umum dapat berlangsung dengan damai, luber, dan sukses.

Hal itu ia tekankan saat menghadiri acara “Deklarasi Pemilu Damai” yang diinisiasi salah satu organisasi bela diri silat terbesar di tanah air, PSHT, di Stadion Wilis, Madiun, Minggu (26/11).

LaNyalla yang juga Ketua Dewan Pembina PSHT menegaskan bahwa, sudah kewajiban semua warga negara memastikan pelaksanaan proses demokrasi tersebut berjalan baik dengan indikator sukses pemilu.

Yaitu kebebasan warga negara menentukan pilihan dan adanya ruang bagi peserta pemilu berkompetisi dengan adil tanpa kecurangan.

“Tentu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak akan mampu bekerja sendiri untuk memastikan pemilu berkualitas," ungkap LaNyalla.

"Apalagi dengan sebaran jumlah tempat pemungutan suara 820 ribu lebih di seluruh Indonesia,” sambung LaNyalla.

Untuk itu, lanjut LaNyalla, diperlukan keterlibatan aktif elemen masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan mengawal dan terlibat aktif memastikan Pemilu dapat berlangsung dengan indikator sukses yang terukur. 

Tentu dengan berkoordinasi dengan Bawaslu di masing-masing wilayah sesuai tingkatan.

LaNyalla pun berpesan agar warga PSHT tidak terpecah belah karena perbedaan pilihan politik dalam Pemilu. 

Menurut LaNyalla, warga PSHT sebaiknya tidak kemana-mana, tetapi ada di mana-mana.

“Artinya tidak terlibat dukung mendukung secara frontal, tetapi tetap aktif menggunakan hak pilihnya,” ungkapnya.

Karena, bagi LaNyalla, polarisasi akibat Pemilihan Presiden Secara Langsung (Pilpressung) yang bergulir sejak era reformasi masih terjadi.

Pilpressung, LaNyalla, tidak cocok untuk bangsa Indonesia yang super majemuk dan negara kepulauan yang terpisah-pisah. 

"Pilpressung juga tidak cocok diterapkan di negara yang karakter bangsanya guyub dan komunal," tuturnya.

Lebih lanjut, LaNyalla menjelaskan, bahwa sejak era reformasi yang ditandai dengan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia seolah berubah menjadi bangsa lain. 

Bangsa yang tercerabut dari akar budaya dan jati dirinya, menjadi bangsa yang semakin individual dan liberal serta materialistis pragmatis.

“Padahal kita sudah punya sistem asli. Yaitu Pemilu yang dilaksanakan untuk memilih wakil rakyat. Yang nanti duduk di DPR RI," terang LaNyalla.

Sedangkan utusan-utusan lain, ungkal LaNyalla, yaitu utusan golongan-golongan dan utusan daerah, yang duduk di MPR RI, tidak dipilih melalui Pemilu tetapi harus diutus dari bawah. 

"Mereka semua inilah, anggota DPR, anggota utusan golongan dan anggota utusan daerah yang menjadi penjelmaan rakyat yang utuh dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampe Rote,” kata LaNyalla.

Mereka inilah, kata dia, yang akan bermusyawarah di MPR RI, untuk merumuskan Haluan Negara, dan memilih Presiden untuk menjalankan Haluan Negara tersebut. 

"Sehingga Presiden adalah Mandataris dari Penjelmaan Rakyat tersebut. Artinya Presiden adalah petugas rakyat,” katanya.

Tetapi karena praktik penyimpangan yang terjadi di era orde baru, sistem rumusan pendiri bangsa itu kita buang dan kita ganti dengan sistem barat yang individualis dan liberal. 

Padahal seharusnya, saat reformasi, yang kita benahi adalah penyimpangan yang terjadi di era orde baru. Bukan mengganti sistem bernegara dengan mengadopsi sistem liberal ala barat.

“Inilah yang sekarang sedang saya perjuangkan. Agar bangsa ini kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, yang kita sempurnakan dan perkuat, agar penyimpangan yang terjadi di era orde lama dan orde baru tidak terulang,” tukasnya.

Di akhir sambutan, LaNyalla mengajak bangsa ini membangun kesadaran kolektif untuk kembali kepada Pancasila. Kembali menerapkan Demokrasi Pancasila.

"Sehingga kedaulatan tetap di tangan rakyat di lembaga tertinggi negara," tandas LaNyalla.