Dalam Setahun Wilayah NTB Produksi Kopi Sebanyak 6.384 ton

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 24 Januari 2024 07:01 WIB
Seseorang meracik kopi Arabika Sembalun Sajang produknya saat dipamerkan di Kantor Dispar NTB, di Mataram. (Foto: ANTARA)
Seseorang meracik kopi Arabika Sembalun Sajang produknya saat dipamerkan di Kantor Dispar NTB, di Mataram. (Foto: ANTARA)

Jakarta, MI – Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat pertumbuhan produksi kopi di NTB mencapai 6.384 ton dalam setahun.

“Tren produksi kopi tiap tahunnya tidak menentu. Ini sudah angka tetap 2022, untuk data 2023 belum ada angka tetap masih dalam pembahasan," kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, di Mataram, Selasa (23/1).

Kepala Bidang Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Achmad Rifai merincikan, dari 6.384 ton kopi, kopi robusta sebanyak 5.466,91 ton per tahun dan kopi arabika sebanyak 917,44 ton per tahun.

Sementara itu, berdasarkan wilayah kabupaten dan kota, Kabupaten Sumbawa menjadi daerah dengan produksi kopi robusta terbesar yakni 1.972,96 ton per tahun. Kemudian disusul Kabupaten Dompu sebesar 824,83 ton per tahun.

Posisi selanjutnya yaitu Kabupaten Lombok Tengah sebesar 695,79 ton per tahun. Kemudian Kabupaten Lombok Utara 679,34 ton per tahun, Lombok Timur 424, 81 ton per tahun, Lombok Barat 267,21 ton per tahun, Kabupaten Bima 351,78 ton per tahun, Sumbawa Barat sebesar 144, 76 ton per tahun, dan terakhir Kota Bima sebanyak 5,25 ton per tahun.

Sementara itu, untuk jenis komoditas kopi arabika, hanya dua daerah yang membudidayakan jenis kopi tersebut, yakni Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah produksi sebesar 610,25 ton per tahun dan Kabupaten Sumbawa sebesar 307,19 ton per tahun.

"Kota Mataram menjadi satu-satunya daerah yang tidak membudidayakan tanaman kopi, baik itu kopi robusta maupun arabika," kata Rifai.

Rifai menepis anggapan bahwa kopi kurang mendapat perhatian dari pemerintah provinsi seperti layaknya. Sebab menurutnya, jika tren produksi kopi di NTB tiap tahunnya memang masih jauh dibandingkan padi.

Meski demikian, Rifai mengatakan pemerintah tetap memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan para petani kopi tersebut. Misalnya pemerintah tetap mengedukasi kepada petani terkait bagaimana budi daya yang baik dan benar, pengolahan pasca panennya, dan memfasilitasi peralatan pasca dan panen kopi.

"Pemerintah dengan keterbatasan juga menyediakan bibit gratis. Tentunya sesuai dengan ketentuan, untuk sementara dana dari APBN," katanya pula.